Thu, 12 Dec 2024
Esai / Ahmad Muzakki / Jan 03, 2021

Cita-citaku Menjadi Youtuber

Jiwa Travelingku meronta-ronta saat aku mendapati sebuah flyer oprec sebuah komunitas sosial yang cukup terkenal di Kotaku. Yaa gimana engga sih, komunitas tersebut mau buat kegiatan di pelosok yang bener-bener jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Nah aku yang saat itu sedang dilema tentang masa depan karierku, dan butuh refresing buat penyegaran otak jadi tertarik buat join. Tanpa pikir panjang akhirnya aku apply deh.  

Singkat cerita, aku ikuti tahapan wawancara, wawancara biasa sih sebenernya, gak kayak wawancara beasiswa atau kerja, tapi entah kenapa jadi kikuk banget. gimana gak coba, yang wawancara mahasiswa semester 2 sedang aku mahasiswa semester 2 digit. Dianya yang grogi, “Duh yang gua wawancarai bapak-bapak lagi” mungkin itu pikirnya. Yah maklum, waktu itu kumis sama jengotku masih panjang dan tebal, khas bapak-bapak muda hehe.   Wawancara kelar tuh, habis itu masih ada meet up gitu sampai 3 kali, baru deh bisa berangkat ke lokasi.

Sebelum berangkat seperti biasa ritual doa bersama, hampir semua volunteer baru adalah muslim, jadi kita doa pake Bahasa arab. Yaa lagi-lagi karena aku yang terlihat paling tua, aku yang pimpin. Kita berangkat, mungkin ada sekitar 30an volunteer, aku boncengan sama ukhti yang (yah lumayan, masuk kriteria mamanya anak-anak). Perjalanan naik motor sekitar 2-3 jam hingga sampai batas akses kendaraan. Sebenarnya bisa sih sampai lokasi, tapi waktu itu air sungai cukup tinggi (yah maklum awal-awal musim hujan) yang membuat kendaraan kami gak bisa lewat. Pilihan satu-satunya adalah jalan kaki melewati perbukitan dan persawahan.

Setelah 3 jam perjalanan jalan kaki yang buat betis meronta, akhirnya kami sampai ke Kampung tujuan kami. kampungnya yah seperti kampung-kampung dikaki gunung pada umumnya, yang jadi spesial disini adalah ‘Jauh dari mana-mana’ dalam hati aku mbatin “Kok ya mau aja tinggal disini, gak bisa kemana-mana.”

Selama disana kami mengajar anak-anak kampung, jadi komunitas sebelumnya sudah membuat sekolah ala kadarnya. Yahh lebih baik sih dari pada harus belajar di bawah kolong rumah warga seperti sebelumnya.

Jadi waktu itu aku dapat bagian bawa materi “Kelas Inspirasi” nah pengurus komunitas menuntut agar aku bisa memberikan inspirasi dan arahan terkait cita-cita mereka. Sebenarnya agak ‘keki’ sih ngebawain materi itu. Yahh, meskipun diantara yang lain Cuma aku yang udah kerja, tapi kerjaanku juga gak baik-baik amat, gak ada yang bisa dibanggain. Masa aku harus memotivasi orang lain sedang aku gak bisa memotivasi diri sendiri. Ya kan?. Tapi gapapalah, namanya juga amanah. Okee njutt.

“hay adik-adik, Kenalkan nama kakak, Zack, kakak guru baru disini” ucapku didepan belasan anak mengemaskan yang tak semua memakai seragam sekolah itu. Pengenalan awal, berjalan baik, aku menjelaskan berbagai hal yang aku tahu terkait cita-cita dan apa pentingnya punya mimpi.

Saat ku Tanya apa cita-cita mereka, dengan semangat berapi-api mereka menjawab dengan jawaban standar anak kecil seusia mereka (yah sama kayak aku kecil dulu). Ada yang mau jadi dokter, polisi, astronot, presiden bahkan aktivis. Hampir semua jawaban masih tergolong wajar sih.

Namun ada satu jawaban yang membuatku terdiam beberapa saat. Sebut saja nama anak itu “Atta”, dia dengan lantang menyebut bahwa ia ingin menjadi Youtuber. Eh maaf belum sempat diceritain ya, jadi kampung itu beberapa bulan lalu baru masuk akses internet, tahun lalu juga baru masuk listrik. Yang punya gawai dikampung itu juga bisa dibilang sedikit sekali, 1 banding 10 lah. Kebanyakan dari mereka tahu tentang internet juga dari volunteer yang datang ke kampung ini. Eh lanjut dulu ya.

Nah saat itu aku kaget banget dong dengan jawaban si Atta, yah meski aku sadar mungkin sebelumnya ada volunteer yang menceritakan tentang profesi conten creator, tapi tetap saja itu masih begitu mengejutkan bagiku. Apakah boleh anak kecil dari desa yang baru-baru mendapatkan karuniah listrik dan akses internet dapat memiliki mimpi untuk menjadi Youtuber.? Lalu apakah mimpi itu realistis bagi anak yang kampungnya jauh dari kota, bahkan harus berjalan kaki hingga 3 jam untuk sampai ke kampungnya?. Saat itu aku benar-benar tertegun.

Lalu kemudian aku tersadar sesuatu, memang itulah sebenarnya anak-anak, kepolosan dan keluguan mereka adalah kemurnian. Mimpi mereka masih jernih belum terkotori oleh keragu-raguan dan batasan lainnya. mimpi yang dapat menembus batas keterbatasan itu sendiri.

Namun, jika dipikir baik-baik pula, profesi Youtuber justru lebih mungkin mereka raih dari pada menjadi dokter, presiden ataupun astronot. karena untuk mewujudkannya bukan hanya skill yang diperlukan, tapi juga pendidikan formal yang justru mereka tidak pernah dapatkan sepenuhnya.

Singkat ceritanya adalah untuk menjadi dokter mereka harus sekolah dan kuliah tinggi. Sedang mereka hanya mengenyam pendidikan “seadanya” di kolong rumah, itupun juga syukur kalau ada yang mengajar. Meskipun ‘mungkin bisa saja’ tapi tentu akan sangat berat, dibutuhkan motivasi tinggi dalam belajar dan bekerja keras.

Sebenarnya yang mereka butuhkan adalah pemerataan pendidikan, yang menyentuh hingga ke pelosok daerah, meskipun mereka tinggal di tengah hutan, mereka juga masih berhak mendapatkan karuniah pendidikan itu sendiri.

 

Namun, jika Negara tidak mampu memberikan karunia pendidikan itu, Negara harus menyiapkan alternative mimpi yang lain, yaa salah satunya mungkin menjadi Youtuber seperti yang dilakukan adik ‘Atta’.

 

Penulis: Ahmad Rif’an Muzaqi (Zack), Jurnalis Portalmakassar.com dan Mahasiswa Berprestasi III Fakultas Teknik UNM 2017.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.