Fri, 13 Dec 2024
Esai / Kontributor / May 18, 2020

Belajar Online Ala Anak Pelosok Negeri

Penulis ingin berbagi kisah inspiratif tentang pelajar yang berada di bantaran sungai rongkong, Sabbang, Kabupaten luwu Utara dalam mengakses pembelajaran dalam jaringan (daring). Selama pandemi, saya beberapa kali mengunjungi kawan yang tinggal didaerah bantaran sungai rongkong, Kabupaten Luwu Utara.

Banyak hal yang bisa menarik pandangan, mulai dari kekayaan alam yang berlimpah nan indah sampai keharmonisan dalam bertetangga. Tapi kali ini penulis tertarik berbagi pengalaman pada sisi pendidikannya terkhusus cara mereka menuntut ilmu ditengah pandemi dan bulan suci ramadhan.

Semenjak wabah pandemik ini diumumkan sebagai bencana nasional oleh bapak presiden lewat penerbitan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus Corona.

Pihak sekolah dan kampus ramai mengeluarkan surat edaran yang mengharuskan seluruh civitas akedeminya melakukan Work From Home (WFH) dan Study From Home (SFH) lewat media daring, baik yang disediakan pihak sekolah atau kampus, para tenaga pengajar secara mandiri, maupun lewat platform digital yang sudah disediakan oleh penyedia jasa layanan berbasis online seperti google serta aplikasi-aplikasi yang tersedia di playstore. Semua itu untuk mencegah penyebaran covid19, katanya.

Namun faktanya, tidak semua pelajar dapat mengakses layanan tersebut. Bagi mereka yang punya Handphone saja masih terbatas pada jaringan, apalagi mereka yang tak punya. Selain keterbatasan tersebut, orangtua sebagai pemeran pengganti dalam membimbing dan mengawasi layaknya proses dibangku sekolah itu kurang siap.

Orangtua yang notabenenya berpendidikan tinggi saja kadang sulit menerapkan ditengah kesibukan, apalagi para orangtua yang tidak sempat menikmati pendidikan diusia mudanya. Jelas efisiensi pembelajaran daring ini tidak merata untuk tingkatan Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk tingkat Perguruan Tinggi, dipaksa untuk lebih kreatif dalam mengakses seluruh pembelajaran daring walaupun harus bertaruh nyawa.

Perjuangan tetaplah perjuangan, demi tetap memastikan hadir dalam setiap perkuliahan, mereka rela mengorbankan banyak hal, Mulai dari waktu sampai biaya yang tak sedikit. Tak hanya itu, akses jaringan internet belum terjangkau di daerah ini. Jangankan untuk mengakses internet, jaringan seluler untuk nelpon dan sms saja terbilang susah.

Untuk bisa melakukan komunikasi jarak jauh, perlu mendaki sebuah bukit karena jaringan hanya bisa didapat di tempat khusus dan dataran tinggi, itupun kalau dapat. Kebanyakan dari mereka pergi ke pusat kabupaten atau setidaknya ke daerah yang tersedia layanan internet, yang pasti jaraknya cukup jauh untuk ditempuh dengan kendaraan apalagi jalan kaki.

Sejak balik dari Makassar akhir bulan maret, penulis sangat kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran daring. Bukan cuma karena biaya yang terus dikeluarkan, melainkan jarak tempuh untuk mengakses jaringan internet cukup jauh. Biasanya kita ke dekat jalan poros yang ada Tugu Durian," ungkap salah satu kawan saya yang tengah menempuh pendidikan disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Makassar.

Selain perihal biaya dan jarak, mereka para pelajar yang hidup didaerah tersebut juga sibuk membantu orangtuanya dalam mencukupi nafkah keluarga, apalagi di tengah pandemi seperti ini para penggerak industri rumahan mikro cukup kesulitan menjajahkan hasil produksinya karena pasar dan daya beli masyarakat yang tak stabil.

Mereka rela membantu dari pagi hingga siang. Kadang sampai sore hari dan biasanya untuk sore harinya mereka pergi mencari pakan untuk ternak- ternak mereka.

Selama di kampung, kita juga tetap membantu orangtua kita walau jadwal kuliah padat dan tugas yang banyak diberikan dosen. Berdasarkan keterangan beliau, kita bisa melihat betapa sulitnya membagi waktu antara kuliah dan mengabdi pada orangtua. Tetapi dengan ketegaran dan semangat kerja keras, beliau yakin dan optimis semua akan teratasi dengan baik. Optimisme dalam menjalankan kehidupan sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang kelak.

Masalah demi masalah terus bermunculan, sebagai terpelajar kita tetap harus merawat akal, segala keterbatasan yang ada kita harus carikan solusi yang tepat. Persoalan akses internet yang belum terjangkau mungkin kedepannya bisa menjadi fokus utama pemerintah setempat dalam menghadapi era sekarang yang sudah serba digital dan online. Mau tidak mau, ke depan kita harus terbiasa dengan situasi ini.

Jangan banyak mengeluh, coba untuk tetap bersyukur dalam menjalani hidup, seberat apapun itu. Karena kegagalan sesungguh ketika kita berhenti melakukan apa-apa " penutup serta saran daribeliau.

 

Penulis: Agung Maulana M, traveller merdeka yang berkelana sesuka hati.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.