Merelakan Perpisahan
Hidup memang banyak mengajarkan kita akan banyak hal, salah satunya adalah perihal datang dan pergi. Kehidupan yang silih berganti mengajarkan kita untuk bisa menerima seseorang yang ingin datang maupun pergi.
Namun, hal yang sangat sulit memanglah ketika kita harus bisa merelakan seseorang yang ingin pergi. Dimana perpisahan sendiri merupakan salah satu momen yang bisa dikatakan menyakitkan. Karena perasaan senang diawali ketika seseorang datang dan ditutup dengan perasaan haru ketika harus melepaskannya.
****
Akhir tahun 2019 mungkin menjadi sebuah peristiwa yang sangat sulit untuk dilupakan. Setumpuk kenangan yang telah ia buat nyatanya sangat menyisahkan arti yang dalam bagi hidupnya. Dimulai dengan saling membalas cuitan di twitter dan pada akhirnya bisa memulai obrolan di dalam direct message.
Hal ini, menjadi momen yang sangat prestisius karena dengan ini adanya sebuah interaksi yang lebih mendalam dibanding hanya membalas cuitan di twitter. Ia pun membuka percakapan dengan mengucapkan “Halo” serta diiringi dengan pembahasan terkait perkuliahan.
Seiring berjalannya waktu percakapan terus berjalan hingga pada suatu hari ia menawarkan untuk saling bertukar email. Dimana pada saat itu tak sengaja salah satu diantara dua manusia yang bertemu di twitter ini, bertanya terkait kesusahannya dalam mengerjakan salah satu tugas.
Dimana ia tidak mengerti terkait mata kuliah yang dihadapinya. Dengan selang beberapa menit dengan sigap orang itu mengirimkan email untuk orang yang merasa kesusahan ini.
Di dalam email yang berisikan tumpukan ebook yang tebal dan politis serta kalimat pembuka yang manis seakan menyiratkan perhatian kepadanya dimana membuat sesorang yang merasa kesusahan ini merasa terhanyut dan terbuai akan hadirnya.
Dan dengan intens-nya kedua orang ini dalam menceritakan hiruk pikuk kehidupannya, membuat salah satu orang didalamnya tenggelam dalam rupanya.
Keinginan salah satu pihak untuk berlabuh dimana perasaan nyaman meliputi dirinya serta percakapan yang kian hari semakin bermakna dimana tak hanya berbicara terkait “how was your day?” tak hanya terkait “kamu, lagi apa?” namun kini pembahasannya lebih menarik perihal perpolitikan yang ada di dunia.
Namun, ditengah perjalanan. Kedua orang yang berbeda usia ini berada di fase kesibukan masing-masing. Dimana salah satunya sibuk dengan pekerjaannya di salah satu NGO ternama dan salah satunya sibuk akan perkuliahannya serta organisasinya sehingga diawal 2020 mereka tidak memulai percakapan kembali.
Ditambah lagi, pada saat itu hadirnya pandemi membuat percakapan mereka tidak berlanjut. Salah seorang yang pernah merasakan nyaman ini pun tak sengaja melihat kembali obrolan yang dulu sangat lucu dimasa itu, dan berpikiran untuk memulai kembali percakapan.
Dari hasrat ingin memulai percakapan pun terealisasikan dengan memulai menuliskan beberapa kalimat motivasi untuk ia yang sedang bekerja di salah satu NGO ternama. Dan dari sana, dua insan ini saling bertukar cerita terkait kesibukan yang telah mereka lalui.
Bahkan hingga tak terduga di tahun 2021 seseorang yang bekerja di salah satu NGO ini, diam-diam telah menyiapkan persiapan dirinya untuk kenaikan pangkatnya. Dan tak luput salah satu pihak yang masih berstatus mahasiswa mengucapkan selamat dan haru kepadanya.
Meskipun, di tahun 2021 ini, percakapan tak seintens seperti dahulu di tahun 2019. Namun semangat salah satu pihak yang masih berkuliah ini sangatlah tidak putus asa untuk bisa kembali bercakap dengannya.
Dan Alhamdulillah semangatnya terbayar, walaupun percakapan itu tidak lagi sepanjang seperti dahulu. Akan tetapi, bisa kembali bercakap sudah sangat menutupi kegundahan serta kesepian yang melanda di dalam pikiran pelajar ini.
Meskipun percakapan diantara keduanya kini berbeda, akan tetapi banyak hal yang tersirat di dalam percakapan tersebut dimana sangat sulit untuk diutarakan oleh “si pelajar”. Terlebih lagi, “si pelajar” mendapatkan kesempatan untuk bisa bercakap melalui zoom meeting menambah kepuasan bagi “si pelajar” karena hal ini kali pertama ia bisa melakukan hal yang semacam ini.
Tak lupa ditengah-tengah percakapan dua orang yang menyukai pembahasan politik ini, satu diantaranya merasa tersipu malu dan tegang karena tak menyangka harapan yang dulu menjadi angan kini menjadi kenyataan.
Dimana dulunya, si pelajar ini hanya bisa berkhayal kini seorang ini ada di depan laptopnya dengan senyum tipis. Dengan kesempatan bisa mengobrol lewat zoom meeting tersebut membuat “si pelajar” menginisiasikan untuk memberikan suatu ilustrasi yang lucu dan berharap ia menyukainya.
Akan tetapi, di tengah obrolan tersebut “si pelajar” merasa kecewa dan galau karena seseorang yang sibuk itu tiba-tiba tidak sabar untuk mengakhiri pertemuan itu tanpa mengucapkan pamit.
Dengan kesedihan dan tidak menahunya “si pelajar” akan tindakan yang dilakukan oleh seorang yang sibuk itu, terlebih “si pelajar” belum saja memberikan derma kepadanya menambah luka mendalam bagi “si pelajar”.
Sehingga “si pelajar” dihadapkan akan kegundahan dan terjebak di dalam lintasan waktu. Dari hal yang menjadi impian kini menjadi mimpi buruk bagi “si pelajar” dimana ia harus bersiap menerima pilu serta memar di dalam hatinya.
Dan dengan berita kehilangan akan seseorang yang pernah mengisi lembaran cerita di dalam hidup “si pelajar” membuatnya harus dengan rela mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal kepadanya. Dan walaupun tulisan itu dibalut isak tangis yang tak kunjung henti, namun “si pelajar” harus menerima kenyataan ini.
****
Dari sini, mungkin, memang benar adanya bahwa hal yang sangat sulit untuk dikatakan adalah ketika kita mengatakan “halo” untuk pertama kalinya dan “selamat tinggal” untuk terakhir kalinya.
Melepaskan seseorang memanglah tidak mudah, terlebih mereka yang telah memberi warna di dalam kehidupan kita. Namun, hal ini tetaplah harus tetap terjadi, dimana tugas manusia ialah untuk saling berkenalan dan juga untuk saling berpamitan.
Banyak dari kita mungkin merasa sedih maupun kecewa terhadap pilihan mereka yang memilih pergi maupun meninggalkan kita. Karena dengan ini, secara tidak langsung semesta mengajarkan kita untuk belajar kembali dalam mengenal seseorang dari awal.
Mungkin, hal ini terasa melelahkan, namun hidup pastinya akan terus berjalan. Sehingga, kehidupan kita bagaikan sebuah cerita didalam buku dimana setiap bagian dari kehidupan kita akan selalu diisi dengan pertemuan dan ditutup kembali dengan perpisahan.
Mungkin perpisahan memang terdengar menyakitkan, tetapi inilah faktor yang menjadikan kita semakin dewasa. Bahkan seharusnya kita harus berterimakasih kepadanya yang telah mengisi bagian di dalam cerita maupun kisah kita walaupun itu baik ataupun buruk.
Karena dengan itu juga pada akhirnya kita dapat tumbuh dan berkembang.
Harus kita ketahui juga, bahwa hidup menginginkan kita untuk berbesar hati terhadap setiap perpisahan yang terjadi. Dimana hidup meminta kita untuk mau sabar serta percaya bahwa semuanya terjadi karena sebab.
Mungkin saat ini, kita tidak tahu penyebabnya apa, tetapi kita harus percaya bahwa rencana tuhan pasti akan lebih baik.
Walaupun kita hanyalah “persinggahan” bagi mereka yang ingin pergi, tidak apa-apa. Karena kita juga banyak belajar dari mereka. Ingatlah bahwa suatu hari nanti hal-hal baik akan mempertemukan kita. Dengan kita bisa menerima kenyataan ini adalah suatu “the blessing to be human it self”.
Penulis: Teddy Farhan, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia. Dapat dijumpai melalui Instagram @aciofarhan