Thu, 12 Dec 2024
Esai / Naufal Fajrin JN / Mar 03, 2023

Apa yang Mesti Dilakukan Setelah Perpisahan?

Saya Berhenti Sekolah dan Bertahan Hidup di Pelabuhan

Hari itu Selasa (21/02/2023), Kapal Mesin Penumpang (KMP) Masagena berlabuh di Pelabuhan Penyeberangan Ferry Kolaka; Penumpang riuh menerobos antrean mencari tempat duduk. Di antara carut marut itu, ada salah seorang anak yang menatap kami lamat-lamat lantas menyodorkan dagangannya.

“Nasinya kak untuk persiapan berlayar sebentar. Mungkin butuh ki tisu juga,” katanya menghampiri.

Salah seorang penumpang perempuan memberinya syarat untuk membaca kalimat yang menempel di baju bagian belakangnya terlebih dahulu. Sayangnya, Ia tidak mampu memenuhinya.

“Berapa umurmu? Coba kau baca dulu tulisan di bajuku ini baru kubeli jualanmu.”

“Aih nda bisa ka membaca, kak,” matanya memberi sorot memohon.

Namanya Putra. Ia termasuk anak yang tidak beruntung. Di usianya yang menginjak tiga belas tahun, Ia harus membuang jauh-jauh mimpinya untuk melanjutkan sekolah.

Pendidikannya hanya sampai kelas satu Sekolah Dasar (SD). Selepas itu, rutinitasnya adalah menjajakan dagangan tiga kali sehari kepada penumpang sesuai jadwal kapal yang hendak berlayar.

“Ke pelabuhan ka jualan. Ku bantu mamaku,” terangnya.

 

Saya Berlayar Menjauh, itu Artinya Saya Berpisah dengan Mereka

Ia berdiri di anjungan kapal. Matanya sembab. Sementara itu, Ia mesti merasakan kesedihan sedang tumpah ruah di hatinya.

Beberapa kali Ia mengusap matanya sembari melambaikan tangan ke arah dua orang yang sedang berdiri di ujung dermaga.

“Jangan ki menangis,” teriak salah seorang perempuan di antara mereka.

Namanya Andi (Bukan nama sebenarnya), sementara dua orang di ujung dermaga itu adalah orangtuanya.

Andi adalah seorang remaja yang mesti berangkat ke Makassar. Baginya, perpisahan itu meninggalkan kesedihan yang mendalam.

Sementara kapal berlayar, Ia terus memandangi tepi daratan memastikan mereka tetap ada hingga lenyap dari pandangannya.

 

Kami Bertengkar Hebat, Saya Memutuskan Pergi

Perempuan itu geram. Dalam keadaan itu, Ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

Ia berteriak sekuat tenaga meminta seorang pria berkemeja abu-abu yang sedang berdiri di anjungan kapal untuk segera turun menghampirinya.

“Weh turun ko!” teriaknya.

Pria itu menolak. Tampak Ia mengabaikan teriakan itu. Wajahnya datar. Dalam keadaan pengap, Ia berusaha bersikap tenang.

Bagus (Bukan nama sebenarnya) baru saja mengalami pertengkaran hebat dengan perempuan itu.

“Capek ka. Biarkan ma pergi,” terangnya.

Hingga kapal itu berlayar, perempuan itu juga pergi meninggalkan area pelabuhan dengan segenap emosi yang sedang melanda dirinya.

 

Pelabuhan, Bandara, atau Apapun itu adalah Hal Terkejam Kedua setelah Kematian yang Membentuk Perpisahan

Aslan Abidin menulis di dalam esainya bahwa kematian adalah bentuk ketidakmampuan manusia mengendalikan kekuasaan. Ketika manusia meninggal, artinya sebuah perpisahan sedang terjadi.

Walau bagi beberapa orang mengatakan, kematian adalah puncak paripurna atas identitas seorang manusia. Namun, pada akhirnya kesedihan akan selalu ada; sebab perpisahan dan kesedihan adalah dua hal yang selalu bersamaan.

Apa yang dialami Putra, Andi, atau Bagus masing-masing memiliki latar belakang perpisahan yang berbeda.

Bagi ketiganya, kesedihan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Putra bersama pupusnya harapan bersekolah, Andi yang mesti melepas kebersamaan dengan keluarganya, dan Bagus yang memutuskan pergi dari pasangannya.

Pada akhirnya orang menyadari, perpisahan bisa terjadi di mana saja. Namun, pelabuhan, bandara, stasiun, atau apapun itu adalah yang paling kejam setelah kematian.

Sementara, perayaan atas perpisahan adalah satu hal yang mesti dipaksakan.

 
Penulis: Naufal Fajrin JN, dapat ditemui di Kota Makassar. Kesehariannya dihabiskan untuk mengadvokasi kasus represi pers mahasiswa. Ia dapat dihubungi melalui Instagram @naufalfajrin.id

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.