Tue, 16 Apr 2024
Cerpen / Jun 11, 2021

Kita: Hubungan yang Udahan Tanpa Jadian

Ghosting: sama saja seperti hantu yang tidak berwujud. Tidak dapat merespon dan tidak diketahui keberadaannya. Namun, ghosting di pertengahan era digital memperlihatkan kondisi dimana cewe cowo yang terlanjur jatuh ke dalam bentuk rasa nyaman dan berakhir pada perpisahan tanpa pamitan. Ghosting yang terjadi antara dua orang, lebih tepat disebut dengan hilang tanpa kejelasan.

Mungkin bagi kamu, menghilang secara tiba-tiba dari hubungan tanpa memberikan sepatah kabarpun adalah jalan keluar yang paling cepat dan mudah. Namun, yang harus kamu sadari adalah kamu telah menciptakan ruang luka yang amat besar ketika, kamu membiarkanku bertanya dengan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang salah dari hubungan hingga kamu memutuskan untuk pergi tanpa pamit.

Mungkin, aku tidak berhak untuk menyalahkan diri sendiri karena aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Bukankah sebaik-baiknya permasalahan adalah permasalahan yang dibicarakan hingga selesai. Aku harus menjadikan ini pengalaman karena kamu tahu rasanya sangat tidak menyenangkan ketika mendapatkan perlakuan ghosting dari orang yang kita anggap istimewa.

“Kamu sudah pesan tiket? Jadinya balik tanggal berapa?” suara ibu terdengar jelas dibalik telephone.
“Tanggal 11 Bu…”
“Yasudah, kamu sehat kan? Gimana kabarnya Dareen?”
“Dia masih sibuk kerja Bu”
“Ya… kamu baik-baik disana”

Ini bukan kali pertama aku menerima pertanyaan terkait Dareen dari ibu. Mungkin kamu harus paham rasanya memperkenalkan seseorang yang kamu anggap istimewa kepada orang tua, namun berakhir dengan ketidakjelasan. Aku masih mencoba meyakinkan ibu, jika Dareen sibuk bekerja, meskipun aku dan Dareen tidak pernah lagi berkomunikasi.

Aku bertemu Dareen melalui Linkedln. Mungkin kamu lupa, jika kamu adalah orang pertama yang memulai percakapan kita. Namun, seharusnya kamu tidak lupa jika kamu adalah orang yang meinggalkan hubungan. Aku dan Dareen merasa cocok, bukan karena sifat namun karena memiliki background jurusan yang hampir sama.

Aku berkuliah di jurusan Hubungan Internasional, sedangkan Dareen berkuliah di jurusan Hukum. Pembahasan international trade WTO menjadi isu yang membuka percakapan antara aku dan Dareen. Singkatnya, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, mengantar pendekatan aku dan Dareen yang lebih intensif ke WhatsApp.

Percakapan yang berlangsung setiap hari membuat pembahasan aku dan Dareen semakin melebar. Mulai dari motivasi, kegagalan, kesuksesan, hingga self improvement. Meskipun, dibalik lebarnya pembahasan aku dan Dareen selalu terselip pertanyaan-pertanyaan privasi yang memang sewajarnya terjadi. Entah terkait kehidupan hingga aktivitas sehari-hari. Mungkin kelihatannya singkat, namun rasa nyaman bisa tumbuh kapan saja hanya bermodalkan satu frekuensi ketika berbincang.

Semakin dewasa, aku semakin mengerti. Ternyata, perkara jatuh hati bukan hanya tentang paras dan kenyamanan, namun juga kepintaran dan akademik. Semua memiliki point masing-masing. Aku merasa nyaman dan seru ketika berbincang perihal pendidikan dengan Dareen. Tanpa sadar, ada rasa yang pelan-pelan tumbuh di balik perbincangan itu.

Dalam mencapai kesuksesan, kita harus melalui satu langkah demi satu langkah, tidak ada yang instan, kecuali menggunakan orang dalam” Ucap Dareen.

Perkataan itu terbingkai di memoriku, senang, sekaligus merasa nyaman ketika mendengar. Dan mungkin, itu adalah permulaan aku jatuh hati dengan sosok Dareen. 

Sekarang, aku mengingat dengan jelas. Hari-hari dimana, Dareen belum berada di posisinya yang sekarang. Ketika Dareen akan berangkat ke posisi tersebut. Malam itu, Dareen berangkat dari Semarang menuju Jakarta. Meskipun itu bukan kali pertama aku dan Dareen telfonan hingga video call, namun rasanya berbeda.

Di kereta, aku menemani Dareen selama perjalanan. Menyenangkan memang, bisa berbagi banyak hal dan merasa sangat dekat. Setidaknya, aku tidak akan mudah lupa hari-hari dimana kita masih berkomunikasi dan saling tukar foto untuk memperlihatkan kegiatan masing-masing.

Bahkan, sesampainya Dareen di Jakarta komunikasi antara aku dan Dareen masih berjalan dalam kategori yang baik-baik saja. Rasanya memang wajar, saling bertukar pendapat dengan pertanyaan singkat. Bertukar kegiatan dan saling berbagi cerita. Hal yang masih aku ingat dengan jelas adalah perihal Dareen mengajak aku bertemu, menghampirinya ke Jakarta.

Namun, rasanya sulit dipercaya setelah ucapan yang dilontarkan, sosok tersebut bahkan menghilang tanpa satu pesan pun. Aku terus mencoba untuk ber-positive thinking akan kesibukan Dareen ketika bekerja di Law Firm. Ternyata slow respon itu adalah awal dari keretakan hubungan dengan rasa yang telah tumbuh perlahan.

Momen terakhir yang aku dapatkan dari komunikasi itu adalah ketika Dareen mengucapkan “semprotulation” di hari aku seminar proposal. Harusnya kamu paham, bagaimana aku merindu pada sosok yang tak bertuan. Bagaimana sepi menyambut hari dengan semua ketidakbiasaan itu. Mungkin benar, kehilangan akan sangat terasa setelah pergi. Dan ada kalanya, seseorang yang dicintai hanya dapat dinikmati dalam hati, tidak dapat dimiliki.

Pesanku: Jika jatuh, maka jatuh hatilah dengan orang yang tepat!

 

Penulis: Elys Krisdiana, mahasiswa Universitas Islam Indonesia, dapat dijumpai di Instagram @elyskrisdianaa.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.