Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Jun 25, 2021

Hukum dan Era Pendidikan Hybrid 2021

Masyarakat komunikasi ditandai dengan intensitas penggunaan teknologi komunikasi yang tinggi (Eka & Wuryanta, 2013). Pada tahun 2021 ini telah jelas terlihat dan kita rasakan bahwa sekarang merupakan era dari teknologi, hampir di seluruh aspek kehidupan telah terintegrasi dengan teknologi komunikasi, internet dan lain sebagainya.

Dapat dikatakan bahwa informasi menjadi kebutuhan pokok sehingga dapat dinyatakan dengan ungkapan “information is the lifeblood that sustains political, social and business decision”. Hal ini pula yang menyebabkan bahwa masyarakat mulai harus membuka diri dengan perkembangan dan dinamika media baru dan komunikasi global. (Eka & Wuryanta, 2013).

Salah satu aspek yang saat ini telah bersentuhan dengan pemanfaatan teknologi secara massif adalah Pendidikan. Metode hybrid learning adalah metode pembelajaran dengan menggabungkan pembelajaran elektronik dan pembelajaran dengan metode tatap muka. (Aulia et al., 2021). Pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh sendiri bertujuan untuk memenuhi standar pendidikan melalui pemanfaatan Teknologi Informasi dengan menggunakan perangkat komputer atau gadget yang saling terhubung (Astini & Sari, 2020).

Jatira (2021) Pembelajaran daring adalah kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet, local area network sebagai metode berinteraksi dalam pembelajaran seperti penyampaian materi. Definisi lebih simpel dan cukup operasional. Dalam desain pembelajaran ini kelas-kelas pembelajaran tatap muka tradisional dikombinasikan dengan pembelajaran online berbasis web dan atau pembelajaran yang dimediasi komputer atau gawai cerdas lainnya.

Blended learning ini sering pula disebut dengan Hybrid Learning yang pada prinsipnya adalah memanfaatkan kekuatan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online sekaligus menutupi kelemahan-kelemahan dalam masing-masing pembelajaran. (Imania, 2019).

Namun yang menjadi permasalah saat ini adalah Pendidikan berfungsi sebagai pembentukan karakter bukan hanya sekedar penanaman ilmu pengetahuan, budaya gotong royong yang ada di Indonesia merupakan contoh penanaman karakter pelajar, sehingga timbul pertanyaan bahwa apakah efektif pembangunan karakter siswa melalui metode hybrid learning?

Sementara budaya pembelajaran tatap muka telah lama melekat dalam kehidupan bangsa. Misalnya budaya gotong royong yang dimiliki oleh negara Indonesia, akan sulit dibangun dengan metode hybrid learning.(Eka & Wuryanta, 2013). Dalam hal ini, dibutuhkan regulasi yang kuat serta memiliki fungsi sebagai a tool of social engineering.

Suhariyanto (2015) mengemukakan bahwa Hukum berfungsi sebagai a tool of social engineering yang berarti bahwa hukum merupakan alat pembaharuan bagi masyarakat, hukum alat yang dapat merubah nilai-nilai sosial pada masyarakat.  Rosadi (2010) mengemukakan bahwa Hukum memiliki misi untuk mensejahterakan masyarakat, dan tentu saja yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sehingga disimpulkan bahwa regulasi yang kuat perlu diterapkan dalam mengatur Pendidikan khususnya pada era teknologi saat ini. Moral dan keadaan sosiologis suatu bangsa harus menjadi landasan dalam pembentukan hukum.

Hukum yang mengatur tentang Pendidikan saat ini, khususnya hybrid learning diperlukan untuk menyesuaikan dengan era saat ini. Ulya & Musyarri, (2020) mengemukakan bahwa jika ditinjau secara yuridis regulasi mengenai penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari masih banyak memiliki celah dan problematika, kemudian jika dilihat dari sisi Das Sollen masih mengandung banyak isu hukum yang perlu dikaji lebih komprehensi salah satunya adalah pelayanan public seperti Pendidikan.

Saat ini diperlukan aturan atau hukum yang bisa membantu mensejahterakan masyarakat dalam institusi Pendidikan sesuai dengan tujuan hukum itu dibentuk yaitu kesejahteraan. Pada metode hybrid learning saat ini terdapat banyak problematika yang timbul baik itu dari peserta didik maupun tenaga pendidik.

Hasil penelitian dari  Dewantara & Nurgiansah (2020) pada Universitas PGRI Yogyakarta menunjukan bahwa 79% mahasiswa menginginkan pembelajaran secara tatap muka, sedangkan hanya 1% saja mahasiswa yang menginginkan pembelajaran daring, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring secara terus menerus tidak efektif.

Beberapa penelitian yang lain juga mengungkapkan problematika yang sama. Pada penelitian yang dilakukan Jatira (2021) menunjukan bahwa, pertama pembelajaran daring di masa pandemi Covid 19 menyebabkan peserta didik mengalami stress, kedua pembiasaan pembelajaran daring ini menyebabkan peserta didik menjadi bosan dan malas dikarenakan beberapa gangguan yang mungkin terjadi dalam pembiasaan pembelajaran daring.

Hal ini bisa saja mengisyaratkan bahwa tidak adanya hukum yang memberikan petunjuk pada metode pembelajaran hybrid learning  menimbulkan kesesatan pada tenaga pendidik dalam menentukan cara untuk memberikan pembelajaran yang  menarik pada peserta didik.

Kurangnya petunjuk yang dimiliki oleh tenaga pendidik dapat dilihat pada beberapa penelitian. Misalnya, Imania (2019) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa guru masih kurang terampil dalam menggunakan metode pembelajaran hybrid yang disebabkan karena kesulitan dalam Menyusun rencana pembelajaran yang awalnya akan digunakan dengan konsep tatap muka, dialihkan ke dalam metode hybrid. Selanjutnya  Harahap et al., (2021) mengemukakan bahwa penguasaan aplikasi menjadi problematika dalam melaksanakan metode pembelajaran secara hybrid.

Paparan masalah di atas saat ini sangat perlu untuk diatasi. Hukum dibutuhkan dalam mengatur masalah-masalah yang tertera yang berhubungan dengan hybrid learning. Tujuan negara Indonesia termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan caranya adalah dengan melalui Pendidikan yang baik.

Namun permasalahan di atas bisa menjadi hambatan sehingga perlu dilakukan sesuatu untuk menyelesaikan permasalahan di tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas, cara yang harus dilakukan adalah diperlukan adanya regulasi atau hukum yang dapat mengatur dan menjadi acuan bagi Lembaga Pendidikan untuk mensejahterakan kehidupan Pendidikan di Indonesia.

Pembentukan hukum harus didasarkan pada kondisi yang relevan dengan situasi yang terjadi saat ini. Metode penelitian hukum yang tepat diperlukan dalam menganalisis serta membentuk hukum yang bisa menyelesaikan permasalahan kontemporer. 

Benuf & Azhar (2020) mengungkapkan dari hasil penelitiannya diketahui bahwa macam-macam metodologi penelitian hukum untuk mengurai permasalahan hukum kontemporer, ada 3 (tiga) jenis. Pertama adalah penelitian hukum normatif, kedua adalah penelitian hukum empiris dan ketiga yaitu penelitian Socio Legal.

Hukum normatif, dilakukan dengan melihat permasalahan yang terjadi pada system yang ada pada hukum itu sendiri. Metode ini dilakukan dengan melihat pada struktur hukum yang ada pada saat itu, celah apa saja yang masih terlihat pada sistem hukum tersebut. Selanjutnya adalah hukum empiris, dilakukan dengan membandingkan sistem yang ada pada hukum dengan permasalahan atau fakta yang ada pada masyarakat, apakah hukum tersebut menjadi relevan atau tidak.

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat beberapa hasil penelitian pada masyarakat, keadaan sosiologis masyarakat yang menuntut adanya regulasi yang mengatur atau tidak.  Terakhir adalah Hukum Socio Legal, yaitu dengan menggunakan disiplin ilmu lain sebagai bagian dari proses dalam mempertimbangkan pembentukan hukum.

Misalnya saja kajian psikologi tentang terdapat siswa yang stress atau malas pada metode pembelajaran tertentu dapat dijadikan acuan dalam pembentukan hukum dan tentu saja menggunakan tenaga ahli yang sesuai pada bidangnya.

Era kerja hybrid saat ini menimbulkan banyak problematika yang harus ditangani. Penyesuaian individu, kelompok atau hukum diperlukan dalam menyambut era ini. Regulasi yang dapat mengatur, menjadi acuan serta mensejahterakan kehidupan masyarakat perlu dihadirkan.

Pembentukan atau adaptasi hukum ini harus dilakukan dengan melihat problematika yang ada serta relevansi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehingga dapat mencapai tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kesejahteraan masyarakat.

 

Penulis: Andi Khaerul Imam, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar, aktif di BEM Kema F.Psi UNM.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.