Fri, 13 Dec 2024
Esai / Kontributor / Dec 28, 2020

20 Mei: Dari Pendidikan Menuju Kebangkitan Nasional

“Minggu depan 20 Mei, Hari Kebangkitan Nasional”. Begitu kira-kira ucapan salah satu kawan ketika kami duduk ngopi sambil diskusi minggu kemarin. Memang, bulan Mei memiliki keistimewaan tersendiri dengan banyaknya peringatan hari-hari besar baik secara nasional maupun internasional, sebut saja hari buruh internasional, hari pendidikan nasional, hari buku nasional sampai hari ini sebagai hari kebangkitan nasional.

Hari kebangkitan nasional identik dengan romantisme sejarah, sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan peran pemuda yang terpelajar. Ditandai dengan terbentuknya organisasi pemuda terpelajar yang hadir sebagi pemacu semangat serta daya juang bangsa kala itu. Sebagai pelopor pergerakan organisasi kepemudaan menjadikan hari lahir organisasi Budi Oetomo diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.

Namun hari kebangkitan nasional bukan hanya sebagai romantisme sajarah yang setiap tahunnya hanya diperingati hanya secara seremonial dengan tebaran pamflet-pamflet dan ucapan-ucapan sebagai eksistensi dan pencari sensasi semata. Tetapi jauh dari itu, kebangkitan nasional harusnya dimaknai dan kembali merefleksikan diri serta beranjak mengaktualkan semangat sebagai generasi yang harus menjunjung nilai-nilai perjuangan, serta tetap pada garis pergerakan menuju Indonesia yang benar-benar bangkit dan merdeka.

Semangat-semangat perlawanan dan pembebasan yang diwariskan tidak boleh dibiarkan redup atau bahkan dibiarkan padam. Tradisi tersebut harus tetap digaungkan dengan tetap terus membangun kehidupan bangsa melalui pembangunan sumber daya manusia. Salah objek berperan penting adalah pendidikan.

Pendidikan pada dasarnya merupakan wadah untuk membimbing manusia sesuai kodrat. Meminjam Ki Hajar Dewantara maka pendidikan dapat dimaknai sebagai sarana membebasakan dan memerdekakan serta memanusiakan manusia serta tempat untuk memunculkan ide, gagasan, perlawanan. Itu dapat dipahami bahwa orientasi besar pendidikan adalah penciptaan manusia utuh dan merdeka yang kaya akan ide dan gagasan. Dengan begitu akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.

Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas tentu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang berkualitas pula, yaitu pendidikan yang dapat membuat manusia sadar terhadap keberadaan dan kemerdekaan manusia serta lingkungan yang berada di luar dirinya. Maka sangat perlu untuk terus berusaha merestorasi pendidikan sebagai gerakan untuk menuju bangsa yang lebih maju dan mandiri.

Restorasi pendidikan dengan memperhatikan aspek-aspek yang harus dikembalikan secara perlahan. Misalnya kurikulum, metode balajar, muatan pelajaran yang berisikan muatan yang didalangi oleh kepentingan dari suatu golongan harus dilenyapkan kemudian diganti dengan pendidikan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Penggunaan metode belajar yang non-dialogis harus pula dihentikan dan diganti dengan metode yang dialogis sehingga peserta didik benar-benar mengalami dan menjadi objek dalam pendidikan.

Muatan pembelajaran yang hanya berusahamemberikan pengetahuan dalam memenuhi kebutuhan pasar kerja harus dihilangkan dan diganti dengan muatan pembelajaran yang sesuai dengan realitas hidup peserta didik pula. Pengembalian aspek-aspek tersebut kedalam makna pendidikan yang utuh dan mendasar akan berdampak dengan meningkatnya pendidikan secara positif.

Tidak akan ada bangsa yang maju yang tidak didukung oleh pendidikan yang kuat. Itu berarti kemajuan pendidikan berarti kemajuan nasional. Karena dengan majunya pendidikan dan bergantinya dari pendidikan yang berisikan kepentingansegelintir manusia menjadi pendidikan yang benar-benar menjadi lahan pemerdekaan akan menciptakan manusia-manusia merdeka yang akan berwawasan dan berpikiran luas tanpa hanya berorientasi pada hitungan untung rugi.

Dengan demikian maka secara perlahan liberatilsme dan kapitalisasi pendidikan yang juga sangat merugikan akan perlahan hilang dengan terciptanya manusia yang benar-benar manusia dan bukan hanya sekedar sebagai pemenuhan permintaan pasar kerja.

Oleh karena itu, hari kebangkitan nasional jangan hanya dijadikan serangkaian acara seremonial yang lahir dari ketakjuban dan romantisme sejarah. Akan tetapi, pengamalan makna yang terkandung harus tetap terus dilakukan dengan penciptaan Ide-ide dan semangat perlawanan untuk mengikis serta menghilangkan penindasan serta penghisapan dengan terus membangun pendidikan yang yang berorintasi pada pencerdasan bangsa dan pemikiran tentang pembebasan dan pemanusiaan. Sehingga melalui pendidikan, kebangkitan nasional akan benar-benar dapat terwujud.

 

Penulis: Ahmad Muzawir Saleh, akrab disapa El merupakan mahasiswa UIN Alaluddin Makassar, aktif sebagai Sekretaris Umum DEMA FTK UINAM.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.