Thu, 23 Oct 2025
Esai / Ismail Syam / Aug 31, 2025

Kita yang Belum Sepenuhnya Merdeka

Baru kemarin masyarakat Indonesia merayakan Hari kemerdekaan yang ke-80. Perayaan kemerdekaan selalu disambut dengan euforia. Berbagai lagu dan twibbon ditambah foto terbaik bertema kemerdekaan kembali bertebaran di sosial media. Pertandingan dan perlombaan dilaksanakan.

Dibalik semarak kemerdekaan itu, muncul tanda tanya. Apakah di hari kemerdekaan Indonesia ke-80, masyarakat benar-benar merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya ? Ataukah hanya kebohongan dalam kemerdekaan ? Mari kita merenung sejenak untuk berpikir. 

Dalam UUD 1945 tercantum secara tegas bahwa tujuan kemerdekaan adalah memberikan perlindungan, memastikan kesejahteraan masyarakat, memberikan pendidikan yang layak serta memastikan setiap kebijakan yang dibuat harus adil. Hal ini tentunya selaras dengan prinsip dasar demokrasi yakni "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat".

Meneropong dari Indonesia bagian timur. Wilayah yang kerap terlupakan dan tak dilirik oleh pemerintah pusat. Ternyata masih menyimpan sejuta harapan untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Harapan agar dapat hidup dengan kesejahteraan dan kemakmuran.

Namun, yang masyarakat dapatkan yakni harga bahan pangan yang masih melambung tinggi. Sesekali bahkan pangan menjadi langka. Beras dan bahan pokok lainnya kerap sulit untuk didapatkan. Sama seperti langkanya barang penting yakni bensin dan minyak tanah. Barang penting yang strategis dan mempengaruhi hajat hidup masyarakat. Selain itu, masyarakat juga diperhadapkan dengan permasalahan pendidikan yang belum cukup layak.

Sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai. Ruang-ruang kelas yang panas karena tidak memiliki kipas atau pendingin ruangan. Kursi dan meja yang sudah reot membuat siswa kerap berpindah tempat agar nyaman untuk menulis. Buku-buku yang belum update dan kurangnya buku pada ruang perpustakaan. 

Berbagai persoalan yang menumpuk belum juga terselesaikan sampai saat ini. Bahan dan barang yang semakin mahal dan langka. Kesejahteraan yang diharapkan masyarakat ibarat sebuah ilusi.

Padahal Indonesia bagian timur merupakan wilayah yang banyak memberikan kontribusi seperti mineral, migas dan energi terbarukan lainnya terhadap pemulihan ekonomi negara. Namun, sampai sekarang ini indonesia bagian timur belum merasakan kesejahteraan dan kemakmuran. Masih terbelenggu dengan kesulitan dan kelangkaan.

Keterbatasan kesediaan dan kelangkaan bahan pokok dan barang penting. Bahan bakar kendaraan langka. Minyak tanah yang semakin langka. Beras dan bahan makanan lainnya yang kerap langka. Akses dan sarana prasarana pendidikan yang masih terbatas.

Akses internet yang terbatas. Pemadaman listrik secara bergantian akibat keterbatasan sumber daya. Ketersediaan air bersih yang kerap sulit didapatkan sehingga masyarakat harus bergantung pada air hujan. 

Di wilayah Maluku Utara Kabupaten Halmahera Utara, harga beras 25kg berkisar Rp 450.000. Harga yang cukup fantastis dibandingkan dengan provinsi dan daerah-daerah lain. Belum lagi harga minyak tanah yang kerap melambung tinggi dikarenakan kelangkaan stok.

Di daerah Taliabu harga minyak tanah menyentuh harga Rp 12.000 – Rp 17.000 per liter. Tentunya, harga tersebut sangat berdampak dengan pengeluaran kebutuhan rumah tangga. Tidak stabilnya harga bahan pokok dan barang penting disebabkan karena kurangnya monitoring oleh lembaga terkait.

Dampaknya, ketidakstabilan harga dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan penimbunan minyak tanah. Setelah langka, barulah dijual dengan harga yang lebih tinggi sampai berkali-kali lipat dari harga normal. 

Rasa-rasanya seperti dijajah oleh negara sendiri. Sumber daya diambil demi pertumbuhan ekonomi negara, tetapi masyarakat untuk merasakan kesejahteraan saja masih sulit. Inikah yang disebut dengan kemerdekaan, keadilan dan kemakmuran ? Sementara tuan-tuan dengan mobil mewah dan rumah tingkatnya kian berjejer sedangkan masyarakatnya merasakan penderitaan dan serba keterbatasan. 

Serba keterbatasan menjadi mimpi buruk yang sampai saat ini harus dilalui masyarakat. Dalam serba keterbatasannya, kerap anak yang ingin sekolah saja harus bersusah payah. Mereka harus bertarung dengan waktu. Menunggu kebaikan supir mobil yang membolehkannya untuk menumpang ke sekolah. Bahkan, kerap mereka harus menumpang di mobil pengangkut sapi agar sampai ke sekolah. SUNGGUH MIRIS! 

80 Tahun kemerdekaan bukan waktu yang sedikit untuk berbenah. Namun, sampai sekarang ini pemerataan dan keadilan hanya menjadi bumbu dalam sambutan para sesepuh yang duduk dan menjadi wakil rakyat. Masyarakat bagian timur juga merupakan bagian wilayah indonesia yang tidak boleh di anak-tirikan.

Mereka juga ingin merasakan kebahagiaan dalam belajar bukan serba keterbatasan. Mereka juga ingin merasakan desa yang penuh dengan cahaya dan sinar di malam hari, bukan hanya suara binatang yang menemani. Mereka juga ingin merasakan kesejahteraan dan keadilan. Merdeka !!!

 
 
Penulis: Ismail SyamGuru Antropologi MAN 2 Halmahera Utara.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.