Thu, 20 Mar 2025
Cerpen / Salma Najihah / Feb 09, 2025

Malam Sastra

Hari itu, purnama telah menampakkan kehadirannya. Suasana yang cukup ramai di sekitar kos tempatku tinggal selama berkuliah di kota pelajar membuatku sedikit tentram.

Para penjaja kuliner di malam hari sedang bahagia-bahagianya didatangi banyak pembeli. Aroma makanan cukup memancingku untuk mengeluarkan beberapa kertas dari dompet. Namun, kuurungkan niatku mengingat uang bulananku yang belum juga sampai di rekeningku. 

Selesai memoles wajah dan menyemprotkan sedikit wewangian, kukeluarkan sepeda motor warna putih dari dalam garasi kos. Hawa dingin sedikit menusukku. Namun, tak menyurutkan langkah kakiku untuk menuju sebuah acara yang ternyata akan berpengaruh besar dalam hidupku. 

**

“Sudahlah, tak perlu kau menangis. Masih banyak laki-laki lain. Ayolah,” hibur kawanku.

Aku menyipitkan mata ke arahnya sambil mengerucutkan bibir. Ia tak tahu betapa aku menyukainya. Betapa aku sangat ingin mendapatkan ‘cintanya’.

“Lalu, apakah kau akan datang ke acaranya besok? Acara yang kemarin sangat kau tunggu-tunggu.”

“Entahlah, aku masih berpikir untuk hadir, sekadar menyaksikannya membawakan sambutan untuk membuka acara.”

**

Aku sampai di tempat parkir pengunjung. Kulihat arloji. Acaranya belum dimulai, pikirku. Aku memasuki gedung tempat dilaksanakannya acara ‘Malam Sastra’.

Aku menggamit lengan Asih, sahabatku. Kami mengisi daftar hadir dan menerima segelas teh panas serta camilan. Kami menaiki anak tangga.

Di depan ruangan tempat dilaksanakannya acara, mataku menangkap sosok itu sedang duduk di depan ruangan. Seperti menunggu seseorang, atau sedang mempersiapkan sesuatu.

Pandangannya terlihat dalam, sedikit menyimpan kebingungan. Rasa hati ingin kusapa, tetapi kuurungkan karena aku tak ingin merusak acaranya malam ini. Aku berlalu tanpa ba-bi-bu.

Aku mencari tempat duduk bersama Asih. Kami bertemu beberapa teman yang kami kenal. Kami sedikit mengobrol dan mulai mencicipi camilan yang disuguhkan. Di tengah keramaian, mataku tak henti melirik ke arah pintu. “Mengapa ia tak kunjung masuk?”

“Salma?” Seseorang memanggilku dan memecah lamunanku.

Aku mencoba mengenalinya di tengah remang cahaya. Kuungkapkan segala keresahanku padanya. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Jadi, kamu tidak apa-apa datang kemari? Kupikir kau tidak akan datang.”

“Tidak masalah, aku tidak terlalu memikirkannya. Anggap saja aku hadir karena ingin menikmati berbagai penampilan malam ini, bukan karenanya.” Aku sedikit berbohong atas itu.

Selesai mengobrol, ia menepuk bahuku seakan mengatakan, ‘Kau akan baik-baik saja, kau pantas mendapat yang lebih baik’. 

Tidak lama kemudian acara segera dimulai. Aku merasakan aura khas sastra dan seni bercampur di ruang teater yang luas ini. Mereka yang datang maupun yang tampil terlihat sangat ekspresif. Berbeda denganku yang terjerumus dalam kaum-kaum introvert.

Benar dugaanku. Sosok yang sempat mencuri perhatianku kini berdiri di atas panggung dan membawakan sambutannya sebagai ketua pelaksana acara. Sebenarnya aku merasa bangga dan senang ia ada di atas panggung sebagai ketua pelaksana acara. Alih-alih menyemangatinya, aku tersenyum getir mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

Selesai dengan pembukaan, acara inti pun dimulai. Aku sangat menikmati sajian karya yang ditampilkan. Rasa haru, senang, bangga, bercampur menjadi satu.

Sesekali mataku masih mencari keberadaannya di tengah lautan manusia. Imajinasiku mulai mengelana. Bagaimana jika ia mendatangiku? Jawaban apa yang harus kuberikan? Bagaimana jika ia mengetahui bahwa aku datang kemari?

Hingga akhir acara, skenario yang telah kukhayalkan tidak satu pun yang menjadi kenyataan. Sedikit kecewa, tetapi bagaimanapun aku hanyalah mengarang skenario palsu yang tidak diketahui semua orang, termasuk Asih sekalipun. 

Setelah merasa bahwa semua urusanku telah selesai, aku mengajak Asih untuk pulang dengan alasan kosku memiliki jam malam yang tidak dapat ditawar. Asih mengikuti langkah kakiku.

Di luar ruang teater, banyak orang yang juga sedang bersenda gurau. Aku duduk di depan pintu sembari mengenakan sepatu. Sebelum pergi, kusempatkan mencari keberadaan sosok yang sok sibuk itu. 

Oh Tuhan! Kuyakin Tuhan telah mendengar isi hatiku. Sosok yang kucari berjalan ke arahku. Tepatnya, ia berjalan di depanku. 

Aku berpikir dan menimbang. Setelah kurasa itu adalah kesempatan yang tepat, aku memanggilnya. 

“Dany,” panggilku. 

Di tengah riuh ramai orang-orang yang berlalu-lalang, ia menghentikan langkah dan menatapku sebagai respons atas panggilanku tadi. Ia sedikit mencondongkan badan dan wajahnya ke arahku. 

Seketika aku benar-benar lupa apa yang ingin kukatakan padanya. Hening beberapa detik hingga aku menemukan kalimat yang terlintas di pikiranku. 

“Terima kasih atas respons baiknya kemarin,” ucapku. Aku tidak sanggup menatap kedua matanya meskipun rambut dan wajahnya begitu membuatku jatuh hati.

Ia sedikit berpikir dan mengingat-ingat. Mungkin ia juga menyadari bahwa akulah Salma itu. Akulah Salma yang pernah mengatakan padanya?meski tidak secara langsung? bahwa aku menyukainya. Tanpa basa-basi, ia memberikan jawaban terbaik menurutnya.

“Oh, iya.” Ia lantas pergi dari hadapanku. Hening kembali menyergapku. 

Seketika aku merasa lega, kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu. Aku sempat melihatnya beberapa detik sebelum aku ikut membalikkan badan.

Asih yang telah berbaik hati memberiku kesempatan untuk berbicara pada sosok tersebut kemudian datang menghampiriku. Ia paham tentang semuanya. Asih langsung memberi senyum terbaik untukku. Sambil menggenggam tanganku, ia seakan berkata ‘Kau layak mendapat yang terbaik’.

 
 
Penulis: Salma Najihah, berdomisili di Yogyakarta, memiliki kesibukan sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNY. Hobi menulis dan membaca sejak SD membuatnya semakin ingin menekuni dunia kepenulisan. Telah menerbitkan 3 buku antologi cerpen berjudul Setitik Cahaya, Rumah, dan Semu. Salma juga menulis di website LPPM fakultas, website Cakra Dunia, dan Kompasiana. Salma dapat dihubungi melalui Instagram @salmanajihah_.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.