Met Up Again
“Pergi!!”, suara yang sangat nyaring terdengar di telinga Liodra. Iapun berlari pergi dengan perasaan yang penuh ketakutan. Ia hanya bisa berpikir untuk berlari sejauh mungkin tanpa menoleh kebelakang. Itulah pesan yang barusaja ia dengarkan. Tiba-tiba, didepannya ada seorang yang berdiri sambil memegang pisau sangat panjang. Darah menetes dari pisau itu semakin menambah ketakutan Liodra.
“Tolong”, teriak Liodra sampai membangunkan Andrea disampingnya. Untung saja Andrea bisa membantu Liodra sadar lebih cepat. Semakin hari keadaan Liodra semakin memburuk. Trauma yang dialami sejak kecil sering membuatnya ketakutan dan berhalusinasi tentang sesuatu. Andrea sebagai sahabatnya sangat khawatir. Itu bisa saja membahayakan nyawa Liodra apalagi kalau bicara soal mental. Andrea sudah pernah menawarkan Liodra bertemu seorang psikiater untuk mengobati traumanya tetapi Liodra bersikeras menolak tawaran itu. Dia tidak mengatakan alasannya kepada siapapun. Ia hanya mengandalkan obat,
“Minum ini”
Liodra secara pelan meminum obat itu.
“Terjadi lagi kan? Kenapa kau tidak mau mendengar ku. Kau membutuhkan psikiater”
“Tidak akan. Kenapa sih kau memaksa”
“Kau membuat ku khawatir. Aku hanya memikirkan keadaanmu”
“Terima kasih untuk itu, tapi Aku tidak butuh”
“Sekali saja yah. Ini Aku punya kenalan, dia sudah sangat ahli dalam menangani...”
“Ternyata kau sama saja seperti orang lain, kau menganggapku gila? Untuk apa Aku membutuhkan psikiater. Udahlah, tidak berguna bicara denganmu”
“Liodra, astaga. Kenapa kau keras kepala sekali”
Liodra meninggalkan Andrea setelah pembicaraan itu. Apapun yang terjadi, dia tidak akan pernah ke psikiater. Hari ini tepat seminggu yang lalu Andrea dan Liodra tinggal di lingkungan baru tepatnya di sebuah desa bernama Wohui. Namanya agak terdengar asing tetapi jujur saja desa itu sangat indah dengan pemandangan pantainya yang bergradasi. Liodra meninggalkan begitu banyak kenangan di desa itu. Desa Wohui adalah tempat terakhirnya bertemu dengan kedua orang tuanya sebelum mereka meninggal dunia. Tiba-tiba ponsel Liodra berbunyi. Ada panggilan rapat dari kepala sekolah di tempatnya mengajar. Sejak meninggalkan kota seminggu yang lalu, Ia juga berpindah tempat mengajar sebagai guru di SD Lentera Putih. Meski begitu, gajinya juga tidak kalah banyak dengan sekolah dasar di kota. Fasilitas seperti buku, meja, kursi, papan tulis, dan lain-lain juga lengkap.
Liodra meninggalkan rumah tepat pukul 07:00 tak lupa berpamitan dengan sahabatnya. Hasil rapat memutuskan bahwa dua hari lagi akan diadakan festival anak yang dirangkaikan dengan peringatan hari lahirnya desa Wohui. Sebenarnya Liodra tidak suka dengan acara seperti itu, ia hanya memikirkan kehidupannya dan bagaimana mencari uang. Tetapi, ia tidak enak jika tidak berpartisipasi apalagi setelah rumor buruk tentangnya menyebar di seluruh penjuru desa. Selain itu, kepala sekolah mempercayai Liodra untuk menjadi koordinator acara di bidang perlengkapan. Liodra menolak permintaan itu karena itu bukan tanggung jawab kecil apalagi ia masih penduduk baru di desa. Namun, guru lain mendukung usulan yang diajukan saat rapat tadi.
Sepulang sekolah, Liodra bertemu dengan Danu. Ouh iya, perkenalkan Danu adalah orang pertama yang ia temui di desa Wohui. Sekaligus Danu juga membantu Liodra dari terjangan ombak di tepi pantai waktu itu. Warga desa banyak mengenalnya karena Danu sering membantu untuk pekerjaan mereka seperti penangkapan ikan, pertanian, pengelola toko perkakas otomotif dan banyak lainnya. Tapi, sejujurnya dia hanya bekerja sebagai sekretaris wilayah di desa Wohui. Posisinya tidak tercatat dalam agenda desa namun ia diangkat secara resmi oleh warga desa. Danu hidup sendiri, kedua orang tuanya meninggal sejak ia masih kecil. Oleh karena itu, ia terlihat sangat bersahabat dengan warga desa. Jika dilihat kehidupan Danu hampir sempurna. Tetapi, ada satu rumor yang tidak ada satu orangpun tahu di desa tersebut. Sejak kepergian kedua orangtuanya sampai sekarang, Danu selalu pergi ke tepi pantai kadang seperti tertawa dan berbicara sendiri. Orang lain bilang, dia memiliki kelainan mental.
“Kau disini?” tanya Liodra pada Danu yang terlihat kelelahan karena sedang mengangkat barang.
“Iya, didepanmu”,
“Bukan itu, maksudku. Apa yang kau lakukan disini?”
“Jadi bu guru, Aku disini karena disuruh kepala sekolah untuk menyiapkan acara festival anak”
“Kau, kau juga ada di festival desa?”
“Iya, Aku sekretaris wilayah. Lagipula Aku digaji untuk itu”
“Terus, itu apa?”
“Ouh ini, barang-barang perlengkapan nanti”
“Ouh, dunia ini sempit. Aku pergi”
Danu hanya bisa tersenyum mendengar keluhan Liodra. Kadang Liodra terdengar kasar tetapi dia memiliki hati yang baik. Beberapa hari yang lalu ia membantu anak kecil untuk bersekolah kembali sampai ia berkonflik dengan orang tua anak itu. Untung saja kepala sekolah membantunya.
“Ouh iya, malam ini kau punya acara?”
“Tidak, kenapa?”
“Ayo makan malam di rumah makan depan”
Liodra menerima ajakan Danu untuk makan malam. Tadinya, Danu agak ragu untuk menanyakan hal itu pada Liodra karena sebenarnya takut ditolak. Sesampai dirumah, Liodra sangat lelah karena harus full mengajar hari ini. Setelah rapat tadi mengganggunya akhirnya ia bisa sedikit istirahat. Tiba-tiba, ada seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ketika ia keluar ternyata yang datang adalah pemilik rumah sewa. Namanya Ibu Sri, pemilik rumah sewa tempatnya tinggal. Ibu Sri mengundang Liodra untuk acara penyambutan kedatangannya di rumah makan pinggir laut. Padahal Ia baru saja ingin istirahat. Liodra sudah menolak ajakan itu tetapi Andrea. Itu semua gara-gara Andrea. Andrea sudah ada ditempat itu. Dengan berat hati, akhirnya Liodra mengikuti bu Sri ke tempat itu.
Suasana di rumah makan itu sangat ribut sampai membuat Liodra menjadi tidak nyaman. Ia tidak terbiasa dengan kebisingan dan komunikasi yang kurang bernilai seperti yang mereka sedang bicarakan. Seharusnya memang tidak perlu ada pesta seperti itu menurut Liodra. Tak lama kemudian, Liodra berpamitan untuk pergi dengan alasan tidak enak badan. Mungkin saja begitu, ia juga mengajar full kelas hari ini. Untung saja warga desa bisa memaklumi niat Liodra untuk meninggalkan pesta. Mewakili Liodra, Andrea mengikuti acara tersebut sampai akhir. Liodra agak perfeksionis, dia selalu menetapkan standar tinggi terhadap orang lain dan terlalu percaya diri atas pencapaiannya. Akhirnya berujung kurang menghargai orang lain.
Haripun mulai menyambut gelapnya malam. Danu datang lebih dulu daripada Liodra di rumah makan tempat mereka akan makan. Di Pinggir rumah makan itu ada pantai jadi suasananya semakin bagus untuk menikmati makan malam. Tak lama, akhirnya Liodra datang. Itu hanya makan malam biasa, Danu juga tidak terlihat ingin membicarakan apapun. Sampai akhirnya, ia pun memulai pembicaraan.
“Tadi, kenapa tiba-tiba kau pergi?” Danu memulai pembicaraan,
Liodra terdiam sejenak sampai makananya terkunyah dengan baik.
“Aku hanya lelah. Jadi, Aku pulang”
“Apa kau tidak suka dengan acaranya?”
Liodra agak sensitif. Ia berpikir ucapan Danu sudah sangat menyinggungnya.
“Jika kau hanya ingin mengatakan itu, Aku pergi”
Danu tidak pernah berpikir jika kata-katanya bisa menyinggung Liodra sampai seperti itu. Sekarang Pun dia pergi dengan perasaan yang tidak baik. Danu hanya mengatakannya agar warga desa bisa menerimanya dengan baik. Namun, ia tak tahu sampai responnya seperti itu. Akhirnya, Danu mengejar Liodra yang baru saja keluar dari rumah makan itu.
“Tunggu sebentar”
“Apa?”
“Kenapa kau marah? Kau tidak suka dengan perkataan ku?”
“Sudah? Aku cukup mendengarmu”
“Sepertinya kau tidak mengerti bu guru. Dengarkan Aku baik-baik. Aku tahu kau hebat, kau punya segalanya. Mungkin yang sepele bagimu, bisa berarti segalanya bagi orang lain. Ada baiknya kau bisa menghargai perbedaan sudut pandang. Setiap orang berada dijalan yang berbeda mungkin kau bisa berjalan lurus-lurus saja. Tapi orang lain bisa saja menemui jalan berkelok-kelok ditengah perjalanannya. Kau tahu kan maksud ku?”.
Liodra terlihat tidak suka dengan ucapan kritik Danu jadi ia langsung pergi sampai melupakan ponselnya didalam ruangan. Danu tidak akan mengatakan itu jika itu tidak ada kaitannya dengan warga desa. Kemarin Ibu Sri dan beberapa warga desa lain berkumpul untuk membicarakan konsep pesta penyambutan. Mereka menyiapkan segalanya subuh hari dan menunggu Liodra pulang dari sekolah. Itu juga sebagai rasa terima kasih warga desa karena Liodra ingin membantu dalam persiapan festival anak nanti. Lihatlah Liodra karena kesalnya dengan ucapan Danu, ia sampai meninggalkan ponselnya didalam. Suara rintik hujan mulai terdengar mengguyur tanah desa Wohui saat ini. Danu jadi khawatir dengan keadaan Liodra karena rumahnya masih agak jauh sedangkan ia tidak membawa mobil ataupun payung. Hujan turun semakin deras, Liodra menyesal meninggalkan ponselnya didalam rumah makan itu jadinya tidak bisa menghubungi Andrea. Ditambah high hells yang agak menyakiti tumitnya.
Ditengah perjalanan tiba-tiba sepatu Liodra rusak karena berlari terlalu cepat. Hari ini benar-benar sial dalam hidupnya. Padahal itu sepatu mahal yang baru saja di belli dua hari yang lalu. Tiba-tiba, ada payung di atasnya. Siapa yang memberikan payung itu? Ketika ia berbalik ternyata orang yang memberikan payung itu adalah Danu.
“Ini, ponsel mu tertinggal”, Liodra langsung mengambil ponselnya tanpa berkata apapun. Danu memberikan payung itu untuk Liodra agar ia tidak lebih kehujanan sampai ke rumahnya. Hujannya semakin deras. Itu menjadi pertemuan yang berharga untuk Danu, jujur saja ia merasa senang setiap kali bisa membantu Liodra. Keesokan harinya, hujan telah berhenti sejak beberapa jam yang lalu. Tapi, sepertinya Liodra tidak bisa bergabung hari ini untuk membantu persiapan festival anak yang akan diadakan besok karena ia menderita flu dan badannya agak dingin karena kehujanan semalam. Payung itupun tidak berguna karena sudah terlanjur basah. Andrea berteriak memanggil Liodra karena diluar Danu mencarinya.
“Ada apa?” tanya Liodra pada Danu dengan wajah sangat lemas. Wajahnya agak pucat. Secepat itu bisa sakit.
“Kau sakit?”, Danu mengulurkan jari-jarinya ke dahi Liodra untuk mengecek suhu tubuhnya. Liodra sampai kaget karena melihat sikap perhatian Danu.
“Apasih”
“Ada apa? Aku hanya mengecek suhu tubuhmu. Ternyata panas. Kau segera makan dan minum obat”
“Kenapa kau disini?”
“Kepala sekolah menyuruhku mengecek keadaan mu. Sebentar lagi kita akan rapat lagi untuk persiapan festival nya. Tapi, kau sakit. Ya sudah istirahat saja”
Liodra mengatakan sesuatu ketika Danu ingin pergi dari rumahnya.
“Sebentar”
“Ya, ada apa?” ujar Danu.
“Apa kau menyukai ku?”
Danu sampai kaget mendengar ucapan Liodra. Kenapa Liodra tiba-tiba menanyakan hal itu?
“Kenapa kau berpikir begitu?”
“Tidak, saat pertama kali ke desa ini. Kau tiba-tiba datang membantuku, kau menolongku sewaktu berdiri di tepi pantai, kau mengajak ku makan malam dan yah kau selalu berada didekatku”
“Aku membantu mu tidak gratis. Ditepi pantai waktu itu, Aku melihatmu ingin bunuh diri. Aku mengajakmu makan malam karena ingin berterima kasih. Dan juga, Aku tidak pernah mengikuti mu. Itu hanya sebuah kebetulan. Aku tidak mengerti, apa kau menganggap niat baikku sebagai bentuk rasa suka”
“Tidak, Aku hanya ingin mengatakannya”
“Jangan berpikir seperti itu”
“Aku hanya ingin bilang. Aku pernah mendengar bahwa pasangan itu ketika ada kecocokan antara satu sama lain. Seperti yang kau katakan semalam, yah kita memang berada dijalan yang berbeda. Jalan kita berbeda. Secara status sosial, kita berbeda. Oleh karena itu, ku harap kau tidak melewati batas”
“Kukira kau sudah berubah, ternyata tidak. Ternyata ini dirimu sebenarnya. Hidupmu sangat rumit”
Keesokan hari kemudian. Hari festival anak, berkat Danu semuanya sudah dipersiapkan sebelum waktu yang telah ditentukan. Kepala sekolah sangat berterima kasih pada Danu karena acaranya bisa lengkap tanpa kekurangan apapun. Sejak subuh tadi, ia langsung pergi ke lokasi acara untuk melihat kerja para staf acara. Bahkan, Danu sempat ke kota untuk membeli beberapa barang karena ada kekurangan sedikit. Untung saja bisa dilengkapi sebelum acaranya mulai. Pukul 08:00, acaranya pun dimulai. SD Lentera Putih menampilkan tarian sebagai pembukaan acara. Selanjutnya beberapa orang tua desa menyampaikan sepatah kata sebagai petuah. Acara semakin seru ketika anak-anak tampil satu persatu untuk memperlihatkan bakat mereka. Semua orang merasa senang dengan persembahan acara.
Namun, ada masalah sedikit dengan Rara. Rara adalah anak Ibu Sri pemilik rumah yang ditempati Andrea dan Liodra. Waktu itu, Danu melihatnya sedang menangis dibalik panggung karena ia tidak tahu harus melakukan apa dan ia takut tampil didepan umum. Danu terpikir seseorang yang bisa membantu Rara menyelesaikan penampilannya hari ini. Ia pergi memanggil Liodra yang sedang duduk di kursi penonton.
“Ayo ikut Aku”
“Mau kemana?”
“Ikut saja”
Liodra sungguh tidak ingin terlibat dengan urusan orang lain. Apalagi mendengar ucapan Danu semalam. Tapi, ia juga kasihan dengan Rara karena ia tak berhenti menangis dibelakang. Rara ingin menunjukkan penampilan terbaik untuk ibunya didepan panggung tetapi ia takut membuat kesalahan karena terlalu takut tampil didepan umum. Akhirnya, Liodra membantunya untuk melakukan sesuatu. Suara host acara sudah terdengar memanggil nama Rara. Rara naik ke panggung dengan penuh keberanian bersama dua orang temannya. Yaitu Danu dan Liodra. Liodra membantu mengurangi ketegangan Rara dengan tampil didepan panggung juga. Akhirnya, Rara setuju untuk melakukannya. Mereka menari bersama untuk penampilan Rara.
Ibu Rara begitu bahagia karena anaknya akhirnya bisa memberanikan diri untuk tampil didepan orang banyak. Liodra juga tahu di sekolah Rara sangat pemalu. Bahkan untuk berdiri saja didepan umum untuk memperkenalkan diri, ia sangat malu. Berkat Liodra dan Danu, Rara bisa melepaskan ketakutannya terhadap publik. Selepas acaranya, semua staf sedang membersihkan sampah dan mengumpulkan semua peralatan yang sudah dipakai. Rara menemui Liodra ketika ia akan pergi.
“Ibu Guru”
Liodra berbalik melihat Rara,
“Ya ada apa?”
“Terima kasih Bu Guru untuk hari ini. Ouh iya, ini. Aku pernah mendengar kalau seseorang sedih berikan permen maka hatinya bisa senang”,
Liodra menerima permen pemberian Rara. Ia memang sedang dalam kondisi tidak baik.
“Baik, Terima kasih juga untuk ini. Kau bekerja sangat baik. Bu Guru akan menunggu penampilan mu di kelas yah”
“Siap bu guru” balas Rara sembari tersenyum.
Liodra pernah merasakan hal yang sama seperti Rara. Oleh sebab nya ia menjadi guru. Ditengah jalan, ia melihat ombak yang di pinggir pantai. Ada panggilan hati karena hal itu olehnya Liodra pergi ke pinggir pantai sampai meratapi ombak di sana. Tiba-tiba seseorang memegang tangannya. Liodra berteriak. Ia memiliki trauma ketika lengannya dipegang. Danu menenangkan Liodra karena begitu ketakutan padahal tidak ada yang terjadi. Tak berapa lama akhirnya Liodra bisa sadar dari ketakutannya. Sebenarnya itu semua karena kembang api diatas itu yang membuat Liodra bahagia. Dia menyukai kembang api.
“Itu, kembang api” ucap Liodra sangat senang.
Danu menatap Liodra dari samping melihat bagaimana wajahnya tersenyum melihat kembang api itu. Orang-orang tidak akan percaya jika Danu tidak menyimpan perasaan pada Liodra setelah melihat cara Danu menatap Liodra seperti itu.
“Yah benar, itu kembang api”
Tak berapa lama, mereka harus meninggalkan tempat itu karena hari sudah semakin malam. Disana juga sedang banyak sekali angin jadi tidak baik untuk kesehatan Liodra yang baru saja sembuh dari flu dan demam. Di Tengah jalan, ketika mereka berjalan berdua tiba-tiba ada seseorang berdiri didepan Liodra dan Danu. Wajahnya nampak tidak asing, senyumnya begitu manis, tampan dan ia seperti orang baik. Ternyata orang itu adalah Dafa.
“Kak Dafa?”
“Liodra? Akhirnya Aku menemukan mu disini. Bagaimana keadaanmu?”
“Aku baik kak, kakak sendiri bagaimana?”
“Aku baik. Senang melihatmu disini. Sudah lama yah”
Dafa adalah teman lamanya Liodra ketika masih menginjak SMA. Liodra memiliki banyak kenangan bersama Dafa. Sebab Dafa adalah orang yang pernah disukai Liodra ketika masih SMA. Bahkan sampai sekarangpun, Liodra masih biasa memikirkan Dafa di selang-selang waktunya. Tapi, ia sudah tidak memiliki perasaan lebih pada kak Dafa selain rasa suka sebagai teman. Sejak Liodra putus dari Azka, ia sudah tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Dafa. Oleh sebab nya itu, Liodra memutuskan untuk menjauh juga dari Dafa karena Azka adalah teman baiknya mantan pacarnya
Apa Danu memang tidak menyukai Liodra sama seperti yang dia katakan sebelumnya? Ataukah dia berusaha menyimpan perasaannya karena tidak mau Liodra menjauh? Lalu pada akhirnya siapakah yang akan disukai Liodra, apakah Danu atau Dafa?
Penulis: Ulfiah Syukri, Mahasiswa Unismuh Makassar dan Ketua Divisi Education and Business di belajarbersama. Dapat ditemui melalui instagram @ulfsy.17.