Ekonomi Stagnan, Kufur Nikmatkah?
Indonesia adalah negara komplit,
Tapi dikuasai oleh sedikit dari mereka yang di kokpit,
Kita hanya dapat seuprit,
Katanya syukuri, jangan kufur nikmat
Persoalan perekonomian menjadi perbincangan yang seksi untuk dibahas, karena menyangkut hajat hidup banyak orang dan perekonomian juga menjadi penentu maju tidaknya suatu negara. Di bumi pertiwi Indonesia sepanjang 2019, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat 5,02%. Angka ini lebih rendah dibanding dengan periode setahun sebelumnya yaitu 5,17%. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2019 hanya tumbuh 4,97%. Padahal triwulan tahun lalu tumbuh 5,06%.
Manurut Direktur Eksekutif Riset Core Indonesia, Piter Abdullah tentang rendahnya perekonomian di Indonesia mengungkap kalau pertumbuhan ekonomi dikisaran 5-5,05% tidak akan lebih dari 5,05%. Kenapa? Ya karena faktornya pertama dari pertumbuhan konsumsi yang melambat.
Memang ada pelemahan daya beli di masyarakat, khususnya kelas menengah bawah. Sementara itu, untuk masyarakat menengah atas lebih cenderung untuk menahan konsumsi. Jadi secara keseluruhan terjadi penurunan konsumsi rumah tangga.
Kemudian pertumbuhan investasi yang mengalami penurunan sehingga ekonomi mentok dikisaran 5%. Jika dilihat secara keseluruhan tahun 2019, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 4,45%. Angka ini juga turun dibandingkan pertumbuhan PMTB di 2018 sebesar 6, 64%.
Melihat ekonomi Indonesia yang tetap stagnan di 5%, ekonom Universitas Indonesia, Faisal Hastiadi mengatakan, angka 5% pada pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan angka yang natural saja terjadi. Artinya, tanpa campur tangan pemerintah pun angka ini bisa dicapai. “Tanpa presiden atau tanpa Kemenkeu juga itu akan 5%. Kita sebenarnya butuh the big push (usaha keras)."
Presiden Joko Widodo sendiri menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah baik dan patut di syukuri agar tidak menjadi kufur nikmat. “Alhamdulillah ini juga patut kita syukuri bahwa pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%. Patut kita syukuri, yang lain-lain bukan turun, anjlok. Kita ini kalau enggak kita syukuri artinya kufur nikmat,” jelas Presiden Jokowi di Istana Negara.
Menurut penulis, ini bukan masalah tidak disyukuri atau kufur nikmat, masalahnya Indonesia memiliki sumber daya yang melimpa ruah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik dari sektor riil, pertambangan, pertanian, perikanan, maupun sumber daya manusia. Seharusnya dengan modal itu bisa dimaksimalkan untuk mensejahterakan rakyat.
Namun apalah daya, sebagian besar sumber daya yang ada dikuasai oleh asing dan aseng. Sehingga penyaluran atau pengelolaan ekonomi tidak berjalan dengan baik. seperti masalah domestik yang menyebabkan ketidakpastian, antara lain inkonsistensi regulasi, upah minimum berbeda-beda di setiap daerah, fluktuasi bahan pokok dan energi, pungutan liar, korupsi, serta kerusakan inflastruktur. Akibatnya, rakyat secara sistematik semakin termiskinkan.
Stagnannya pertumbuhan perekonomian membuat komplit problematika yang terjadi di negeri tercinta ini. Berbagai cara telah dilakukan mulai dari membuat kebijakan-kebijakan baru hingga di bentuknya tim khusus yang gajinya ratusan juta per bulan untuk mendongkrak perekonomian, namun hasilnya nihil belum terlihat.
Maka solusi perekonomian ini bukan hanya membuat kebijakan dan membuat tim khusus, tetapi juga sistem yang mengaturnya. Maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan menganalisis masalah yang terjadi dengan baik (baca: benar) sampai ke akar-akarnya dan disertai solusi yang tepat.
Sebagaimana Islam adalah agama yang spesial. Mengapa? Karena tidak hanya mengatur pribadi sendiri (Habluminafsi), dengan Allah ta’la (Habluminallah), tapi juga mengatur sesama manusia (Habliminannas). Artinya, Islam itu mengatur dari bangun tidur sampai bangun daulah (Negara).
Jadi masalah ekonomi, Islam sudah pasti memiliki solusi yang muktahir dalam menyelesaikan probematika yang dapat mensejahterakan rakyat. Seperti hak kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam, sepenuhnya dikelola oleh negara dan didistribusikan dengan merata ke seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadist “Umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api” (HR. Ahmad)
Itulah bagaimana ekonomi Islam yang akan mencegah eksploitasi ekonomi dan akan mewujudkan ekonomi yang mensejahterakan rakyat, sebagaimana yang telah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang susah mendapatkan orang penerima zakat. Wallahu ‘alam.
Penulis: Nurul Firamdhani As’ary, sedang menempuh studi Ilmu Perustakaan UIN Alauddin Makassar