Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Dec 19, 2020

LGBT dalam Perspektif HAM Ditinjau Dari Aspek Hukum

Bagi masyarakat Indonesia mungkin sudah tidak asing lagi mendengar kata LGBT, LGBT adalah sebuah singakatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Isitilah LGBT digunakan untuk sekelompok orang-orang atau komunitas yang memiliki penyimpangan orientasi seksual seperti homoseksual, biseksual, dan transgender.

Keberadaan LGBT sendiri di Indonesia banyak menuai kontroversi Pro-Kontra di tengah-tengah masyarakat, sebagian masyarakat terkhusunya kaum atau orang dari LGBT dan/atau komunitasnya berpendapat bahwa LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia (selanjutnya disebut, HAM).

Sedangkan mengenai tentang HAM tidak bisa terlepas dari Hukum. Karena HAM dan Hukum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Indonesia adalah Negara Hukum, penjelasan Indonesia Negara hukum tertuang pada Konstitusi Indonesia UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3).

Konstitusi merupakan Basic Law Negara Indonesia yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan Perundang-Undangan yang ada. Dalam Konstitusi juga mengatur tentang HAM, yang artinya mengenai tentang HAM dijamin oleh Peraturan Perundang-Undangan tertinggi. Selain Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, tentang HAM juga diatur dalam Peraturan Perundangan yang terkait, yaitu UU No. 39 Thn. 1999 tentang HAM (selanjutnya disebut, UU No. 39/ Thn. 1999).

Bila diulik lebih dalam mengenai keberadaan LGBT di Indonesia yang ditinjau dari perspektif hukum, menimbulkan pertanyaan serius yang dimana keberadaan LGBT tersebut apakah merupakan bagian dari HAM dan/atau LGBT tersebut sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada.

Pasti semua sepakat bahwasanya Pancasila adalah sebuah Ideologi Negara Indonesia yang merupakan falsafah hidup kepribadian masyarakat Indonesia. Selaian sebagai Ideologi, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber Hukum yang hakikatnya lebih tinggi dari hukum positif (Undang-Undang) yang ada.

Sila pertama Pancasila mungkin menjadi awal bertentangannya LGBT dengan Ideologi dan aturan hukum yang ada di Indonesia. Bunyi sila pertama dalam Pancasila adalah, “Ketuhanan Yang Maha ESA” tafsir maksud dari sila pertama ini adalah Indonesia negara beragama yang mengakui adanya Tuhan.

Yang dimana terdapat enam agama diakui oleh negara Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Dari ke-Enam Agama tersebut tidak ada yang membenarkan adanya penyimpangan orientasi seksual seperti hubungan seksual sesama jenis (homoseksual), biseksual, dan merubah kodarat seksual manusia (transgender). Dalam agama tertentu pun juga tidak membenarkan adanya hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan tali pernikahan, bahkan pernikahan sesama jenis.

Kemudian dari itu, terdapat sebagian masyarakat yang kontra terhadap LGBT yang berpendapat atau menganggap bahwa keberadaan LGBT menimbulkan perpecahan bukanya persatuan di antar golongan masyarakat Indonesia. Yang dimana, bunyi dari sila ketiga Pancasila adalah “Persatuan Indonesia”.

Selanjutnya berbicara mengenai tentang LGBT ditinjau dari aspek HAM dalam hukum, aturan mengenai tentang HAM di Indonesia diatur dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 BAB XA dan, dari BAB XA tersebut diturunkan menjadi Undang-Undang yang khusus mengenai tentang HAM yaitu UU No. 29/ Thn. 1999 tentang HAM.

Definisi HAM secara yuridis adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilinduingi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (bunyi isi, Pasal 1 Angka 1 UU No. 29/ Thn. 1999).

Kita harus menyepakati bahwa hak-hak kaum atau orang LGBT harus dilindungi dan dipenuhi karena mereka adalah warga negara Indonesia, semisalnya seperti hak mengeluarkan pendapat, hak atas mendapatkan pendidikan, hak atas tidak disiksa, hak atas tidak diskriminatif, dan hak-hak lainnya yang dijamin oleh Peraturan Perundang-Undangan yang ada.

Tetapi harus dicermati bahwa hak-hak yang dijamin oleh Peraturan Perundang-Undangan tersebut bagi LGBT bukan semata-mata untuk legitimasi keberadaan LGBT. Dalam HAM tidak semua hak asasi fundamental, melainkan HAM terdapat terdapat degorasi (pengurangan atau pembatasan hak). Aturan degorasi dalam hukum Indonesia diatur dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28 J Ayat (2).

Dimana bunyi isi Pasal 28 J Ayat (2) adalah, dalam menjalankan hak dan kebebasanya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasanyang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Tidak hanya dalam Pasal 28 J Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pembatasan HAM atau degorasi juga diatur dalam UU No. 39/ Thn. 1999 Pasal 70, yang isinya hampir sama dengan Pasal 28 J Ayat (2).

Setelah memahami bunyi dari Pasal 28 J Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 70 UU No. 39/ Thn. 1999, menimbulkan beberapa pertanyaan serius mengenai keberadaan LGBT di Indonesia yang dimana keberadaan LGBT tersebut apakah sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia dan/ atau tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada.

Lihat Pancasila terkhusunya tafsir sila pertama dan sila ketiga Pancasila. Sudah dipastikan dapat disimpulkan bahwa keberadaan LGBT tidak mencerminkan nilai-nilai Agama, moral bangsa Indonesia yang meyakini dan mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan menimbulkan perpecahan antar golongan atau masyarakat, sebagaimana perpecahan tersebut bukan bagian dari persatuan Indonesian yang diantaranya persatuan tersebut bertujuan untuk ketertiban umum.

Bertentangannya LGBT dengan Peraturan Perundang-undangan bisa dilihat dari Prambule UUD NRI Tahun 1945 alinea ke-4 yang menyatakan dasar Negara Indoneisa adalah Tuhan Yang Maha ESA dan dari isi Pasal 29 ayat UUD NRI Tahun 1945 yang bunyinya, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha ESA.

Tidak hanya dalam UUD NRI Tahun 1945, LGBT juga bertentangan dengan UU No. 1 Thn. 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1, yang dimana isi dari Pasal tersebut adalah, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tidak lain tidak bukan, hubungan seksual sesama jenis atau homoseksual pasti bertujuan dan menginginkan suatu ikatan lahir bathin yang sah dijamin secara hukum. Tetapi tujuan dan keinginan tersebut tidak mungkin dapat dilangsungkan di Indonesia dikarenakan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang ada, yakni UU No. 1 Thn. 1974 Tentang Perkawinan.

Yang artinya konklusi dari akhir tulisan ini, keberadaan dan adanya LGBT di Indonesia bukan bagian dari HAM. Tetapi personal rights (Hak Asasi Pribadi) yang fundamental dari kaum atau orang LGBT harus dilindungi dan dipenuhi, semisalnya seperti hak atas hidup, hak keyakinan beragama, dan hak atas bebas dari penyiksaan.

Marilah melihat persoalan ini dengan objektif, LGBT merupakan penyimpangan dari ukuran umum dan bukan suatu kriminal atau kejahatan. Tidak ada manusia yang ingin lahir dalam keadaan menyimpang, pastilah semua manusia yang dilahirkan ke Dunia ini ingin menjalani kehidupan secara normal, tak terkecuali orang atau kaum LGBT. Namun, jangan harap keberadaan LGBT dapat dilegalisasi atau dijamin secara sah oleh hukum, karena prilaku LGBT tersebut bertentangan dengan Pancasila, Peraturan Perundang-Undangan yang terkait, dan moralitas bansa Indonesia.

 

Penulis: Sayyid Nurahaqis, adalah Pemerhati Hukum Tata Negara dan Alumnus Fakultas Hukum di Universitas Islam Suamtera Utara

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.