Sat, 27 Jul 2024
Cerpen / Dec 26, 2021

Pulang

Oke. Sebentar setelah sholat zuhur.

-Sent 

Aku berbaring di kasur setelah mengirim pesan kepada Rahayu. Karena masih ada waktu sekitar 1 jam, akupun mulai mengambil posisi paling nyaman: dua tumpuk bantal kepala, serta bantal guling dan Boneka Doraemon ukuran sedang masing-masing di sisi kanan kiri tubuhku. 

Pukul 11.55 alarm ponselku berbunyi. Aku pun bersiap untuk melaksanakan sholat lalu pergi bertemu dengan Rahayu di rumahnya. 

Berbekal arahan yang diberikan Rahayu, aku berangkat menggunakan angkot. Angkot pertama berhenti di gerbang masuk sebuah pasar tradisional. Pasar ini begitu besar, ramai, dan asing bagi aku yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sini. Di pasar ini, terdapat puluhan ruku yang saling menempel dan berjejer di pinggir jalan. Sedangkan di tengah-tengahnya terdapat berbagai stan yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat.

“Baju kaosnya 100 ribu dapat 3, Dek.”

Dengan cepat tapi tetap berhati-hati, aku berjalan masuk menyusuri pasar. Menyatu dengan puluhan orang yang saling berdempet-dempetan. Berusaha menemukan gerbang keluar dengan memanfaatkan celah yang ada sambil sesekali menggelengkan kepala apabila ada pedagang yang menawarkan dagangannya. 

Setelah berhasil keluar, aku melanjutkan perjalanan dengan angkot yang kedua dan akhirnya berhenti di sebuah gang dengan palang bertuliskan “Melati II”. Sebelum melangkah terlalu jauh, aku menggeser layar ponsel yang menampilkan room chat-ku dengan Rahayu. 

Masuk di Gang Melati II.

Sebelah kanan. Setelah mushola, rumah warna pink.

-Rahayu

***

“Yakin nggak mau bermalam?” tanya Rahayu.

Aku mengangguk. Setelah mengikat tali sepatu, aku berdiri mengamati langit yang mulai gelap. Tangan kananku terjulur ke luar hingga terkena tetesan air dari langit. 

“Ini belum terlalu sore. Hujannya juga mulai reda.” 

Rahayu menemaniku menunggu angkot di depan gang. Selang beberapa menit, sebuah angkot berhenti tepat di depan kami. Rahayu memberitahu sopir angkot tersebut untuk menurunkanku di pasar tadi. Walaupun sedikit ragu karena kode angkot ini berbeda dengan kode angkot yang sebelumnya kunaiki, aku tetap naik sesuai dengan apa yang dikatakan Rahayu.

Setelah duduk bermenit-menit lamanya, akhirnya angkot yang kutumpangi berhenti di salah satu titik. Semua penumpang turun kecuali aku. 

“Pak, ini sudah sampai?” tanyaku.

“Iya, Dek. Ini sudah sampai di pasar.”

Aku mengamati sekitar dari balik kaca jendela yang sudah usang. Ini memang sudah masuk wilayah pasar. Tetapi lokasi ini bukan lokasi tempat turun di angkot pertama maupun tempat naik di angkot kedua sewaktu berangkat ke rumah Rahayu. 

“Tapi, Pak. Ini bukan gerbang keluar pasar,” jelasku.

“Ohh... di sini punya beberapa gerbang, Dek. Bukan cuma satu atau dua. Kalo angkot kode D, khusus berhenti di sini saja.”

“Kalo mau naik angkot kode B di gerbang mana, Pak?”

“Kalo itu saya tidak tahu, Dek.”

Setelah turun dan memberikan uang pada sopir angkot tadi, aku melangkahkan kaki masuk ke pasar. Karena hujan masih saja mengguyur kota ini hingga menyebabkan jalanan menjadi becek, maka aku harus berhati-hati memilih pijakan agar tidak tergelincir. 

Takut salah jalan, aku pun memilih berteduh di teras salah satu toko yang menjual pakaian anak-anak. Melihat sekitar, berusaha menemukan orang yang sekiranya bisa menunjukkanku jalan. Hingga akhirnya aku memilih bertanya pada seorang ibu dengan beberapa kantong kresek hitam di kedua tangannya. 

“Permisi, Bu. Kalo mau naik angkot kode B lewat gerbang mana ya, Bu?” tanyaku. Ibu tersebut melihatku, lalu berpikir sejenak. 

“Kalo tidak salah lewat gerbang yang ada pos polisinya.” Iya, aku ingat gerbang itu. Gerbang tempat pemberhentian angkot pertama yang kunaiki.

Kemudian ibu tersebut menjelaskan bahwa lebih baik memotong jalan dengan melewati stan yang berada di tengah ruko jika ingin cepat sampai. Karena akan sangat jauh apabila harus memutari pasar melewati bagian depan ruko. 

Setelah mengucapkan terima kasih, aku mulai memasuki area stan. Aku memilih mengikuti saran ibu tersebut mengingat ini sudah hampir memasuki waktu magrib. Aku harus pulang sebelum malam. Selain karena angkot sudah jarang beroperasi, juga ada ketakutan tersendiri apabila harus menaiki kendaraan umum tersebut di malam hari. Terlebih saat ini, ponselku sudah tidak aktif.

Langkah-langkah kecilku sampai pada ujung lorong yang bercabang menjadi dua. Membuatku bingung akan mengambil jalan yang mana. Akhirnya aku mencoba mengambil jalur kiri. Berjalan dan berjalan, berpindah dari belokan yang satu ke belokan yang lain, mencari-cari jalan yang sekiranya dapat mengantarkanku ke gerbang tujuan.

Saat tidak memperoleh hasil, aku memutuskan kembali ke ujung lorong yang bercabang tadi. Berniat untuk mencoba mengambil jalur kanan. Tetapi, langkah demi langkah yang diupayakan tetap tidak mengantarkanku ke tempat semula. Aku berhenti di tempat yang asing.

Aku tersesat. Bertambah panik saat lantunan ayat suci Al-Qur’an mulai terdengar. Sedangkan hujan masih turun membasahi kota.  

Saat ini yang kupikirkan hanyalah pulang. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa pulang secepat mungkin. 

Akhirnya aku memilih kembali berjalan menyusuri lorong hingga keluar menuju ruko. Berjalan mengelilingi pasar di bawah air hujan yang tidak begitu deras sambil menahan sakit kepala akibat terlalu panik. 

Lalu, saat hampir menyerah, dari radius beberapa meter aku melihat gerbang dengan pos polisi. Segera aku berjalan cepat keluar dari pasar tersebut dan menaiki angkot dengan kode yang sesuai.

Entah apa yang kupikirkan selama dalam perjalanan sampai aku tak sadar sudah berdiri tegak di depan sebuah gang. Aku menoleh ke rumah pertama sebelah kiri. Rumah tinggi tanpa cat dengan halaman yang luas. Walaupun hari sudah gelap, aku bisa melihat adik perempuanku berdiri menatapku di anak tangga terakhir sebelum akhirnya memilih masuk ke rumah. 

Ia hanya menatapku tanpa ekspresi. Tak ada sapaan, pertanyaan, atau ajakan masuk yang kuterima darinya. Membuatku berpikir, apakah aku sudah benar-benar pulang ke rumah? Atau jangan-jangan ini hanya fatamorgana saja? Atau bisa saja aku tertidur di angkot dan sedang bermimpi?

Aku melihat sekeliling. Mengamati setiap bangunan dan orang-orang yang pulang dari masjid. Aku mengenalinya. Lalu, aku melangkah masuk ke dalam gang. Kembali mengamati sekitar. Warung makan di bagian depan sebelah kanan gang, kukenali sebagai warung milik Mbak Nur. Setelahnya terdapat rumah warna kuning yang merupakan penjual galon. Lalu setelah dan setelahnya lagi, aku mengingat dan mengenali semuanya. 

Aku benar-benar sedang berada di sekitar rumah. Artinya, rumah yang tadi memang benar rumahku. Aku sedang tidak bermimpi.

Dengan semangat, aku berjalan cepat kembali ke depan. Apalagi saat melihat Ibuku sedang berada di teras rumah.

“Kau dari mana saja? Kenapa baru pulang sekarang?” marah Ibu.

Aku berniat menjawab saat sudah sampai di teras saja. Namun langkahku berhenti di halaman rumah saat mendengar suara hujan kembali turun dengan sangat deras. Tetapi anehnya, satu tetes pun tak ada yang mengenai tubuhku. 

Aku menengadahkan kepala. Bukan tumpukan awan hitam yang kulihat, melainkan langit-langit berwarna putih bersih. Kemudian secepat mungkin aku bangkit keluar dan menekan saklar saat mendengar suara mesin air beradu dengan suara tumpahan air di penampungan.

Sejenak otakku mencoba mengolah apa yang sedang terjadi. Dari apa yang kulihat sekarang, aku sedang berada di kamar. Artinya, segala kepanikan, kekhawatiran, dan kelegaan yang sempat kurasakan tadi hanya mimpi. Tidak mungkin aku tidak tahu rumah Rahayu sehingga membuatku tersesat di pasar. Tidak mungkin juga saat ini aku pulang ke rumah dan melihat langsung ibu dan adikku, sementara aku sedang tinggal di kos untuk menjalani pendidikan di pulau yang berbeda. 

Mungkin aku terlalu rindu hingga terbawa sampai ke mimpi. Tapi dari mimpi itu, aku tahu satu hal: semua tentang pulang memang selalu melegakan.

 
 
Penulis: Hafsah Halim Sannang, mahasiswa Universitas Negeri Makassar. Dapat dijumpai melalui Instagram @hafsah_halim.

Tranding

Cerpen / 07 27, 2024
Jarum Dalam Kapas
Cerpen / 07 27, 2024
Dunia Pertama
Puisi / 07 27, 2024
Bocah Pelakon

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.