Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Dec 31, 2020

COVID-19 dan Pelemahan Praktik Intelektual

Sudah jadi rahasia umum bahwa COVID-19 ditemukan pada akhir Desember 2019, beredar kabar telah ditemukan sebuah virus yang menyerang penduduk di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Virus itu bernama “Corronavirus”. Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian.

Di luar dugaan, virus ini begitu cepat menyebar ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Dimuat pada media CNN, pada awal Maret, virus itu mulai masuk ke Indonesia berdasarkan pengumuman Presiden Ir. Joko Widodo. Beliau mengumumkan bahwa dua warga negara Indonesia (WNI) positif terjangkit virus corona novel (COVID-19) usai melakukan kontak dengan seorang warga negara (WN) Jepang yang juga terinfeksi corona.

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sebagian besar perkiraan masa inkubasi COVID-19, yakni selama 1-14 hari atau rata-rata sekitar 5 hari. Sementara, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), masa inkubasi COVID-19 atau SARS-Cov-2 terjadi selama 2-14 hari setelah terpapar virus.

Dengan alasan itu pemerintah mengambil keputusan untuk memberlakukan sistem belajar di rumah, begitu pula para pekerja. Mulai 16 Maret 2020, siswa maupun mahasiswa di sekolah maupun universitas di Indonesia tidak lagi melaksanakan pembelajaran di ruang kelas.

Tentu saja hal ini sangat berdampak dalam dunia pendidikan dan akan melemahkan praktik intelektual. Dampak positif maupun negatif pasti kita rasakan, siswa harus mengerjakan tugas-tugas di rumah. Peran orangtua diharapkan lebih aktif dalam mengingatkan dan mendapingi anaknya.

Begitu juga mahasiswa, yang harus berkuliah dengan sistem daring.Keadaan ini bisa menjadi tantangan bagi guru/dosen maupun mahasiswa untuk mengasah skill dalam menggunakan teknologi digital yang berkembang masa kini. Misalnya aplikasi Zoom yang seringkali menjadi pilihan sebagai media pembelajaran.

Adapun polemik dalam melakukan Kegiatan pembelajaran sistem jarak jauh seperti sekarang ini adalah :
1. Membutuhkan biaya lebih karena harus menyiapkan kuota sebagai sarana pendukung dalam mengikuti pembelajaran online.
2. Jaringan Internet yang masih belum merata ke berbagai wilayah.
Hemat penulis bahwa menjadi kendala yang cukup sulit terutama bagi yang tinggal di pedesaan dan tidak memiliki jaringan untuk terhubung ke internet.

Di satu sisi dianjurkan untuk belajar di rumah, namun disisi lain mengharuskan keluar rumah demi mendapatkan sebatang sinyal. Belajar dengan sistem jarak jauh ini tentusaja ada beberapa kegiatan di kelas yang tidak bisa dilakukan secara online. Sebagai calon tenaga pendidik juga kita ketahui bahwa ada penilaian afektif yang tidak dapat dinilai.Hingga seringkali saya temui kalimat di berbagai media sosial " IP tahun ini tergantung pada kuota dan jaringan".

Dengan adanya berbagai polemik yang terjadi maka beberapa kampus mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi kouta gratis kepada seluruh mahasiswanya. Hal ini sudah diterapkan oleh kampus ITB, yang memberikan subsidi sebesar Rp. 150.000/mahasiswa. Saya harap teman-teman memiliki pandangan sebagai problem solving terkait dampak tersebut.

Dalam praktik intelektual juga dilemahkan karena hadirnya virus ini. Praktik intlektual dalam artian bahwa kegiatan belajar dan mengajar di kelas maupun di kampus, forum-forum diskusi, kegiatan berpikir kritis, kegiatan produktif, bedah buku dan lain seabaginya. Melakukan kegiatan di tengan COVID-19 merupakan hal kurang efektif karena dilakukan secara daring. Kendala yang hadir dan dialami siswa maupun mahasiswa dalam pembelajaran dan kuliah daring, baik itu pula kegiatan kajian online dan kegiatan produktif lainnya tidak bisa dipungkiri.

Kendala tersebut yaitu keadaan ekonomi masing-masing setiap keluarga yang berbeda, kapasitas otak setiap manusia pula berbeda, jika melakukan kegiatan belajar maupun kajian dengan daring kebanyakan menggunnakan handphone. Alat komunikasi seperti handphone jika digunakan siswa maupun mahasiswa akan lebih memilih membuka konten yang lain.

Dengan prinsip mereka asalkan tulis hadir saja di grup sudah bisa tahu bahwa kita hadir. Bagi orang tua yang nerada dilapis bawah akan merasa sulit mengawasi anak-anaknya karena banyak hal yang mesti diurusi orang tua, seperti mencari nafkah, urus rumah tangga dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan dalam proses praktik intelektual di tanah air semakin mengalami pelemahan.

Maka dari itu pemerintah punya tanggung jawab atas kondisi seperti ini, contoh mengeluarkan kebijakan kepada setiap pimpinan kampus untuk memberikan subsidi sebagaimana mestinya dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa selama pandemik ini.

Contoh lain pimpinan kampus memberikan keringanan persoalan pembayaran semester, setidaknya pengurangan pembayaran semester pada semester depan sebesar 50%. Pemerintah dan pihak kampus harus memperhatikan situasi saat ini, pendemik COVID-19 merupakan hal yang cukup serius jika tidak dicegah mulai sekarang.

Karena saat ini siswa dan mahasiswa melakukan kuliah daring dengan kouta internet, kouta internet itu dari mana? Dari pribadi sendiri padahal kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan kampus dan merupakan tanggung jawab kampus. Jadi besar harapan mereka ada kebijakan persoalan subsidi kouta internet atau pengurangan pembayaran semester di semester depan dari kampus.

 

Penulis: Dimas Harun, mahasiswa Teknik Mesin Universitas Negeri Makassar yang suka ngopi

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.