Apa yang Terjadi Dengan Pendidikanku?
Apa sebenarnya pendidkan itu? Apakah hanyalah pemanis bagi setiap orang ataukah hanya menjadi tolak ukur bahwa kita bisa di lihat oleh orang lain dan mungkinkah hanya sebuah cara untuk terlihat lebih pintar dengan orang yang tidak berpendidakan? Inilah yang menjadi tolak ukur di semua negara terutama di Indonesia itu sendiri.
Pendidkan di Indonesia bisa diumpamakan sebagai sebuah rokok memiliki efek candu kepada semua orang yang mencobanya. Tapi yang sangat disayangkan, karena saat ini prosedur-prosedur untuk masuk ke sekolah atau pun tempat untuk belajar akan lebih muda jika mempunyai orang dalam atau yang paling banyak mempunyai keluarga di dalam tempat untuk mendapat pendidkan.
Inilah yang menjadi PR bagi semua instansi, pemerintah bahkan kita sebagai generasi penerusya sebagai orang-orang yang akan memegang kendali dan meneruskan harapan bangsa Indonesia untuk pendidikan yang lebih nyata tanpa adanya sistem kenalan atau orang dalam.
Dalam sistem pendidkan kita yang saat ini jauh dari keadaan yang baik atau bisa dikatakan sakit. Mengapa dikatakan begitu karena memang adanya oknum-oknum yang selalu mengharapakan sesuatu yang lebih tapi menggunakan cara yang sangat tidak terpuji.
Masalah itu adalah penyuapan atau yang biasa kita kenal dengan kata sogok menyogok antara yang bersangkutan dengan orang yang memiliki orang dalam di sebuah tempat untuk mendapat pendidikan. Banyak lembaga pendidikan formal dari dasar sampai dengan perguruan tinggi yang telah menjadi komunitas atau kelompok tersendiri yang lepas dari masyarakatnya. Lembaga-lembaga itu hanya mementingkan status formal seperti ijazah dan gelar.
Sistem pendidikan berorientasi pada kepentingan dan bukan untuk kepentingan anak didik, pasar dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat dengan dalih bahwa strategi pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negeri ini cepat sejajar dengan bangsa dan negara lain yang lebih maju. Namun dalam implikasi perkembangannya tidak diperoleh sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Keahlian dan penguasaan IPTEK yang diperoleh sesuai menamatkan studinya berada dalam posisi dimiliki secara individual dan siap dijual melalui kontrak kerja demi uang, dan bukan menjadikan diri sebagai ilmuwan yang dipeduli dengan nilai-nilai kemanusiaan, bangsa, dan negara. Padahal kerja pendidikan adalah kerja akademik dalam pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dikenal dengan adanya eselonisasi jabatan atau kepegawaian.
Bisa dikatakan itulah yang menjadi ancaman besar jika masih ada sistem orang dalam dalam sistem pendidkan kita. Mereka akan cendrung lebih berfikir berkelompok untuk membuat kelompok masing-masing menjadi kelompok yang bisa memegang kekuasaan dan bisa leluasa memancing orang-orang utnuk menggunakan cara instan.
Akibat dari cara instan itu sendiri adalah pelajar akan hanya mementingkan nilai dan ijazah akan tetapi tidak dengan belajar agar mendapat nilai yang bagus melainkan dengan cara menyogok. Adapun juga dampak globalisasi bagi pendidkan saat ini karena era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan.
Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham. (John Micklethwait, 2007). Sekolah-sekolah bukan lagi tempat belajar melainkan sudah menjadi lahan bisnis yang sangat luar biasa atau bisa dikatakan sebagai lahan basah mengapa demikian.
Karena setiap orang yang bisa membeli sekolah atau mendirikan sekolah yang hanya didasarkan dengan keuntungan bukan dengan dasar ingin mencerdaskan kehidupan bangsa miscaya akan adanya sesuatu yang buruk dalam sistem pendidikannya itu dan menjadi keuntungan juga bagi oknum-oknum yang bekerja di belakang layar untuk medapat keuntungan pula. Zaman sekarang ini ijasah sangat gampang di dapatkan jika kita mempunyai uang atau pun orang dalam yang bisa menjadi pegangan kita.
Bahkan itu sudah menjadi hal bisa di negara kita ini menjadi budaya yang sudah dilestarikan dari dulu hingga sekarang ini. Bahkan bukan hanya itu untuk mendaftar sebuah organisasi pun mempuyai alur akan tetapi ada juga orang yang tidak mengikuti alur dan hanya menunggu orang dalam untuk bisa memuluskan jalannya itukah sistem kita saat ini. Itukah yang mejadi tolak ukur bangsa Indonesia?
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepala sekolah.
Kesimpulan dari hal-hal yang dibahas di atas adalah sistem yang diawali dengan sesuatu yang jelek atau buruk akan terus berkembang menjadi sesuatu yang buruk dan bangsa Indonesia tidak akan pernah maju dengan bantuan orang dalam karna sistem yang mengandalkan kekeluargaan dan orang dalam akan menjadi halangan untuk Indonesia maju dalam pendidkan.
Harapan bangsa Indonesia ada di tangan kita generasi muda krna kita adalah orang yang akan melanjutkan pembangunan Indonesia akan tetapi kita akan bekerja sesuai dengan aturan dan sesuai dengan prosedur yang ada karna bangsa yang cerdas lahir dari rakyat-rakyat yang berusaha dengan kekuatan mereka bukan dengan bantuan orang dalam.
Penulis: Silverter Edwin S.P, mahasiswa FIS Universitas Negeri Makassar, aktif di KMK UNM.