Eksistensi Ramadhan, Sebelum Corona Menyerang
Ramadhan telah mengisi waktu kita, melambaikan pertemuan kebahagiaan setelah sekian lamanya tak berjumpa. Rindu mendalam akan berakhir bersama kenangan 11 bulan yang lalu untuk mempersipakan perjumpaan dengannya. Sungguh, kebahagiaan yang luar biasa Allah masih mempertemukan kita di bulan yang penuh berkah dan ampunan.
Bersama dengan penyambutan bulan suci dan berbicara tentang generasi muda saat ini. Telah banyak peristiwa yang sangat miris mengenai bagaimana remaja saat ini menggunakan waktunya dalam hal yang negatif. Kasus per kasus dilalui seiring berjalannya waktu, pezinahan, pembunuhan, aborsi, meminum alkohol dan lain sebagainya.
Mirisnya, berdasarkan data statistik remaja adalah pelaku utamanya dan menjadi biang keladi dari semua itu. Mereka lupa bagaimana peran yang sesungguhnya sebagai generasi penerus dan pemegang estafet perjuangan.
Para pemuda yang seharusnya menjadi ujung tombak peradaban dan di tangan-tangan merekalah revolusioner itu terjadi. Tetapi apa yang mereka lakukan ?? mereka telah terlena oleh gaya hidup hedonis, apatis dan pragmatis. Generasi muda telah terjerat oleh pemikiran-pemikiran barat dan budaya barat yang hanya mementingkan kesenangan semu.
Bukan hanya itu, kita berbicara mengenai sejarah beberapa hari yang lalu. Para pemuda terpuruk dalam segala bidang. Mulai dari bidang pendidikan dan akhlak yang sangat mendasar dan menjadi prioritas pokok visi yang akan diselesaikan nantinya.
Berceritera tentang pendidikan dimana orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama di mana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, arti-nya di sinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Dalam pendidikan tersebut akan berpengaruh kepada tingkah laku yaitu hasil dari didikan orang tua selama masa regulasi pengajarannya.
Namun, dengan munculnya ide gender yang memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perempuan bukan hanya mampu di rumah saja merawat dan mendidik anak tetapi dia juga mampu bekerja dan menghasilkan uang. Paham ini sangat berpengaruh pada stigma para orang tua saat ini, bahkan banyak diantara mereka bekerja di luar rumah. Sehingga yang menjadi kewajibannya tak dipedulikan lagi.
Maju beberapa langkah ke depan dalam momentum bulan ramadhan saat ini. Seperti yang telah kita ketahui bersama, beberapa hari sebelum penyambutannya sangat banyak persiapan yang luar biasa dari berbagai penjuru. Perubahan secara total kita lihat dalam bulan suci ini. Bahkan menjadi visi dan misi untuk melakukan panyambutan bulan ampunan ini. Para remaja, masyarakat, artis, penegak hukum dan lainnya meluangkan banyak cara untuk melakukan perubahan.
Namun, pernahkah kita berfikir? bagaimana sambutan yang dilakukan oleh para kapitalisme yang menjadi ibu kandung lahirnya malapetaka hari ini? mereka telah mengubah wajah ramadhan menjadi ladang bisnis yang paling ampuh dan mengesankan.
Tontonan film yang dulunya berisi kemaksiatan seperti pacaran berganti dengan taaruf dengan skenario terbaiknya. Tapi, tidak lebih hanya untuk keuntungan bisnis semata.
Para artis yang lisannya tak terjaga dan tubuhnya menebar bebas aurat berubah seketika dengan lisan yang apik dan balutan busana muslimah yang syar’i. Tapi sekali lagi, demi uang! Mereka melakukan itu hanya sementara. Ramadhan itu takkan berbekas dalam sanubari karena nafsu yang jadi utama. Para keluarga yang dulunya sibuk, dikurangi karena ingin bersama anak-anak untuk sementara waktu.
Dan sangat konkret parahnya adalah tempat-tempat hiburan yang penuh dengan maksiat ditutup sementara, untuk hormati ramadhan ujarnya. Tapi ada yang diam-diam gerai tetap terbuka , sembari lirik kanan-kiri, membuka hiburan untuk sesuap nasi belanya.
Ramadhan ini akan banyak sekali kepura-puraan. Akan diputar skenario film yang telah dirancang sekian lamanya. Masjid akan dipenuhi orang-orang untuk melakukan ibadah 10 hari pertama agar disebut eksis. Tapi itu hanya mimpi karena wabah COVID-19 memaksa kita tetap di rumah saja. Dan tentu saja bukan sebagai kemauan, tetapi paksaan yang konon mengistirahatkan banyak orang sejenak. Meskipun di sisi lain banyak yang tak mampu hidup tanpa keluar rumah.
Ketika nalar bermain, mengapa semua itu hanya dilakukan pada bulan ramadhan? yang intinya melakuan itu pun hanya ada pada rana materi. Tujuannya secara materialistik itulah wajah-wajah kapitalisme. Dimana pada awalnya sebelum bulan ramadhan tiba banyak kemaksiatan dan keburukan bersama dengan antek-anteknya dilakukan oleh mereka. Bahkan dilakukan secara terang-terangan.
Hal ini terjadi karena tidak dijadikannya ISLAM sebagai aturan di tengah-tengah masyarakat. Agama hanya dibalik spiritual saja, jika itu masalah ekonomi, pendidikan, politik agama dikesampingkan. Itulah penopang sehingga pada bulan ramadhan sajalah aktvitas ibadah itu diluar kebiasaan manusia dan setelahnya akan kembali seperti semula.
Sambutlah ramadhan dengan serius dan penuh persiapan. Siapkan diri untuk berusaha jadi yang dicintainya, memberikan persembahan terbaik untuk menghadapnya. Dan setelah ramadhan jadikan sebagai pacuan yang lebih kuat dalam kehidupan. Ramadhan for change dengan menjadikan Islam sebagai aturan dalam kehidupan individu, masyarakat dan Negara.
Penulis: