Live Streaming dan Anomali Perundungan Modern
Sebagai audiens, khalayak masyarakat cenderung akan memilih dan melihat sebuah tayangan maupun konten yang mereka sukai. Namun ternyata bukan hanya variabel “suka” yang menjadi pengaruh jumlah views dan juga comments dalam sebuah tayangan. Orientasi penyampaian media informasi melalui tayangan live streaming tentu beragam dan masyarakat pun dapat memilih sesuka hati mereka.
Sesuka hati inilah yang memiliki makna bercabang dalam metode live streaming, oknum audiens seolah-olah memiliki “hak” yang transparan dan tanpa batas dalam memberikan respon. Lantas bagaimana fakta di “lapangan” berbicara mengenai pemanfaatan live streaming dengan fitur live chat? Mari kita awali dengan sebuah mukadimah atau pengantar yang umum.
Mukadimah Live Streaming
Secara holistik, sebelum adanya pandemi COVID-19 yang saat ini muncul di segala penjuru dunia, metode live streaming sudah menjadi tren umum yang digunakan oleh berbagai kalangan, baik untuk bisnis, olahraga, maupun kebutuhan pribadi lainnya pada beberapa platform media sosial, seperti Twitter, Facebook, hingga Youtube.
Hingga kini, tingkat pemanfaatan metode live streaming pun semakin meningkat seiring seluruh keterbatasan kegiatan tatap muka maupun luring dalam berbagai aspek. Metode live streaming pun dinilai menjadi salah satu solusi yang efektif sekaligus produktif terhadap efisiensi penyampaian informasi maupun penyelenggaraan sebuah kegiatan.
Seperti yang kita ketahui dalam kacamata awam, live streaming merupakan sebuah metode yang digunakan oleh beberapa platform media sosial atau platform lainnya sebagaimana berfungsi sebagai media perantara konten video yang disiarkan secara langsung (layaknya fungsi televisi saat siaran langsung).
Namun, fungsi dari live streaming sendiri tidak hanya sebatas media dengan komunikasi satu arah, namun juga mengimplementasikan konsep media komunikasi dua arah yang bersifat interaktif dengan memanfaatkan fitur live chat.
Adapun tak dapat dipungkiri bahwa pengaruh modernisasi live streaming dengan fitur live chat telah menggambarkan sebuah gaya hidup baru dalam pemanfaatan media sosial dari segi efisiensi komunikasi interaktif antar audience yang dapat dilakukan secara virtual.
Namun sayangnya, dalam penggunaan fitur live chat dalam beberapa kesempatan pada sejumlah platform media sosial saat ini dapat ditemukan sebuah “anomali” dengan konotasi yang cukup negatif antar audience terhadap subjek maupun isi dari konten video live streaming tersebut.
Sebelum memasuki babak pembahasan, mari kita kulik bersama dari akar keberadaan fitur live chat dari metode live streaming yang tentunya pada awalnya memiliki tujuan dan fungsi yang positif sebagai ease of access bagi para user.
Eksistensi Live Chat
Metode live streaming pertama kali hadir melalui beberapa aplikasi berbasis mobile yang menyediakan jasa mobile broadcasting, sebut saja Bigo Live dan semacamnya, dan hingga kini merambah kepada berbagai platform media sosial seperti yang sudah disebutkan pada paragraf di atas sebelumnya. Konsep live streaming memiliki tujuan dasar dalam memberikan kebebasan bagi para user media sosial dalam melakukan siaran secara langsung melalui akunnya masing-masing.
Dengan adanya faktor kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini tentu memberikan dampak masif pemanfaatan metode live streaming, yang pada awalnya dimanfaatkan dalam ruang lingkup kepentingan pribadi secara individual, kemudian berlanjut kepada pemanfaatan secara luas oleh berbagai perusahaan maupun korporasi dalam memasarkan produk/jasa mereka masing-masing.
Selain melakukan siaran konten video secara real-time, metode live streaming juga dilengkapi dengan fitur live chat yang dapat digunakan oleh user untuk dapat berinteraksi dengan sesama audience lainnya.
Tentu kamu akan berpikir bahwa fitur live chat memiliki standarisasi dan kualitas fungsi yang memang sangat berfungsi secara linier terhadap tren yang positif, namun fakta di lapangan telah “berbicara” yang sebaliknya.
Seiring berkembangnya pengembangan fitur live chat itu sendiri, terdapat sebuah isu publik yang berdampak pada kemunculan sebuah “anomali” pada fitur live chat. Mari kita bahas bersama secara komprehensif dalam babak pembahasan selanjutnya.
Penyalahgunaan Fitur Live Chat
Dalam rangka memberikan hak kebebasan berpendapat, tentu fitur live chat sangatlah mengakomodir aspek tersebut dalam ruang lingkup media komunikasi. Namun, kenyataannya pun cukup banyak problematika yang muncul melalui fitur live chat ini.
Ingatkah kamu terhadap sebuah isu yang cukup sensitif pada saat sebuah kegiatan misa daring yang dilakukan melalui platform Youtube sebelumnya?
Mengutip dari suarajogja.id, dalam suatu kegiatan misa online yang dilaksanakan secara daring melalui kanal Youtube, terdapat sebuah isu sensitif berunsur SARA yang dilakukan oleh beberapa oknum audience yang dilakukan melalui kolom live chat.
Melalui live chat tersebut, beberapa oknum telah menyinggung kepercayaan umat yang tengah melaksanakan misa serta mengaitkannya dengan ajaran dari agama lain. Tentu saja perbuatan tersebut merupakan suatu bentuk tindakan yang sangat amat tidak dibenarkan dan bahkan dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang melanggar “hukum”.
Sebagaimana Pasal 315 KUHP yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran secara tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Selain itu, kebijakan terhadap tindakan tersebut juga berkaitan dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang ITE, yakni pada Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 45 yang meliputi ketentuan terhadap penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Namun bukan penjelasan “hukum” tersebut yang harus dijadikan sebuah awareness bagi khalayak masyarakat, melainkan sebuah “anomali” atau keganjilan yang seakan menjadi sebuah hal yang lumrah dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Bahkan isu yang terbaru pun terjadi saat kegiatan live streaming kompetisi basket PON Papua 2021 yang dilaksanakan beberapa waktu lalu ketika pertandingan antara tim DKI Jakarta melawan tim Kalimantan Selatan.
Seperti informasi yang dikutip dari akun seorang host dan komentator olahraga Indonesia, @jerryarvino, telah terjadi sebuah tindakan body shaming dengan unsur “penghinaan” yang sangat toxic oleh oknum yang sangat tidak bertanggung jawab melalui live chat pada pertandingan tersebut yang ditujukan oleh seorang pemain dari tim Kalimantan Selatan.
Tidak dapat dipungkiri, tidak sedikit dalam beberapa kesempatan event olahraga yang disiarkan melalui kanal live streaming, selalu berakhir dengan adanya kemunculan berbagai komentar toxic pada live chat.
”Anomali” seperti inilah yang seharusnya menjadi awareness bagi kita semua untuk tidak menormalisasi hal tidak terpuji tersebut. Peran besar dari user danpengelola dari platform media sosial tentu sangatlah dibutuhkan untuk memerangi oknum-oknum tersebut. Walaupun pada dasarnya, tindakan seperti itu tidak dapat dibasmi dengan mudah, karena seolah memang sudah menjadi tabiat bawaan bagi oknum-oknum tersebut.
Entah pembatasan comment section pada fitur live chat yang perlu dikelola secara otomatis atau pendeteksian disable fitur live chat secara real-time ketika terdapat sebuah komentar yang tidak pantas muncul pada live chat mungkin dapat menjadi salah satu solusi dari aspek kesisteman fitur live chat.
Transformasi Orientasi Masyarakat
Namun, perlu untuk ditekankan bahwa fitur live chat bukanlah “tersangka” utama dari beberapa isu krusial di atas, melainkan sudut pandang masyarakat yang beraneka ragam terhadap penggunaan fitur live chat telah menyebabkan munculnya “anomali” yang sudah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya.
Media memiliki fungsi sebagai perantara, entah dalam membagikan informasi maupun sebagai media hiburan untuk masyarakat. Ruang publik digital tersebut telah menciptakan “ruang” modern baru dalam hal penyalahgunaan dalam bentuk “cyber bullying” yang sangat jelas terlihat.
Beberapa oknum melakukan penyalahgunaan dan sebagian dari masyarakat atau audiens pun dapat melihat secara real-time peristiwa perundungan tersebut. Tentu ini sangatlah berbahaya dan telah menjadi peristiwa yang sangat umum, bahkan sangat sering terjadi pada platform media sosial yang memiliki metode live streaming dengan fitur live chat.
Masyarakat yang pada awalnya memiliki niat atau sudut pandang yang kontradiktif terhadap pembenaran terhadap perundungan, telah bertransformasi menjadi diam, dan bahkan sepintas terlihat seperti silent reader dengan anggapan bahwa isu yang tengah terjadi tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.
Ketika sebuah “anomali” ruang perundungan baru telah menyebabkan adanya transformasi orientasi masyarakat yang sebelumnya positif menjadi sebuah pembiaran, tentu hal tersebut sangatlah memerlukan perhatian dan concern dari khalayak masyarakat.
Tidak hanya masyarakat, namun juga seharusnya para pemangku kepentingan (stakeholders) yang memiliki kaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan pemanfaatan media sosial dalam hal penggunaan metode live streaming dengan fitur live chat.
Penulis: Bagar Hidayat Putra, analis & penulis lepas, dapat dihubungi melalui Instagram @bangbgs.
@bangbgs