Harajuku, Anak Muda dan Tren Fashion
Dalam kehidupan sehari-hari, pastinya kita sudah cukup familiar dengan berpakaian atau istilah fashion. Beberapa orang menggunakan cara berpakaian mereka sebagai sarana pengekspresian diri mereka. Salah satu gaya (style) berpakaian yang cukup terkenal adalah Harajuku. Style berpakaian ini berasal dari Jepang dan cukup umum dikalangan anak muda disana.
Harajuku ini sendiri sudah ada sejak awal tahun 1980an dan mulai terkenal di bagian barat Jepang pada tahun 2000an. Nama style ini berasal dari nama stasiun yang berada di Tokyo karena pada saat itu banyak anak muda disana yang akan berkumpul dan menggunakan pakaian yang unik dan cenderung berwarna warni.
Pada awalnya, mereka memadukan cara berpakaian tradisional Jepang dengan pakaian barat. Pesan yang mereka sampaikan adalah mereka tidak peduli dengan mode berpakaian yang sedang musim pada saat itu. Namun, mereka akan berpakaian sesuka hati mereka.
Fashion Harajuku ini sendiri merupakan cara berpakaian yang melawan dengan aturan sosial yang ketat dan paksaan untuk menyesuaikan diri dengan norma masyarakat pada umumnya. Walaupun banyak tren yang mewakili banyak hal dan biasanya datang dan pergi, namun fashion Harajuku ini tetap ada.
Dengan keadaan masyarakat disana yang walaupun menganggap cara berpakaian seseorang aneh namun mereka tetap menghormati dan tidak menghujat hal tersebut karena merupakan bagian dari hak untuk mengekspresikan diri. Namun apabila kita bandingkan dengan gaya berpakaian di Indonesia, maka akan terdapat perbandingan yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari jenis pakaian yang dipakai, tata rias, dan masih banyak lagi.
Jika kita lihat fashion yang sedang “panas” saat ini di Indonesia, maka kita akan melihat banyak kemiripan dengan fashion barat yang masih bermain warna yang masih umum dan dapat dipakai dalam acara-acara formal, seperti biru navy, coklat (bervariasi dari gelap hingga terang), hitam, abu-abu, dan putih. Terkadang juga, mereka masih menggunakan referensi barat dalam berpakaian seperti streetwear, vintage, casual, dan style lain.
Maka dapat kita simpulkan bahwa masyarakat Indonesia kurang dapat mengekspresikan diri mereka. Mereka lebih dapat menggunakan style yang sudah ada lalu mencoba menyesuaikan dengan apa yang mereka punya. Terlebih lagi dengan masyarakat Indonesia yang sangat memaksa masyarakat mereka untuk menyesuaikan diri mereka dengan norma dan aturan sosial yang berlaku, yang dimana apabila tidak diikuti, maka mereka akan mendapatkan hukuman sosial berupa hinaan, pengucilan, dan sebagainya.
Salah satu perbedaan lain dari cara berpakaian Jepang dengan Indonesia adalah pada letak budayanya. Jepang tidak memiliki perbedaan yang mencolok antara baju adat wilayah yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak terlalu beragam. Namun, Indonesia memiliki keberagaman dalam hal baju adat dan memiliki perbedaan yang mencolok antara satu daerah dengan yang lainnya. Karena hal ini, masyarakat Jepang kebanyakan memiliki satu jenis kebudayaan yang kemudian dikembangkan jadi berbagai macam berpakaian seperti gyaru kei, visual kei, lolita kei, dan masih banyak cabang berpakaian lagi.
Sementara di Indonesia, sudah terdapat berbagai macam baju adat yang dapat kita angkat menjadi inspirasi berpakaian. Semisal, menggunakan baju terusan yang bercorak batik dengan rompi yang bercorak batik Toraja dan masih banyak ide-ide berpakaian lainnya. Dengan hal ini, masyarakat Indonesia tidak perlu jauh-jauh memikirkan cara berpakaian yang baru agar terlihat berbeda.
Dengan memiliki cara berpakaian sendiri, kita juga mempromosikan budaya dan produk lokal yang kita miliki juga. Dengan memadukan corak-corak Indonesia dalam pakaian kita, orang-orang akan jauh lebih mengenal budaya kita sendiri. Maka dengan ini, kita telah mengamalkan konsep “Cinta Tanah Air”.
Konsep ini sangat berpotensi diamalkan oleh kaum milenial jaman sekarang yang mulai sangat kreatif dalam hal berpakaian dan fashion. Kita dapat mencontoh anak remaja di Jepang yang memulai berkarya dengan menggunakan pakaian tradisional mereka sendiri.
Salah satu contohnya adalah dengan menggunakan riasan rambut dan sepatu yang kekinian namun masih menggunakan pakaian tradisional mereka yaitu, kimono. Hal ini dapat mengundang orang lain untuk ikut tertarik untuk berpakaian demikian dan secara tidak langsung telah melaksanakan konsep ini.
Jadi, secara kesimpulan budaya Harajuku sangat mendorong anak muda jaman sekarang untuk tetap kreatif dalam segala hal dan dalam hal ini adalah cara berpakaian. Dari budaya Harajuku yang berlaku di Jepang, kita dapat belajar banyak hal, seperti untuk lebih ekspresif dan berani dalam berkarya.
Namun tidak hanya itu saja, budaya ini juga mengajarkan kita cara lain untuk menyebarkan konsep “Cinta Tanah Air” secara tidak langsung yang tidak hanya membuat diri kita sendiri menjadi lebih bergaya tapi juga menunjukkan betapa beragamnya kebudayaan Indonesia dan kreatif anak-anak bangsanya.
Penulis: Elizabeth L. Gozali, Siswa Golden Gate School Makassar.