Thu, 12 Dec 2024
Esai / Muh. Anshary / May 21, 2023

Kucing dan Manusia

‘It was such an honest relationship …. It is time, you’ve meant so much to me, and I’m so thankful, and I don’t know how to tell you.’ ~ Alvin Chang.

Kalimat di atas adalah komentar Alvin ketika diwawancarai oleh Vox. Mungkin hanya sedikit dari kita yang mengenal Alvin. Dia adalah seorang graphics reporter yang bekerja untuk Vox, tapi mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal yang sama dengan Alvin. Kalimat itu yang terlontar dari Alvin yang menjadi ekspresi dari kesedihannya ketika Rainbow, anjingnya, mati.

Mereka telah bersama setidaknya selama 18 tahun, sejak Alvin masih berumur 11 tahun. Setelah kematian anjingnya, Alvin dirasuki kesedihan yang mendalam, bahkan ketika ia diwawancarai, beberapa kali Alvin berhenti untuk menghela nafas untuk menceritakan anjing kesayangannya.

Hal yang sama terjadi pada pria paruh baya di salah satu kanal Youtube. Kucingnya seperti kucing liar lainnya, bulunya tidak terlalu lebat, wajah tidak terlalu lucu dan menggemaskan, dan hidungnya tidak pesek seperti kucing rumahan. Tapi ketika sang pria tahu kucingnya akan mati ia berusaha melakukan pertolongan pertama (RJP dan nafas buatan) pada kucingnya.

Beberapa saat ia melakukan itu, kemudian berhenti untuk menyeka air mata yang membasahi pipihnya, lalu melanjutkan RJP lagi, menangis lagi, dan RJP lagi. Tanpa sempat mengganti bajunya lantas ia beranjak ke klinik. Menutup pintu mobil dengan kencang lalu berlari menuju klinik sembari menggendong kucingnya.

Sayangnya, perawat memberitahunya kalau si kucing telah tiada. Tanpa berucap ia hanya mendekap kembali kucingnya dan keluar, lalu berjalan sebentar. Beberapa saat ia berjalan lalu tetap berjalan. Pria yang kelihatan berotot dan cukup gagah begitu terpukul ditinggal kucingnya, mengetahui rumah tempatnya pulang tidak akan sama seperti sebelumnya.

Hal yang lebih parah terjadi pada seorang pelajar berumur 17 tahun seperti yang dilansir di AloDokter. Dalam cuitannya ia berkomentar kalau rasanya ia ingin memberontak setelah ditinggal hewan kesayangannya bahkan muncul perasaan ingin bunuh diri. Awalnya ia berpikir kalau kesedihan yang ia alami akan berangsur memudar, tapi setelah 2 bulan berlalu, kesedihannya tetap ada bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Pertanyaan mendasar dari semua cerita di atas adalah kenapa bisa itu terjadi? Teori paling terkenal untuk menjelaskannya adalah attachment theory dari John Bowlby. Secara sederhana, Bowlby percaya bahwa tiap manusia mempunyai kebutuhan untuk membentuk kelekatan (attachment) dengan orang lain agar kemungkinan agar selamat (survive) menjadi lebih besar. Kebutuhan ini yang kemudian berkembang kepada spesies selain manusia, salah satunya adalah hewan peliharaan.

Attachment theory dapat menjadi penjelasan terkait kelekatan manusia dan peliharaannya. Penelitian berjudul Grieving pet death tahun 2003 yang meneliti terkait perasaan seseorang setelah ditinggal peliharaannya menemukan bahwa awalnya 85,7% dari 174 orang dewasa yang ditinggal mati anjing atau kucingnya mengalami kesedihan, kemudian menurun menjadi 35,1% pada enam bulan berikutnya, kemudian menjadi 22,4% pada satu tahun. Penelitian itu juga membuktikan bahwa tingkat kesedihan dan lamanya gejala sangat berhubungan dengan tingkat kelekatan pada hewan peliharaan yang telah mati hingga dapat menjadi gejala klinis yang lebih kronis.

Namun, apakah dengan membaca cerita dan hasil penelitian di atas lantas membuat hewan tidak pantas untuk dipelihara? Penelitian berjudul The Mediating Effect Of Pet Attachment Support Between Loneliness and General Health tahun 2008 menemukan bahwa hewan peliharan dapat menjadi social support bagi seseorang. Dalam kata lain, sebagai tempat dimana seseorang dapat merasa dicintai, dihargai, diperhatikan, dan dihormati. Perasaan inilah yang membuat seseorang terhindar dari kesepian dan stres.

Penelitian lain yang berjudul Pets as Safe Havens and Secure Bases tahun 2012 menemukan bahwa seseorang yang memiliki hewan peliharaan dapat membuatnya memiliki lebih banyak tujuan dalam hidup, kepercayaan diri dalam mencapai tujuan, dan bahkan dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, dapat juga membuat seseorang merasa aman sebagai akibat dari kehadiran hewan peliharaan. Membuat seseorang memiliki tempat yang aman untuk ‘pulang’.

Penelitian lain berjudul Human-animal bond II: The role of pets in family system and family therapy tahun 2009 menemukan bahwa hewan peliharaan dapat menjadi perekat dalam hubungan keluarga. Hewan peliharaan dapat meningkatkan intensitas komunikasi dalam keluarga. Bahkan dalam suatu kasus disebutkan kalau seorang Ibu yang ingin melerai anaknya yang sedang bertengkar adalah dengan mengatakan dengan terjemahan yang kurang lebih begini, ‘Berhentilah berkelahi, kamu membuat Barkley marah!’. Kalimat itu, kata Ibunya, lebih efektif untuk menghentikan mereka bertengkar daripada dengan hanya mengatakan, ‘Berhentilah bertengkar.’

Setiap tanggal 11 April diperingati sebagai Hari Hewan Peliharaan di pelbagai penjuru dunia. Colleen Paige, advokat kesejahteraan hewan dan ahli gaya hidup hewan peliharaan dan keluarga, memprakarsai Hari Hewan Peliharaan pada tahun 2006 untuk merayakan kegembiraan yang hewan peliharaan berikan kepada kita. Salah satu motto utamanya adalah ‘Don’t shop! Adopt!’.

Motto itu diambil sebagai penanggulan atas salah satu masalah yang cukup serius terkait hewan, yaitu penelantaran. Tiap tahun terjadi peningkatan penelantaran hewan bahkan mengalami peningkatan yang signifikan ketika pandemi, orang yang terdampak secara ekonomi terpaksa melepas hewan peliharaannya karena alasan tidak mampu membiayai mereka.

Walaupun hari perayaan terhadap hewan peliharaan sudah lewat tapi saya pikir tiada hari tanpa perayaan dengan hewan peliharaan kita masing-masing. Salah satu cara termudah untuk merayakannya adalah dengan mengunggah foto atau video hewan peliharaan di media sosial. Setelah itu lihat apa yang terjadi. Lihat seberapa terkenalnya dia dibandingkan Anda, lihat berapa like yang ia dapatkan ketimbang ketika yang Anda unggah adalah foto Anda sendiri. Hahahaa.

Itu adalah satu dari sekian anjuran untuk merayakan Hari Hewan Peliharaan, tapi saya yakin kalau setiap dari kita memiliki cara unik tersendiri untuk merayakannya, mungkin sekadar memanjakannya atau memanggil namanya dengan intonasi suara yang khas. Bagi pembaca yang tidak memiliki hewan peliharaan, mulailah dengan mendatangi tempat penampungan hewan di kota Anda, melihat-lihat, siapa tau ada yang ternyata dapat menemani hidup Anda.

Dan kalaupun tidak, maka mulailah dengan memberi makan kepada hewan-hewan liar yang ada di sekitar Anda, entah itu kucing ataupun anjing dan lain sebagainya. Karena, Mahatma Gandhi pernah berkata, ‘The greatness of a nation can be judged by the way its animal are treated.’

Tulisan ini dibuat untuk Tigger, kucing besar ala Maine Coon lainnya. Kucing egois yang hanya mengeong ketika minta makan, preman komplek merangkap satpam jalanan, bobot oversize tak tahu malu. But, it’s a honest relationship! Right, Alvin?


Penulis: Muh. Anshary, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.