Thu, 19 Sep 2024
Esai / Nur Herliati / May 30, 2021

Antroposentrisme dan Dilema Restorasi Terumbu Karang

Antroposentrisme dan Eksploitasi Alam

Dewasa ini kepentingan manusia semakin sulit dibendung sehingga memicu eksploitasi alam di mana-mana. Hal ini karena manusia menganggap dirinya yang berkedudukan paling tinggi di alam. Dalam pengertiannya di teori etika/filsafat hal ini disebut antroposentrisme. Antroposentrisme ini memandang manusia sebagai pusat alam semesta.

Manusia menjadikan akal sebagai alat untuk mengukuhkan kuasa atas alam. Menurut Neil Evernden (1993) manusia yang antroposentris juga menjadikan lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan kuasa manusia atas pemusatan kemajuan ekonomi, teknologi, komunitas hanya demi manusia.

Eksploitasi alam atas dasar kepentingan antroposentris ini kemudian mendatangkan malapetaka berupa bencana alam yang terjadi secara beruntun karena rusaknya ekosistem. Salah satunya adalah kerusakan ekosistem laut. Kerusakan ekosistem laut yang marak terjadi dan paling dekat dengan kepentingan manusia itu sendiri adalah kerusakan terumbu karang di sekitar wilayah pesisir suatu pulau.

Manusia merusak ekosistem laut dengan mengambil terumbu karang salah satunya untuk bahan material bangunan. Karena akses untuk mendapatkan terumbu karang mudah dan murah manusia tanpa pikir panjang mengambil terumbu karang untuk membangun rumah. Akibat dari hilangnya terumbu karang di sekitar pulau adalah abrasi serta krisis pangan.

Mengapa rusaknya terumbu karang akibat eksploitasi oleh manusia menyebabkan abrasi dan krisis pangan? Hal ini karena terumbu karang memiliki manfaat ekologi sebagai habitat dan sumber makanan bagi berbagai jenis makhluk hidup laut, tempat berlindung serta berkembang biak biota laut.

Jika biota laut seperti ikan tak memiliki naungan sebagai tempat berlindung dan berkembang biak maka secara tidak langsung akan mempengaruhi ketersediaan ikan dan mendorong terjadinya krisis pangan. Tak hanya itu terumbu karang juga memiliki manfaat sebagai pelindung bagi ekosistem di sekitarnya, misalnya melindungi pantai dan pesisir dari ombak besar yang menyebabkan abrasi.

Terumbu karang dapat mengurangi penyebab terjadinya pemanasan global karena adanya proses kimia yang dilakukan oleh terumbu karang dengan zooxanthellae. Proses kimia yang dimaksud adalah perubahan CO2 menjadi zat kapur yang merupakan bahan pembentuk terumbu.

Masyarakat Pulau dan Terumbu Karangnya

Namun, manusia yang memiliki akal tak hanya menggunakannya untuk melakukan eksploitasi semata. Akal manusia juga digunakan untuk melindungi kepentingannya. Perlindungan kepentingan manusia berkaitan dengan terumbu karang  direalisasikan dalam bentuk restorasi terumbu karang di beberapa wilayah pesisir suatu pulau.

Tulisan singkat kali mengambil contoh restorasi terumbu karang dua pulau di Kabupaten Pangkep sebut saja Pulau A dan B. Di mana restorasi terumbu karang jika dilihat dari kacamata relasi manusia dengan alam seperti dua bilah mata pisau. Karena restorasi terumbu karang dilakukan dengan berbagai latar belakang kepentingan antroposentris dan bukan murni karena kesadaran relasi manusia dengan lingkungan yang dalam sebagai satu kesatuan di alam semesta.

Pertama, saya akan menguraikan kepentingan antroposentris atas restorasi terumbu karang di Pulau A. Ada dua hal yang menjadi latar belakang restorasi terumbu karang di bagian utara pulau yang berjarak sekitar dua mil dari bibir pantai. Yakni kepentingan kuasa berupa citra positif kepemimpinan satu aktor selama masa jabatannya memimpin di pulau.

Hal ini didapatkan berdasarkan penuturan aktor tersebut bahwa ia merupakan penggagas dan penanggung jawab restorasi terumbu karang setelah beberapa waktu menjadi pemimpin di Pulau A. Citra positif yang dibangun melalui jalan restorasi merupakan batu loncatan untuk meningkatkan dan mengukuhkan eksistensi manusia secara sosial dan politik. Terlebih karena manusia tersebut merupakan aktor yang memiliki jabatan sebagai pemimpin di Pulau A.

Selanjutnya kepentingan ekonomi manusia. Terumbu karang dimanfaatkan sebagai tempat pembibitan biota laut seperti lobster untuk dijual dan menjadi komoditi ekonomi unggulan Pulau A. Dua gambaran tersebut menjelaskan bahwa restorasi terumbu karang digunakan untuk kepentingan antroposentri semata dalam hal kepentingan kuasa dan kepentingan ekonomi.

Kedua, saya akan menuliskan latar belakang restorasi terumbu karang di Pulau B. Restorasi terumbu karang di Pulau B didorong melalui kerja sama perusahaan swasta, pemerintah, masyarakat dan perguruan tinggi. Perusahaan swasta sebut saja PT X yang bergerak di bidang pertanian dan pengolahan kakao, memiliki tanggung jawab sosial yang difokuskan ke sektor kelautan. Restorasi terumbu karang di Pulau B lah salah satunya. Kemudian, keterlibatan akademisi dalam restorasi ini sekaligus menjadi objek penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan manusia.

Pemerintah dan masyarakat setempat mendapat keuntungan dari segi ekonomi. Karena restorasi terumbu karang yang dilakukan memiliki potensi wisata bahari bagi manusia yang memiliki hobi diving dan snorkeling. Serta menjaga pulau agar terhindar dari risiko abrasi. Jadi, jika dilihat kepentingan antroposentris di Pulau B ada tiga poin utama, yakni: tanggung jawab sosial suatu perusahaan, objek penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan terakhir nilai ekonomis.

Ekofenomenologi dan Konservasi Terumbu Karang

Jika dilihat dari kacamata ekofenomenologi kampanye konservasi dan sustainabilitas menyelamatkan lingkungan semata-mata hanya didorong oleh kepentingan antroposentris (manusia). Selaras dengan penuturan Aldo Leopold (1996) seorang ekofenomenologi mengatakan “ Konservasi selama ini diperuntukkan bagi kebaikan manusia dan dipandang hanya relevan jika melibatkan kepentingan manusia.”

Pernyataan Leopold sangat berkaitan dengan latar  belakang dilakukannya restorasi terumbu karang di Pulau A dan Pulau B. restorasi terumbu karang dilakukan atas dasar kepentingan antroposentris berupa kepentingan kuasa, sosial, ekonomi dan bukan merupakan intensional atas kesadaran manusia bahwa segala sesuatu di alam baik makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup (abiotik) memiliki hak yang sama. Makhluk selain manusia memiliki hak yang sama atas segala sesuatu yang berada di alam walaupun tidak memiliki tanggung jawab terhadap alam itu sendiri.

Upaya restorasi terumbu karang kemudian menjadi seperti dua bilah mata pisau yang memiliki sisi tajam dan tumpul dalam pelaksanaannya. Karena dilakukan atas dasar kepentingan antroposentris semata. Sekian, tulisan singkat mengenai restorasi terumbu karang atas kepentingan antroposentris.

Sampai jumpa pada catatan perjalanan selanjutnya! Terima kasih dan selamat membaca.

 

Penulis: Nur Herliati, kerap disapa Herli saat ini belajar di WALHI Sulawesi Selatan.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.