COVID-19 Versus Mahasiswa
Saat ini, sudah ada 215 negara dengan kasus COVID-19. Dilaporkan hingga hari ini, lebih dari 4 juta kasus terkonfirmasi positif virus corona dengan 238.730 orang di antaranya meninggal dunia. World Health Organization (WHO) pun telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global. Bahkan, sejumlah negara seperti Italia, India, Prancis, Pakistan, Inggris, memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilyah guna membatasi penularan COVID-19. Lalu, apa sih COVID-19 itu?
Menurut World Health Organization (WHO), COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Coronavirus, yang ditemukan pertama kali di Wuhan, China. Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang, bahkan menyebabkan sulit bernapas hingga meninggal.
Upaya preventif dapat kita lakukan sebagai upaya mencegah dan memperlambat penularan COVID-19 seperti: meningkatkan sistem imun tubuh merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menangkal penularan COVID-19. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti mencuci tangan menggunakan sabun, namun bila air dan sabun tidak tersedia maka sebaiknya menggunakan hand sanitizer, menggunakan masker saat berada di tempat umum, serta bersihkan permukaan benda dengan desinfektan secara teratur
Pemerintah turut andil dalam menangani dan menghadapi COVID-19. Berbagai kebijakan telah pemerintah keluarkan, diantaranya: masyarakat dihimbau agar melakukan isolasi mandiri selama 14 hari, lindungi diri dan orang lain dengan berdiam diri di rumah saja, segala aktifitas dilakukan dari rumah seperti work from home, belajar online, kuliah online, dan aktifitas lain yang melibatkan orang banyak.
Pemerintah juga menghimbau agar masyarakat mematuhi social distancing atau pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran COVID-19, akan tetapi pemerintah kini telah mengganti istilah social distancing menjadi physical distancing dengan banyaknya pro dan kontra istilah social distancing berarti kita harus memutuskan hubungan sosial dengan orang lain, sedangkan istilah physical distancing kita diharuskan menjaga jarak fisik tanpa harus memutuskan hubungan sosial dengan orang lain.
Hingga hari ini, sebanyak lebih dari 14 ribu kasus terkonfirmasi positif corona di Indonesia dengan 1000 lebih orang di antaranya meninggal dunia. Semakin melonjaknya kasus COVID-19, maka pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di sejumlah daerah yang termasuk dalam zona merah, larangan tidak mudik pun diberlakukan, guna menekan peningkatan dan perluasan wabah COVID-19 di Indonesia.
Wabah COVID-19 ini kian hari semakin meresahkan masyarakat Indonesia. Mahasiswa pun turut merasakan keresahan ini, pasalnya segala aktifitas perkuliahan tatap muka termasuk praktek lapangan, magang dan wisuda pun ditunda, diganti dengan kuliah online guna menekan peningkatan dan perluasan wabah COVID-19. Hal ini juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Tak tanggung-tanggung surat edaran yang dikeluarkan oleh pihak kampus meliburkan perkuliahan tatap muka dan diganti dengan kuliah online atau via daring melalui Lentera, Classroom, Whatsapp, Email, Zoom, dan media lainnya. Hal ini berlaku hingga semester genap berakhir.
Usut punya usut setelah dikeluarkannya putusan itu hampir seluruh mahasiswa senang dan bahagia akan keputusan tersebut dengan berdalih sudah merasa suntuk dan banyak mengeluh karena banyak tugas ketika kuliah tatap muka. Akan tetapi, setelah hari demi hari terlewati, keluh kesah mahasiswa tentang kuliah online mulai bermunculan. Hal itu terlihat dari status whatsapp, instagram maupun social media lainnya yang ditunjukan teman-teman mahasiswa.
Mulai dari tugas yang kian hari makin menumpuk, terkendala oleh jaringan internet yang tidak stabil, apalagi mahasiswa yang tinggal di kampung selama diliburkan, materi kuliah yang sulit dimengerti, karena sebagian besar mahasiswa lebih memahami jika melihat dan mendengar secara langsung (bertatap muka).
Satu lagi yang sangat diresahkan mahasiswa, mahasiswa menuntun agar pihak kampus mampu menjawab alokasi dana UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang telah dibayar oleh mahasiswa selama masa pandemi. Sebaiknya kampus harus memberikan pelayanan pembelajaran dengan maksimal untuk para mahasiswanya. Termasuk memanfaatkan UKT untuk membiayai kuota mahasiswa selama masa pandemi.
Berbagai petisi dibuat oleh mahasiswa, terkait keluh kesah mahasiswa dengan pembayaran UKT ini, khususnya mahasiswa yang berdampak. Mahasiswa menuntut pihak penyelenggara kampus untuk memberikan insentif sebagai bentuk kompensasi kepada mahasiswa yang melakukan perkuliahan secara online.
Insentif dapat berupa pengembalian sebagian UKT yang sudah dibayarkan dan dapat berupa pemberian kuota yang tidak hanya terbatas penggunaannya dalam aplikasi tertentu, karena perkuliahan yang dianggap kurang efektik dan fasilitas kampus yang tidak digunakan seperti kuliah tatap muka.
Penulis: Ade Nur' Adni, mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin Makassar.