Thu, 12 Dec 2024
Esai / Mudassir Hasri Gani / Jan 06, 2021

Kemenangan Tradisi, Kekalahan COVID-19

Sebulan penuh kita telah menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan 1441 H. Kini tiba di penghujung bulan puasa dan saatnya umat muslim merayakan perayaan Hari Raya Idul Fitri sebagai penanda berakhirnya bulan ujian dari hawa nafsu. Namun, pada tahun ini pelaksanaan bulan suci Ramadhan tidak seperti biasanya karena adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau lebih kita kenal dengan istilah PSBB.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan sebagai bentuk perlindungan dan pencegahan agar virus COVID-19 tidak mengalami penyebaran ke seluruh masyarakat. Rilis dari Kementerian Kesehatan RI per 23 Mei 2020 menunjukkan angka positif COVID-19 mencapai 21.745 dengan pertambahan 949. Sehingga PSBB ini diharapkan mampu menekan tingkat penularan COVID-19.

Namun apa daya, pemberlakukan PSSB di 4 Provinsi 14 Kabupaten/ Kota hanya efektif dijalankan pada 1-3 hari saja. Hal ini terlihat dari berbagai media yang memberitakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak dapat memenuhi seluruh protokol kesehatan.

Adapun beberapa poin penting yang harus dipatuhi dalam PSSB yaitu peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan kebudayaan, pembatasan moda trasportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Diantara beberapa poin di atas, peliburan sekolah menempati urutan paling taat mengikuti himbauan Pemerintah dan penerapan PSBB. Sedangkan yang lainnya meramu cara agar dapat tetap berjalan dengan membatasi kuantitas pekerja dan mengurangi jam kerja serta menerapkan protokol kesehatan.

Penerapan PSBB khususnya di Kota Makassar telah berakhir ditahap kedua, dimana tahap pertama dimulai pada tanggal 24 April sampai 7 Mei 2020. Kemudian diperpanjang lagi 7 mei hingga 21 mei 2020. Namun dari ke dua tahap yang dijalankan efeknya tidak signifikan. Hingga akhirnya PSBB tidak dilakukan perpanjangan lagi untuk ketiga kalinya.

Hal ini terlihat dari banyaknya warga masyarakat yang melakukan aktivitas di luar rumah dan tidak menjalankan protokol kesehatan seperti psychical distancing, memakai masker, dan mencuci tangan. Seperti terlihat dan terekam disejumlah pusat pembelanjaan di kota Makassar terutama di pasar dan toko sembako.

Kondisi bulan puasa tidak menurunkan intensitas, semangat, dan tradisi warga untuk beraktivitas diluar rumah. Selama sebulan penuh berpuasa, warga yang mata pencahariannya di bidang usaha kuliner atau warga yang memanfaatkan momentum ramadhan untuk berjualan terutama berjualan hidangan pembuka puasa, jajanan tradisional yang kerap menghiasi hidangan buka puasa kita, ramai kita jumpai disepanjang jalan kota Makassar.

Begitupun dengan konsumen untuk tetap berkeinginan melihat dan berbelanja langsung seperti takjil dan bahan makanan lainnya karena ini merupakan tradisi yang ketika tidak dilaksanakan akan mengurangi esensi dari bulan puasa itu sendiri.

Begitu pula dengan berbelanja kebutuhan pokok, baik di pasar tradisional maupun toko modern. Masyarakat cenderung untuk berbelanja langsung dibandingkan untuk berbelanja online.

Membludaknya masyarakat mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan bertebaran di berbagai daerah. Hal ini disebabkan adanya tradisi masyarakat kita yang menyukai untuk berinteraksi langsung karena ada kepuasan tersendiri akan harga dan kualitas barang dibeli secara langsung daripada memesan barang via online atau jasa kurir.

Kondisi ekonomi yang memburuk, dan suasana malam Ramadhan yang tidak terasa lagi (tidak adanya shalat tarwih di masjid, takbiran dan kegiatan amal lainnya) menyebabkan kesabaran sebagian warga untuk tetap patuh pada anjuran pemerintah perlahan demi perlahan mulai menyusut dan dihiraukan. Masyarakat seolah tidak peduli lagi akan bahaya Covid-19 ini, warga lebih di pusingkan dari mendesaknya kebutuhan pokok dan tradisi berlebaran yang harus dipenuhi seperti baju baru, tersedianya makanan khas tradisional ( ketupat, burasa, opor ayam dll) serta mudik dan pulang kampung.

Sebagian besar warga lebih memilih untuk mudik dan pulang kampung mengunjungi orang tua dan sanak saudara menjadi tradisi yang wajib dilakukan oleh para pelancong yang ingin mengobati rasa rindu akan bertemu keluarga di kampung halaman. Masyarakat telah jenuh akan rutinitas selama 3 bulan lebih untuk berada di rumah saja. Pemerintah yang menerapkan program PSBB dan gencar mensosialisasikan akan protokol kesehatan seakan memupus semangat untuk melanjutkan perjuangan untuk tetap konsisten hingga COVID-19 ini berakhir.

Tradisi masyarakat Indonesia yang telah turun temurun apalagi di momentum bulan suci Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri mengakibatkan kekalahan bagi COVID-19. Mengubah tradisi masyarakat tentu sangat sulit dilakukan apalagi jika itu menyangkut keagamaan dan kekeluargaan. Tradisi masyarakat Indonesia tidak bisa diubah dalam sekejab. COVID-19 boleh merajalela di media dan menyebabkan psikosomatis tapi tidak untuk tradisi mudik dan tradisi berlebaran bersama keluarga.

Suasana konflik batin dan tradisi serta anjuran pemerintah menyebabkan ketidakonsistenan penegakan aturan dan berakibat akan lonjakan warga yang ingin mudik atau pulang kampung, berbelanja baju baru hingga kebutuhan lebaran. COVID-19 hanyalah pemberitaan yang terus ada namun tradisi sekali setahun yang dijalani oleh penduduk muslim terbesar di dunia tidak bisa lagi dibendung. Tradisi tersebut mengakibatkan kekalahan bagi COVID-19 yang ingin terus menerus menakuti dan membuat kecemasan ditengah masyarakat.

Tidak adanya kepastian dan jaminan akan kondisi ini segera pulih menyebabkan warga juga menjadi apatis terhadap aturan yang diberlakukan. Warga yang masih patuh dan tim medis yang menjadi garda terdepan pun mengeluarkan ekspresi kecewa dan tak kuasa.

Perjuangan selama ini untuk melaksanakan tindakan preventif boleh dikata akan menjadi sia-sia akibat tradisi masyarakat Indonesia. Hingga keluar beberapa tagar (#) dengan tulisan #Indonesiaterserah yang dtiujukan akan mereka yang melanggar aturan dan tidak mengikuti anjuran protokol kesehatan.

Menjadi sebuah kontradiktif nantinya persoalaan sosial masyarakat, ekonomi hingga kesehatan. Karena semua pihak ingin dikatakan benar dengan pemahaman atau keyakinan mereka dengan memiliki alasan yang sama-sama dapat diterima dan logis. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah tak kuasa membendung keinginan warga masyarakat untuk mudik dan pulang kampung. Pemerintah sulit konsisten ditengah ketidakpastian ini juga, akhirnya Pemerintah menjadi dilema.

Meskipun kondisi sosial ekonomi kita yang bermasalah, hendaknya untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Sayangi keluarga dan orang sekitar. COVID-19 memang tidak untuk membuat kita lemah, cemas apalagi takut. Namun kita harus tetap waspada dengan tetap menjalankan pola hidup bersih dan sehat. Sayangi keluarga dan tetap physical distancing, rajin cuci tangan dan memakai masker ketika keluar rumah.

Dan pada akhirnya tradisi itu harus dimulai pada saat pandemi ini, yaitu tradisi pola hidup bersih dan sehat. Menjalankan tradisi adalah memajukan bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki tradisi. Kekalahan COVID-19 akan terlihat sejalan dengan dilaksa nakannya tradisi hidup sehat.

Akhir kata, penulis mengucapkan selamat merayakan hari Raya Idul Fitri 1441 H. Selamat merayakan tradisi kemenangan dan kita menanti kekalahan COVID-19.

 

Penulis: Mudassir Hasri Gani, akrab disapa Acil ini merupakan Founder Pronesiata.id dan alumni Psikologi Universitas Negeri Makassar.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.