Thu, 12 Dec 2024
Cerpen / Taufiq Ismail / Jan 16, 2021

Potret Luka

Ahmad keluar dari metro mini dengan tas ransel berisi kamera dan tripod yang ia tenteng, ia berhenti disalah satu hotel terbesar dikota itu. Ia lalu menuju lobby kemudian masuk lift menuju lantai 2 tempat resepsi pernikahan akan dilangsungkan. 

Hanya beberapa orang disana, diantaranya keluarga mempelai dan beberapa karyawan hotel yang sibuk mengobrol mungkin sedang membicarakan persiapanya. Yang lainya sibuk mondar mandir memperbaiki dekorasi dan lainya sibuk mempersiapkan makanan.

Ahmad menuju depan panggung tempat yang telah di siapkan untuk kameramen, Ahmad mengeluarkan perlengkapan memotretnya.

Pekerjaan ini ia Ambil karna tidak ada pilihan lain. Setelah lulus kuliah, Ahmad harus mengikuti tuntutan orang tuanya untuk menjadi seorang PNS. pada tes CPNS sebelumnya ia gagal, sekarang ia harus menunggu dan mempersiapkan diri untuk pendaftaran CPNS selanjutnya.

Untuk mengisi waktunya Ahmad mengambil pekerjaan ini, yang beberapa bulan lalu ditawarkan oleh sahabatnya Niko yang sedang merintis usaha studio foto, karna melihat bakat memotret Ahmad, Niko mengajaknya untuk bergabung.

Sama seperti sesi pemotretan sebelumnya, tak ada yang benar-benar menarik untuk Ahmad, ia merupakan orang yang tak begitu menyukai keramaian. Ahmad bahkan tidak pernah tau siapa  yang ia potret, karna ia juga terkesan tidak ingin tau. Ahmad hanya memotret lalu pulang, begitu lah dia menjalani rutinitasnya.

Tak lama setalah mempersiapkan kamera ia ditawari untuk sarapan terlebih dahulu, tanpa disangka ia bertemu orang yang tak asing dalam hidupnya.

"Sarapan dulu mas" Suara itu datang dari arah belangkang Ahmad.
"Ehh Abah?" Ahmad terkejut
"Ahmad ?"
"Abah, kok ada disini?" Tanya Ahmad
"Ini kan pernikahan putri saya"
"Ohh pernikahan kak Rosa?"
"Bukan, ini pernikahan Rika"
"Apa, Rika?" Ahmad terkejut
"Iya, bukanya Rika mengundangmu?"
"Iya aku di undang kok, ini aku juga yang di minta jadi kameramen pernikahanya hehe"

Ahmad mencoba membuat-buat cerita agar tak terlihat malu, padahal dia tidak tau apa-apa sama sekali.

"Wah bagus itu, mari kita sarapan dulu"

Setelah sarapan Ahmad kembali ketempatnya, ia segera mengambil ponsel dari dalam tasnya, lalu menelfon Niko untuk segera datang menggantikannya.

"Haloo"
"Iyah Halo, kenapa Ahmad?"
"Ba**sat, kamu tau ini pernikahan siapa?" Ahmad dengan nada kesal.
"Hahaha maafkan saya Ahmad, tapi ini permintaan langsung dari Rika" Niko mencoba mencairkan hati Ahmad.
"Gak usah ketawa-ketawa, gak lucu. Kemari gantiin gue"

"Sampai kapan lo mau jadi orang naif? Terus menghindar, selalu pura-pura terlihat Menerima semua padahal lo masih belum bisa lepas dari bayang-bayang Rika"

"Jangan sok tau yahh"
"Siapa lagi yang paling tau lo?"

Bisa dikatakan Niko adalah satu-satunya sahabat yang tau persis segala hal tentang Ahmad. Bahkan Niko yang pertama kali memperkenalkan Ahmad dengan Rika disuatu bazar, Niko dan Rika kebetulan satu jurusan.

Disanalah mereka berkenalan, disanalah awal mula diam-diam Ahmad jatuh hati pada Rika. Sampai setelah 3 tahun pacaran dan Ahmad di tinggal Rika karna alasan yang tidak pernah Ahmad tau persis. Tapi pada Akhirnya Ahmad tau ada orang ketiga di antara mereka, orang itu yang hari ini akan menikah dengan Rika.

"Tapi gue gak bisa Nik"

"Ahmad, jadikan ini sebagai patah hati terakhir lo karna Rika. Jadikan moment ini sebagai sakit hati terbesar lo karna menyayangi Rika dan setelah ini lo harus benar-benar Ikhlasin dia"

"Tapi Nik, ini terlalu berat untuk gue"
"Sampe kapan lu mau kayak gitu?"
"Hadehh iya iya yaudah"

Ahmad mematikan telfon, menarik nafas dalam-dalam mencoba membunuh segala sesak di dalam dadanya. Ahmad berjalan menuju toilet, membasuh wajahnya. ia berdiri di depan cermin melihat raut wajahnya. Melihat jauh kedalam dirinya. kamu harus bisa, Berhenti lah berpura-pura Ikhlas karna kali ini harus benar-benar Ikhlas.

Ahmad kembali menuju ketempatnya, persis di depan panggung. Tugasnya Adalah mengabadikan setiap moment kebahagiaan hari itu, meski dengan hati yang terluka. Entah namun bisa dikatakan Ahmad adalah orang yang paling sial hari itu, bagaimana tidak ia harus bisa ikut berpura-pura bahagia meski ia sadar ini adalah hari yang sangat menyedihkan untuknya.

Sang Pengantin akhirnya tiba, seisi ruangan mulai ramai. Kedua mempelai berjalan pelan dengan baju pengantin dan di dampingi oleh orang tua mereka masing-masing, tamu ramai bersorak sorai. Ahmad hanya diam, memandangi Rika yang begitu cantik dengan gaun pengantinnya.

Wajahnya masih terlihat sama seperti ia pertama kali bertemu, teduh dan selalu bisa menyejukkan hati Ahmad. Pengantin semakin mendekat dan semakin jelas dimata Ahmad.

"woy... malah bengong, fotoin tuh pengantinya" Seseorang menepuk pundak Ahmad.
"Ehh iyah mba, maaf, maaf" Ahmad bergegas mengangkat kameranya.
"Kamu  tuh gak berubah yah, kalau ngomong sama orang diliat dulu dong orangnya" protesnya.
"Ehh kak Rosa hehehe"

Sebenarnya Ahmad mengenali suara kak Rosa kakak dari Rika, tapi Ahmad tak mau menoleh. Ia berusaha sekuat hati menyembunyikan kepedihan hatinya.

"Kamu apa kabar?" tanya Rosa
"Alhamdulillah baik kak"
"Sudah lama kita tidak ketemu, terakhir waktu acara Ulang tahun Rika yah”

Ahmad hanya tersenyum.

"ehh ngomong-ngomong kamu udah ketemu Mama? Dia sering nanyain kamu tuh"
"Belum kak"

Ahmad sudah amat dekat dengan keluarga Rika, semua itu bermula ketika usia pacaran mereka setahun lebih. Saat itu Rika Menanyakan keseriusan Ahmad, dengan spontan Ahmad menjawab “kalau gak percaya bawa aku bertemu orang tuamu”.

Begitulah Ahmad harus membuktikan rasa cintanya kepada Rika, Ahmad sampai tidak bisa tidur semalaman. Mencari berbagai macam referensi tips pertama kali bertemu calon mertua di youtube. Sebuah pesan masuk dari Rika “sebelum magrib kata Abah” Pesan itu membuat Ahmad berkeringat dingin.

Namun yang di takutkan Ahmad sama sekali tidak terjadi, ia justru disambut baik oleh keluarga Rika. Wajar saja kata Rika, keluarga ini sangat menginginkan anak laki-laki dari dulu.

Abah sering menghabiskan waktu bermain catur dan mengurus taman di halaman rumah bersama Ahmad. Mama bahkan mengganggap Ahmad sudah seperti anak sendiri. Sedangkan kak Rosa selalu menjadikan Ahmad sebagai teman curhat, ketika didekati cowok.

Begitulah hari-hari Ahmad dulu, begitu dekat dan hangat dengan keluarga Rika, sebelum akhirnya perpisahan itu tak terelakkan dan Ahmad menghilang tanpa kabar. Kini tahun-tahun berlalu dan bagi Ahmad semua masih terasa dekat.

Setelah beberapa agenda, akhirnya sampai pada Acara inti yaitu Ijab qabul. Perasaan Ahmad tak karuan, perasaan itu bahkan tak bisa ia bahasakan. Ia senang, sedih, terluka, kecewa, cemburu semuanya bercampur aduk dalam dada Ahmad.

Sang penganting pria dengan begitu gagah menjabat tangan sang penghulu, dengan sekali tarikan nafas dengan suara yang lantang dan dalam, sang mempelai pria begitu sempurna mengikrarkan Ijab qabul.

Diteruskan ke wali Nikah juga dengan lantang mengucapkan "SAH" "SAH". Perasaan Ahmad makin hancur ia sangat ingin berteriak "TIDAK SAH" tapi ia juga harus bijaksana, betapa untuk Ikhlas kadang-kadang harus dengan cara memaksa.

Seisi ruangan Riuh, semua berbahagia hari itu. Termasuk para karyawan hotel yang menyaksikan proses Ijab qabul tersebut dari jauh,  Mereka terlihat tersenyum haru. Dan Rika, entah apa yang ia rasakan, Ahmad  hanya melihatnya meneteskan airmata saat mencium tangan mempelai pria, kemudian memeluk Abahnya, lalu Ibunya lalu memeluk Kak Rosa.

Mereka saling berpelukan dan meneteskan Air mata kebahagiaan. Ahmad terus memotret tak ingin melewatkan sedikitpun momen kebahagiaan itu, ia melihat semuanya. Ia menjadi saksi kebahagiaan orang yang ia cintai. Ia mengabadikan semua kebahagian itu, meski ia tau ia juga sedang terluka.

Kedua mempelai duduk Manis diatas pelaminan, disamping kiri dan kanan juga duduk orang tua kedua mempelai. Tamu satu persatu naik keatas panggung mengucapkan selamat kemudian foto bersama. Ahmad memotretnya satu persatu, dengan begitu sabar dan teliti.

"Sini kameranya, naik sana ucapin selamat" Niko tiba-tiba muncul dari belakang.
"Kok lo ada disini?"
"Lo lupa, Rika kan teman gue juga"
"Sia*** lo"
"Gimana perasaan lo?"
"Hancur"
"Udahh, sana naik ucapin selamat. Nih gua juga udah siapin amplop buat lo"
"Isinya bukan uang seribu kan?"
"Yaelah nggak lah, udah sana"

Ahmad berjalan kearah kanan, menaiki tangga pelaminan. Ia berjalan merunduk, menyalami kedua orang tau mempelai Pria. Kemudian kembali melangkah mengangkat kepalanya menyalami pengantin pria.

"Selamat bro, gue turut bahagia."
"Ahmad maafinin gue..."
"Udah bro, hari ini adalah hari bahagia kalian. Lupain aja, aku udah ikhlas kok" Ahmad memotong pembicaraan.

Ahmad memeluk mempelai Pria.

"Jaga Rika, jangan sakitin dia" bisik Ahmad.

Ahmad lalu menyalami Rika, tanpa disangka Rika menangis lalu memeluk Ahmad.

"Ahmad maafin gue" tangis rika pecah.

"Udah jangan sedih gitu, gue kesini pengen liat lo bahagia. Gue janji gak bakalan menghilang, gue akan jadi teman lo. Gue ada buat lo, keluarga lo suami lo dan anak lo kelak" . Ahmad mencoba menenangkan.

Rika melepas pelukanya.

"Udah jangan menangis, ini hari bahagia lo dan lo harus bahagia"
"Terima kasih Ahmad, soal semua ini saya yang meminta Niko. Karna aku ingin kamu datang dihari bahagiaku"
"Terima kasih juga, telah mempercayaiku untuk mengabadikan moment bahagiamu"

Ahmad lalu kembali melangkah, kali ini ia di sambut pelukan Abah.

"Selamat yah Abah, Ahmad turut bahagia" bisik Ahmad
"Nak Ahmad, kamu haru belajar melihat kenyataan. Sebelum benar-benar menerima kenyataan"
"Iya Abah, betul katamu. Aku selama ini menutup diri dari kenyataan"

Ahmad kembali melangkah, kali ini sambutan hangan dari Mama Rika memeluk Ahmad. Kali ini air mata Ahmad jatuh.

"Nak Ahmad, Rika sangat ingin berbagi kebahagiaanya denganmu. Namun ia takut kamu takkan datang jika hanya sekedar memberimu undangan, ide ini memang sedikit gila. Tapi jujur tak ada maksud membuatmu sakit hati. Rika hanya ingin membagi kebahagiaanya denganmu, meski dengan cara yang lain, dengan cara yang sama sekali tak kau kehendaki"

”Iya bu’ sekarang aku sadar dan tau apa yang harus aku lakukan.

Ahmad berjalan menuruni tangga pelaminan, hatinya kini begitu lapang. Ia berjalan kembali ke tempatnya. Niko merangkulnya, pandangan mereka ke arah kedua pengantin yang berbahagia. Ahmad tersenyum, Niko ikut tersenyum.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.