Ayah Juga Perlu KB, Tidak Hanya Ibu
Secara budaya, norma yang berlaku di masyarakat Indonesia masih menempatkan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keputusan dan praktik KB. Jika dilihat lebih dalam, terdapat ketidakadilan gender yang terjadi pada fenomena tersebut, dan ketidakadilan wajib untuk dihapuskan.
Sebagai masyarakat, kita seharusnya mulai melihatnya dengan kritis, mengapa harus ibu yang menanggung beban program KB sendirian? Sementara, banyak ibu yang merasa tertekan dalam rumah tangganya karena tuntutan yang mengharuskan mereka dapat melakukan segalanya terutama demi keluarga. Alhasil ibu menjadi stress dan berujung pada keharmonisan dalam rumah tangga menjadi redup.
Salah satu hal yang menunjang keharmonisan keluarga adalah anak. Sebab anak merupakan karunia Tuhan yang harus dijaga. Namun, memiliki banyak anak juga dapat mengganggu keharmonisan keluarga karena beban finansial yang besar dan berpotensi menyebabkan keretakan rumah tangga, menimbulkan komplikasi kesehatan karena persalinan berulang kali, hingga berdampak pada psikologis anak sebab tidak meratanya kasih sayang orang tua. Oleh karena itu pemerintah meluncurkan Program Keluarga Berencana (KB).
Program KB yang dikenal dengan slogan “2 anak cukup”, bertujuan untuk meminimalisir angka kematian ibu dan anak serta menekan pertumbuhan penduduk. Riset Budi Utomo menunjukkan bahwa pada tahun 1970-2017, sekitar 663.000 kematian ibu karena melahirkan dapat dicegah dengan penggunaan alat kontrasepsi dan diperkirakan dapat membantu menurunkan angka kematian ibu pada tahun 2030 menjadi 70 kematian ibu per 100.000 hidup kelahiran.
KB diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Pada satu sisi, dia mampu meniadakan kekhawatiran akan kehamilan. Di sisi yang lain, para penggunaan KB mengalami berbagai efek samping seperti perubahan berat badan, PMS tidak teratur hingga penurunan libido yang terjadi karena perubahan hormonal saat ber-KB.
Berdasarkan data dari petugas KB di Kecamatan Mandai, sekitar 80% perempuan di wilayah tersebut mengalami risiko dari penggunaan KB yang menyebabkan penilaian negatif terhadap KB. Hal ini didukung dari hasil wawancara yang dilakukan di posyandu Kecamatan Mandai di mana 8 dari 10 ibu mengaku tidak ber-KB karena menghindari dampak negatifnya. Hal ini menunjukkan bahwa program KB untuk ibu tidak efektif, dikarenakan konsekuensi negatif yang dapat menyerang ibu.
Selain itu, adanya mitos yang tersebar dan paling dipercayai oleh masyarakat ialah jika salah satu program KB bernama Intrauterine Device (IUD) tidak berhasil dalam mencegah kehamilan maka IUD akan tertanam di kepala bayi. Akhirnya para ibu tidak ber-KB dan berakibat banyak anak yang lahir dengan interval kelahiran yang relatif dekat dan terindikasi stunting.
Di tengah kesibukan ibu dalam mengurus segala hal yang berkaitan dengan keluarga, pada konteks KB ini, pada bagian mana seharusnya seorang ayah mengambil perannya? Sebenarnya ayah dapat terlibat dalam program KB yang disebut vasektomi sebagai bentuk partisipasi ayah dalam mewujudkan keluarga harmonis.
Vasektomi merupakan proses pemutusan jalur sperma agar tidak ikut keluar bersama air mani saat ejakulasi terjadi sehingga mencegah kehamilan secara permanen dan ayah dapat fokus pada kenikmatan tanpa rasa cemas memiliki anak.
Vasektomi juga tidak mempengaruhi produksi hormon atau fungsi seksual, malah dapat meningkatkan gairah dan keintiman. Vasektomi berbeda dengan kebiri mulai dari proses pengerjaannya hingga dampak yang dirasakannya. Vasektomi ini tidak akan membuat ayah merasakan dampak seperti penggunaan KB pada ibu.
Menurut penelitian dari US Collaborative Review of Sterilization, vasektomi menjadi salah satu jenis kontrasepsi yang paling efektif dengan tingkat keberhasilan mencapai 99%. Vasektomi disarankan untuk pria yang berusia di atas 30 tahun serta sudah tidak ada keinginan untuk memiliki anak.
Selain itu, dilansir dari American Urological Association mencatat bahwa tingkat komplikasi berkisar 1-2% dari sekitar hampir 60 juta orang di seluruh dunia. Artinya vasektomi ini memiliki risiko yang sangat kecil.Saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya meningkatkan penggunaan vasektomi di Indonesia hingga menjadikannya sebagai program yang dapat dinikmati oleh warga masyarakat secara gratis.
Atas dasar tersebut, KB Ibu mungkin efektif tapi membebani ibu. Hadirnya Vasektomi yang menawarkan solusi efektif yang dapat membebaskan perempuan dari beban kontrasepsi dan efek sampingnya.
Dukungan pemerintah dalam hal edukasi dapat mendorong partisipasi pria ikut dalam program KB ini. Dengan demikian, beban KB tidak hanya ditanggung oleh perempuan, sehingga dapat menciptakan kesetaraan dan kesejahteraan dalam keluarga.
Penulis: Fauziah Khumairah, Mahasiswa Administrasi Pembangunan Negara Politeknik STIA LAN Makassar.