Thu, 12 Dec 2024
Cerpen / Kontributor / Feb 26, 2021

H Minus

Langit dimalam hari tidak terasa gelap ketika rembulan menyinari langkah seorang gadis yang berjalan dengan baju begitu lusuh bernoda. Kedua bola matanya tak berhenti berkedip karena hembusan angin malam. Sejenak saja ia menghentikan langkahnya sembari menatap langit. Ia berharap akan ada begitu banyak bintang dilangit sana karena ia begitu menyukai bintang seperti titik-titik sinar indah. Namun, sepertinya bintang begitu nyaman bersembunyi dibalik awan seolah bermain petak umpet bersamanya.

Gadis berkulit putih nan wajah berparas cantik, namanya Lily. Sama seperti indahnya bunga Lily, iapun seperti itu. Tapi, tak banyak yang memperhatikannya ketika baju bernoda gelap menyelimuti paras cantiknya.  Seorang yang sering berjalan melintasi gang sempit dengan celana jeans dan jaket berwarna hijau gelap serta tas selempang. Ia benar-benar harus beradaptasi dengan keadaan yang selalu serba kekurangan dan diliputi oleh utang. Oleh karena itu, Lily bekerja keras untuk mencukupi kehidupannya. Dan seorang yang tersayang baginya. 

Neneknya adalah harta berharga untuk Lily sejak dulu, sampai saat ketika ia sudah tak bisa lagi bergerak karena penyakit keras. Nama indah itu juga berasal dari neneknya, sebab begitu banyak keindahan makna dibalik kata ‘Lily’. Dalam islam, Lili berarti malam bagi seorang anak perempuan. Setidaknya sedikit diplesetkan diakhir hurufnya dari Lili menjadi ‘Lily’. Sedangkan menurut sejarahnya, Lili berasal dari bahasa latin yang merujuk pada bunga Lily. Bunga Lily merupakan simbol kepolosan, kemurnian dan kecantikan. Sama seperti indah makna namanya, nenek Lily juga mengharapkan hal yang sama untuk kehidupan Lily sampai akhir.

Malam begitu gelap dan Lily berjalan menyusuri setiap lorong menuju rumahnya. Tak ada keindahan apapun disekelilingnya selain gang  sempit. Setiap hari menyebarkan bau tidak sedap karena sampah masyarakat.  Akhirnya, iapun sampai dirumahnya. Pemandangan buruk yang belakangan ini menghantui Lily adalah ketika dua orang bertubuh kekar berbaju hitam ada didepan rumahnya dan itu bukan mimpi.

“Ngapain kalian kesini?”, kata Lily dengan tatapan begitu dingin.

“Bayar utang mu”,

“Kemarin, kau bilang memberi waktu”,

“Bos kami tidak bisa memberikan waktu lagi, jadi cepat bayar”

“Aku akan membayarnya tapi tidak sekarang”

“Kau pikir kau siapa mengatur? Bos kami tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu mu mendapatkan uang”,

Nihilnya, kedua orang itu memberontak dengan merampas tas selempangnya. Hampir saja rusak, mungkin karena itu amarah Lily meluap.

“Ini!”, Lily mengeluarkan sejumlah uang dari tasnya

“500 rb? Utang mu ada 2 juta. 500 rb untuk apa?”

“Ambil saja, Aku akan membayar sisanya besok”,

“Kalau kau tak bisa bayar, mainlah dengan bos kami. Dengan begitu utang mu akan lunas”,

“Jangan menyentuh ku, tangan kotormu itu menjijikkan”,

“Apa?”,

“Ini uang mu. Cukup kan? 2 juta, lunas. Jangan pernah mengikutiku, Aku bukan orang lemah seperti yang kau pikirkan. Pergi pecundang kasar”,

“Uh, bocah ingusan ini. Andaikan disani sepi sudah ku hajar kamu. Makanya kalau tidak punya uang jangan berhutang. Bikin susah saja, breng**k”,

Uang itu untuk membeli tiket seminar kedokteran dan buku sekolah. Tapi, sudah tidak ada pilihan lagi selain mengikuti permintaan mereka. Lily juga sudah capek didatangi terus oleh mereka. Serasa hidupnya dalam neraka karena meminjam uang kepada rentenir. Jika bukan karena neneknya, ia tidak akan mungkin meminjam uang. Keadaan waktu itu mendesak, jadi Lily harus meminjam uang untuk pengobatan neneknya. Bahkan, meski tadi ia didorong sampai jatuh itu tak akan menyurutkan semangatnya untuk tetap bangkit.  

Seorang gadis remaja yang sejak lahir hidup tanpa kedua orang tua yang begitu tega meninggalkannya. Tiap hari ingatan itu tidak pernah lepas dari otaknya meski sudah berulang kali mencoba untuk melupakannya tapi tetap saja ia masih tak terima atas tindakan kedua orang tuanya. Itu seolah menjadi kebiasaan, menangis dalam kesendirian takkan membiarkan siapapun melihatnya lemah seperti itu. Kejadian itu mengajarkan Lily juga untuk menjadi orang tangguh yang tidak mudah ditindas. Ia menjadi kuat karena hal itu.

Sebelum neneknya dinyatakan mengidap penyakit Parkinson (menimbulkan kelumpuhan pada anggota tubuh), semuanya baik-baik saja. Nenek Lily membantu biaya sekolah Lily sebelum sakit dengan bekerja sebagai tukang cuci dan membuka jasa jahit baju. Selepas itu, ia harus menggantikan posisi neneknya sebagai tulang punggung keluarga dan merawatnya untuk waktu yang lama. Setelah membayar sisa utangnya tadi, Lily memutuskan meninggalkan rumah itu. Meski rumah itu menyimpan banyak kenangan, tapi ia sudah tak nyaman dengan situasi disana dan cerita orang-orang seolah ingin mengusirnya darisana.

“Ayo nek, kita harus pergi”, ungkap Lily.

Sepanjang jalan Lily menggendong nenek nya dipunggungnya sedikit tertatih mungkin karena berat yang dipikul. Bukan hanya berat beban nenek nya tapi beban hidupnya begitu berat. Sampai tak sadar, iapun menangis tapi beberapa kali menyeka air matanya.

“Sabar nek”. Dalam hati Lily, “Aku harus kemana sekarang?”, sembari meneteskan air mata. Bagaimana ia tangguh didepan orang lain, itu tak akan bisa membohongi hatinya bahwa ia sedang tidak baik-baik saja”.

Lily tidak pernah mengharapkan hidup bergelimang harta, memiliki rumah mewah, mobil mewah atau emas yang banyak. Yang ia inginkan hanya kehidupan yang layak dimana ia dapat makan dan mengobati neneknya, Itu saja. Tiap malam ketika matahari tidak akan bersinar lagi dan bintang berhamburan dilangit ia selalu berdoa atas dua hal yaitu kehidupan yang layak dan ......

Esok hari ketika mentari pagi sudah menanti. Lily bangun dipagi buta untuk membasuh tubuh neneknya dengan air hangat lepas itu memberi makanan. Tepat pukul 07:00 ia sudah berada ditempat kerjanya. Lily memiliki banyak pekerjaan diambil dengan sistem sift seperti paruh waktu. Meski sibuk dengan pekerjaan paruh waktu, ia masih berstatus sebagai seorang siswa di Sekolah Menengah Atas kelas 12.

“Kau tidak pernah melakukan pekerjaan dengan benar, dimana otak mu!! Dasar bocah tidak berguna ini”,

 “Kau mengambil makanan lagi?”, ucap salah seorang karyawan ditempatnya bekerja.

Nampaknya teman karyawan itu memperhatikan Lily lagi yang sering memasukkan makanan sisa didalam kantong plastik kemudian dibungkus pulang.

“Ini hanya makanan sisa. Daripada dibuang mubazhir”,

“Hmmm, kau bisa memakai uangku untuk membeli makanan”,

“Tidak usah, ini saja sudah cukup”

“Kau tidak makan kan dari pagi? Lihat wajahmu pucat sekali. Beli sesuatu dengan uang itu. Aku ikhlas memberikannya”

“Aku berterimakasih untuk ini. Aku menganggapnya sebagai pinjaman. Aku akan mengembalikannya ketika punya uang”

Ketika Lily hampir pulang dari warung tiba-tiba bosnya datang. Sepertinya, ia melupakan sesuatu. Tapi, tak ada yang perlu disembuntikan toh bosnya melihat makanan yang dibungkus Lily untuk dibawa pulang. Biasanya Lily akan mengambil makanan sisa jika bosnya sudah pulang dari warung.

“Kau mengambil makanan dari sini?”

“Tidak Pak, ini hanya makanan sisa pelanggan. Daripada membuangnya, Aku ingin membawanya pulang”

“Taruh kembali”, bosnya seraya merampas kantong plastik itu dari tangan Lily kemudian membuangnya kedalam tempat sampah. Meski itu hanya makanan sisa, bosnya benar-benar kejam sampai memperlakukan Lily seperti itu. Hingga temannya sampai menangis dibalik tembok ketika melihat perlakuan bos pada Lily.

“Li yang sabar yah, lebih baik kau cari tempat pekerjaan yang bagus. Si bos sama sekali tidak mengerti perasaan mu”,

“Sangat susah mendapatkan pekerjaan. Aku akan lebih berusaha lagi agar bos tidak sering marah”

Dua bulan berlalu, kondisi nenek Lily tidak mengalami perubahan apapun. Apapun itu, Lily masih tetap berusaha keras untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin agar neneknya bisa mendapatkan perawatan yang baik. Mendapatkan perawatan untuk pasien Parkinson membutuhkan biaya hingga 100 juta termasuk terapi dan segala macamnya.Jangankan uang 100 juta, 1 juta saja susah didapatkan Lily. Setidaknya ia bisa meminjam uang sebanyak itu dulu dan bunga nya pasti tidak sedikit.

Apa yang harus dilakukan gadis 19 tahun ini? Suatu hari ia pernah muak akan keadaan itu dan memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri, kemudian seorang wanita menyadarkannya. Malam itu, ketika rembulan malam kembali menyinari langkah kakinya setidaknya kali ini ia membawa makanan sisa yang diambil dari warung tempatnya bekerja. Mungkin neneknya sudah lapar dan menunggu terlalu lama, namun ketika ia pulang barang-barang Lily sudah berserahkan didepan rumah.

“Apa ini?”, ucap Lily dengan tegas,

“Pergi dari sini, kami tidak ingin melihat mu berada disini”, waktu itu dua algojo yang mengusir Lily pergi. Tapi, sekarang warga disekitar tempatnya tinggal.

“Kalian tidak berhak mengusir Saya, toh saya juga sudah membayar sewa rumah ini”,

“Bau busuk dari rumah mu itu membuat kami resah, Apa kau benar-benar tinggal dirumah sampah itu? Merasahkan sekali! Pergi saja, jika tidak kami yang akan mengusir mu dari sini”,

“Berani sekali kalian, kalian pikir kalian siapa?”,

“Kau siapa bocah kecil? Kau ingin seluruh warga disini datang dan mengusir mu. Sekalian bawa nenek mu itu, sepertinya baunya sudah seperti mayat. Kenapa tidak buang saja”,

“Kalian itu seperti iblis. Ku harap neraka menanti kalian”,

Selepas itu, Lily meninggalkan rumah itu sembari menggendong nenek dipunggungnya. Itu sudah kedua kalinya, jika semua orang tidak akan menerima keberadaannya. Sebenarnya, apa yang dilakukan Lily? Apakah itu karena keadaannya? Dia miskin? Ketika berjalan malam itu tiba-tiba seseorang memanggilnya. Seperti dari suaranya, Lily mengenal suara itu. Ketika ia berbalik, astaga. Itu ibu yang menyewakan rumah nya ditempat tadi. Sebenarnya, waktu itu Lily mengambil uang ibu itu untuk memberikan makanan untuk beberapa anak kecil di pinggir jalan. Ia berlari karena sekarang sedang tidak memiliki uang.

Suatu hari, Lily pernah mengunjungi rumah ibadah (Masjid) untuk berdoa. Ia ingin mendoakan kesembuhan neneknya. Ketika keluar dari masjid, seorang perempuan tua menyapa nya dengan tatapan begitu lembut begitupun dengan ucapannya. Lily membantu nenek itu turun dari tangga masjid. Pertemuan itu tidak singkat karena nenek itu nyaman bercerita dengan Lily yang penuh semangat mendengarkan. Untuk pertama kalinya, diwajah Lily ada tawaan sebelumnya ia tidak pernah tertawa bahkan sekalipun. Apakah mungkin itu karena cerita nenek itu yang lucu? Ataukah Lily terbawa suasana karena melihat nenek itu tertawa?

“Apa kau baik-baik saja?”,

“Aku baik baik saja, Nek. Tentu”,

“Kau sangat terlihat kuat. Tapi, sebenarnya kau rapuh”,

Benar, Lily tak bisa menyembunyikan perasaannya. Entah kapan Tuhan akan mengabulkan doanya, sebab ia merasa kesialan terus-menerus datang padanya. Ia banyak berdoa, berbuat baik dan bekerja keras. Tapi, Lily tidak bisa membendung air matanya karena sering menyimpan perasaannya sendiri. Ia sebenarnya sudah sangat lelah dengan keadaan seperti itu, sudah cukup katanya.

“Kupikir Aku baik-baik saja, tapi Aku sedang tidak baik-baik saja. Apa yang harus ku lakukan?”,

“Kau begitu banyak menyimpan perasaan itu sendiri. Kau tidak bisa selamanya melakukan itu, tersenyum bukan berarti bahagia. Menangispun bukan berarti sedih”,

“Benar, Aku tidak bisa melakukan itu. Kenapa harus Aku nek? Kenapa hidupku begitu sial?”,

“Tuhan tidak pernah tidur, Dia melihat segala apa yang kau lakukan sejauh ini. Jadi, jangan pernah berhenti berdoa dan selalu bekerja keras. Akan ada pelangi setelah badai”,

“Aku berharap begitu, nek”,

“Syukurlah jadi berhenti menangis. Bagaimana dengan orang tua mu?”,

“Mereka sudah mati”,

“Innalillahi wainailahi.....”,

“Mereka ada, tapi telah mati dihati dan pikiran ku. Mereka tidak pernah menganggapku ada, mencariku atau berpikir tentang bagaimana keadaanku”,

Mendengar cerita Lily, nenek itu sedikit tersentuh sembari bertanya-tanya didalam hatinya. Apa maksud gadis remaja itu? Sejak lahir, Lily sudah dirawat oleh nenek nya yang saat ini sedang sakit. Sebelum neneknya sakit, Lily pernah mendengar sebuah kisah tragis tentang keberadaannya sampai ke dunia. Meski, neneknya berusaha menyembuyikanhal itu bangkai tidak akan pernah selalu sembunyi, akan tercium baunya. Jadi, sewaktu masih dalam kandungan Lily ingin dibunuh oleh ibunya. Karena, ia adalah anak dari hubungan diluar pernikahan. Sementara, keluarga ibunya begitu terhormat dan terpandang karena tidak ingin mencoreng nama keluarganya. Akhirnya, ibunya ingin menggugurkan Lily dalam kandungan.

Untung saja, sikap neneknya waktu itu begitu tangguh dan baik hati. Ia yang menyelematkan Lily dari ibunya yang kejam. Sementara, Ayahnya hanya seorang pemabuk dan penjudi yang tiap harinya bergonta-ganti perempuan serta tak menghasilkan apa-apa.Sampai akhir hidup Ayahnya, ia tetap melakukan dosa dengan mati dalam keadaan mabuk bersama selingkuhannya. Hingga akhirnya, ibunya Lily memutuskan terbang ke Amerika bersama keluarganya meninggalkan Lily bersama neneknya. Sejak saat itu, ibu Lily tak pernah lagi bertemu atau pun mencari anaknya sendiri.

(Kembali dalam cerita Lily bersama Nenek di masjid itu).

 “Apa salah ku hingga mereka membuangku seperti itu? Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Hingga akhirnya, penderitaan itu terus menghantui kehidupanku. Bahkan, tidak seorangpun yang ingin dekat denganku”,

“Tidak nak, kamu tidak salah”,

Lily menangis dalam pelukan nenek itu, ia benar-benar tak dapat membendung air matanya. Setelah sekian lama berpura-pura tanguh. Akhirnya, Lily berani meluapkan perasaannya begitu mendalam.

Kehidupannya berlanjut, Lily akhirnya terlambat bangun pagi-pagi. Ia terlambat untuk kesekian kalinya.

 “Kau terlambat lagi?”,

“Maaf Pak,”,

“Wah, ini kusuka. Kau akan mendapatkan banyak pekerjaan hari ini. Bersihkan WC Ruang guru dan selepas pulang bersihkan juga lapangan olahraga”, guru penertib itu sepertinya sangat suka ketika Lily menderita sama seperti beberapa anak lain.

Setelah membersihkan wc ruang guru, ketua kelas memanggilnya.

 “Ibu Wahda memanggil mu ke ruang guru”,

Apakah Lily membuat kesalahan? Lily mendapatkan peringkat terbaik ditiap semester tapi seringkali mendapatkan hukuman karena tidak disiplin dan sering datang terlambat.

“Kau menulis di CV mu ingin kuliah kedokteran?”,

“Iya Bu, kira-kira apa nilai saya bisa masuk ke universitas itu?”,

“Nilai kamu sangat bagus, tapi ini bukan hanya mengenai nilai akademik tapi keterampilan organisasi, perilaku, dan seritifikat juara. Ketiga hal itu juga merupakan hal penting untuk membantu kelulusan mu. Dari catatan akademik mu, kamu mendapatkan banyak hukuman selama semester ini.Kau juga tidak mengikuti organisasi apapun”,

“Tapi, jika ketiga itu tidak ada. Apakah kemungkinan besar saya tidak akan diterima?”,

“Bisa saja diterima. Tapi, ketiga hal itu menjadi poin pendukung. Nah ini, ibu ingin memberikan ini. Ini undangan seminar, kamu bisa mengikuti seminar itu untuk persiapan kuliah kedokteranmu. Ibu yakin kamu bisa”,

“Makasih banyak ibu, Saya akan berusaha dengan baik”,

Guru wali kelasnya adalah salah seorang yang sangat baik padanya, karena sebenarnya waktu ketika ia ingin bunuh diri guru wali kelasnya yang membantu Lily hingga keinginan untuk bunuh diri itu menghilang. Oleh karena itu, ia sangat semangat untuk meneruskan sekolahnya. Lily harus menyembunyikan keinginannya kuliah kedokteran dari teman-teman kelasnya, ia tahu bahwa kuliah kedokteran itu tidak murah. Membutuhkan begitu banyak biaya sementara untuk kehidupan sehari-hari saja sangat sulit. Dan untuk mendapatkan beasiswa, butuh kerja keras yang baik dan diiringi dengan doa.

“Bau busuk dari mana ini? Apa kalian mencium nya?”, sepertinya murid nakal itu senang ingin menganggu kehidupan Lily sampai tak ada hari tanpa menganggu Lily. Tapi, tatapan Lily begitu dingin untuk menghindari murid nakal itu.

“Hey, mau kemana? Aku belum selesai bicara”,

“Untuk apa Aku mendengar mu?”,

“Hah?”,

“Jangan seperti pecundang yang menganggu anak lemah seperti ku. Minggir!!”,

“Wah, anak ini. Aku harus menghajarnya”,

“Berhenti mengoceh. Jangan pernah menganggu ku lagi. Aku tidak tertarik dengan kehidupan kalian”,

Lily akan menghadiri undangan seminar yang diberikan guru wali kelasnya namun kejadian buruk lagi dan lagi menimpanya. Ia tak bisa masuk kesana karena pihak keamanan mengatakan kursi untuk seminar sudah terisi penuh. Padahal, Lily mendapatkan undangan pribadi dari guru wali kelasnya. Ia yakin bisa mendapatkan kesempatan itu, tapi orang-orang disana mengusirnya.

“akhakakhakkkhhhakahh”, kali ini Lily benar-benar menangis padahal ia sudah mempersiapkan yang terbaik untuk seminar itu bahkan pakaian yang ia pakai itu dibeli hasil dari sisa tabungan nya dalam beberapa hari terakhir.

Keadaan nenek Lily semakin hari semakin memburuk, sore itu ketika ia pulang dari kerja seseorang mengabarinya bahwa neneknya kejang-kejang dirumah. Dengan segera Lily membawanya. Bahkan dalam keadaa seperti itu tidak ada yang membantunya untuk membawa neneknya ke rumah sakit. Ia juga tak memiliki uang naik taksi. Olehnya, Lily membopong neneknya ke rumah sakit. Tepat ditengah jalan, untung saja Adam menawarkan memberi tumpangan untuk Lily. Sepertinya Lily benar-benar terpuruk karena keadaan neneknya. Kedua kakinya gemetar dan tangannya tak berhenti bergerak.

“Dokter, bagaimana keadaan nenek saya?”,

“Hmm, jadi...begini...”,

“Nenek saya baik-baik saja kan Dokter? Apa dia selamat?”,

“Tuhan memberikan kesempatan untuk pasien, ia berhasil melewati masa kritisnya”,

“Alhamdulillah”,

Hari ini adalah hari kelulusan Lily di SMA nya. Namun, perasaan gelisah terus menghantui bayang-bayang Lily. Sejak kepergian neneknya kemarin, masih membuat Lily terpukul. Meski mendapatkan beasiswa untuk kuliah kedokteran tapi tak ada kebahagiaan untuk orang yang disayangi setelah nenek nya pergi untuk selama-lamanya. Setelah mendapatkan penghargaan, Lily mendapatkan pesan dari orang yang tidak dikenal. Karena pesan itu, Lily sampai meninggalkan upacara perpisahan terakhir di sekolah. Berlari entah kemana arahnya yang jelas harus sampai ditempat itu.

Ditengah jalan, ia tak sengaja menabrak seseorang.

“Maaf”, ucap Lily

Wanita itu membantu Lily beranjak setelah terjatuh dan memungut beberapa bukunya.

“Kau tak apa-apa nak?”, ucap wanita itu

Sepertinya wanita itu seorang dokter itu terlihat jelas dari setelan jas putihnya begitu bersih.

“Tidak, Aku tidak melihat dengan baik sewaktu berjalan”,

“Tidak apa-apa. Ouh iya ini, kau membutuhkan plaster luka ini. Lutut mu berdarah, biar kubantu bersihkan dulu”,

“Terimakasih, Saya buru-buru”,

“Jaga dirimu baik-baik nak”,

“Hmmm”,

Lily meninggalkan wanita itu setelah bertemu kurang dari 5 menit. Ia tidak mendapatkan lampu hijau untuk pejalan kaki. Setidaknya ia harus menunggu selama semenit untuk menyebrangi jalan. Bagaimana ini? Jika orang itu mengungkapkan sesuatu yang tidak seharusnya, masa depan Lily akan benar-benar berakhir. Lampu hijau menunjukkan tanda untuk melewati arah penyebrangan pejalan kaki. Lily berlari terburu-buru tapi nihilnya itu seperti sebuah kesengajaan.

“Ah!!!!!!!!!!!!!”, teriak Lily,

Bulan kini tidak menyinari malam Lily ketika melewati gang sempit menuju ke rumahnya. Dinding tanah yang begitu kokoh menemani hari panjang Lily hingga tak sempat menggapai kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan. Tuhan belum memberikan kebahagiannya didunia, Apakah berarti itu mungkin Lily akan mendapatkan itu di surga?

Setelah perjalanan begitu panjang, perjuangan yang tiada henti, kerja keras yang tidak berujung akhirnya Lily merasakan tempat terindah dibandingkan semua yang ia dapatkan selama ini. Mungkinkah dengan begitu ia tidak akan merasakan kesedihan lagi? Orang-orang tidak akan lagi mengusiknya, ia tak perlu memikirkan utang yang menumpuk dan bekerja keras lagi untuk membiayai kehidupannya. Karena garis kehidupannya sudah terhenti sejak kejadian waktu itu.

“Lily!!!!!!!!!!!!”, salah satu orang yang terlihat terpukul akan kepergian Lily adalah Adam. Mungkin, pertemuan mereka hanya singkat tapi dari Lily, Adam belajar arti dari sebuah kehidupan. Semua tidak dapat dinilai dengan uang dan jika ingin mencapai sesuatu perlu kerja keras bukan hanya merengek untuk mengemis kepada Tuhan. Itulah yang dipikirkan Lily, tapi Adam hanya berdoa pada Tuhan bahwa semoga dialam sana Lily mendapatkan tempat yang lebih baik sehingga ia akan benar-benar bahagia dibanding didunia.

Disamping tumpukan tanah berwarna coklat yang masih basah dan taburan bunga-bunga, nampak disana seorang wanita paruh bayah duduk termenung dengan mata buta. Dia adalah nenek tua yang menemani Lily didepan masjid waktu itu. Meski, hanya bertemu sekali tapi setidaknya nenek itu masih mengingat dengan jelas cerita Lily yang menyedihkan.

“Nak, semoga kau mendapatkan tempat bahagia dialam sana”, ucap nenek tua itu.

Setelah nenek tua itu pergi, seorang datang mengunjungi kuburan tempat Lily dimakamkan. Nampaknya, orang itu tidak asing. Tapi, dia seperti bersembunyi dari kerumuman orang. Setelah benar-benar kosong, ia datang.

 

Penulis: Ulfiah Syukri, mahasiswa Universitas Muhammadiyah makassar, aktifi di komunitas Belajar Bersama. Dapat dihubungi melalui Instagram @ulfsy.17.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.