Fri, 29 Mar 2024
Esai / Dec 23, 2021

Memperdagangkan Pengaruh: Menyoal Kasus Pelecehan +62

Akhir-akhir publik dihebohkan dengan polemik kasus pelecehan-kekerasan seksual di berbagai lini. Korban dari tindak kekerasan seksual ini beragam mulai dari usia dewasa, remaja, hingga anak-anak.

CNNIndonesia.com (10/12) merangkum sejumlah kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dalam sebulan terakhir, yakni: 

Pencabulan Santri Bandung Jawa Barat, menjadi terdakwa kasus pencabulan terhadap sejumlah santri. Sudah ada 9 bayi yang dilahirkan, dan dua masih dalam kandungan. Pelaku berinisial HW, korban dari tindakan cabul HW berjumlah 12 orang. 

Bunuh diri dipaksa aborsi, Mahasiswa Universitas Brawijaya Novia Widyasari ditemukan tewas di Mojokerto diduga akibat bunuh diri. Setelah ditelusuri dan dilakukan penyelidikan, Novia diketahui menjadi korban dugaan pemaksaan aborsi oleh Bripda Randy Bagus Hari Sasongko. Polri menemukan bukti bahwa korban selama berpacaran dengan Bripda Randy Bagus sejak Oktober 2019 sampai Desember 2021 sudah melakukan tindakan aborsi sebanyak dua kali pada Maret 2020 dan Agustus 2021.

Pelecehan Dua Dosen Unsri. Polisi menerima empat laporan pelecehan seksual yang dialami mahasiswa Unsri dengan terlapor dua dosen yang berbeda, yakni RG dan Adhitya Rol Asmi. 

Kasus Ustaz di Cilacap. Polres Cilacap mengungkap kasus dugaan perkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan seorang guru pelajaran agama berinisial M (51) di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Mahasiswi Pertukaran Pelajar pada program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi korban aksi pelecehan seksual. Mereka mengaku direkam saat berada di dalam kamar mandi penginapan milik kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar.

Menariknya, seperti judul tulisan ini “Memperdagangkan Pengaruh....”. Bisa kita lihat, rata-rata pelaku penyimpangan-kekerasan seksual adalah orang terdekat korban yang tentu memiliki kuasa atas kita. Baik kedekatan emosional dan lain-lain. Artinya, pengaruh tersebut ia manfaatkan demi penyimpangan seksual tersebut. 

Dari banyaknya kasus penyimpangan seksual di berbagai lini, tentu membuat kita bertanya-tanya. Ada apa? Mengapa kasus seperti ini tidak kunjung usai. Apa sebenarnya yang salah? Individunya yang memang bejat atau karena faktor lain? 

Jika berbicara pelecehan seksual selalu saja yang jadi kambing hitam adalah pria. Padahal semua sama saja, baik pria maupun wanita. Faktanya, gaya hidup liberal yang dianut sebagian besar masyarakat. Justru penyebab suburnya perilaku menyimpang  seksual. Kebebasan berperilaku inilah yang membuat masyarakat susah dikontrol.

Malah justru sengaja dipancing. Lihat saja, saat kita membuka mata sampai mata tertutup kembali (baik di rana pendidikan, kesehatan, sosial dkk) selalu menampilkan faktor pendorong rangsangan seksual. Artinya, penyebabnya bukan semata-mata karena faktor individu tapi juga sistem yang ada. 

Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani sejatinya, kehidupan manusia di dunia memenuhi dua hal, memenuhi gharizah (naluri) dan hajatul udwiyah (kebutuhan jasmani). Berbagai naluri manusia jika dikelompokkan hanya akan menjadi tiga jenis.

Ketiga naluri itu adalah gharizatun nau (naluri untuk melestarikan jenis); gharizatul baqa (naluri untuk mempertahankan diri), gharizah tadayyun (naluri beragama). Sedangkan pemenuhan kebutuhan jasmani seperti manusia membutuhkan makan, minum, membuang hajat, tidur dan lainnya.

Karena itu kita perlu memandang naluri dan kebutuhan jasmani dengan benar. Karena jika salah memandang kedua khasiat yang Allah titipkan maka akan salah pula bagaimana menyikapinya ketika kedua khasiat tersebut meminta untuk dipenuhi.

Keberadaan naluri, sejatinya hanya menuntut pemenuhan, jika tidak dipenuhi manusia tidak akan sampai mati, melainkan merasakan gelisah hingga terpenuhinya kebutuhan tersebut. Munculnya naluri ini dipengaruhi rangsangan dari luar (eksternal).

Misalnya saja, ketika seorang pemudi melihat drama Korea sedang melakukan adegan, maaf tidak senonoh, kemudian gharizatun nau (naluri seksual-nya) muncul, ketika naluri ini tidak dipenuhi, apakah pemudi tersebut lantas mati? Tidak!. Biasanya yang terjadi hanya menimbulkan kegelisahan. Hal ini sangat berbeda dengan kebutuhan jasmani yang rangsangannya berasal dari dalam (internal) pemenuhannya juga bersifat pasti, karena jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian. Misalnya saja ketika manusia tidak makan, ketika lapar maka akan timbul maag, jika dilanjutkan seminggu tidak makan maka akan menyebabkan kematian. 

Pandangan terhadap kedua khasiat yang Allah titipkan pada manusia harus benar, karena ada pandangan dari salah satu ilmuwan Barat, Sigmund Freud yang mendefinisikan naluri merupakan kebutuhan mendasar yang harus segera dipenuhi, padahal kenyataannya tidak. 

Faktanya, bisa kita saksikan saat ini. Saking bebasnya bisa melakukan hubungan semaunya. Seperti fenomena ‘Friends with benefits' yaitu hubungan pertemanan dengan keintiman secara fisik dan seksual, tetapi tidak ada ikatan resmi atau komitmen untuk menjalani hubungan layaknya pacaran. Innalillah, aneh-aneh saja hari ini.  Parahnya bahkan ke sesama jenis (LGBT). Yang lebih memprihatinkan lagi, ketika hal ini dipayungi oleh Hak Asasi Manusia (HAM) setiap orang halal untuk berbuat seenaknya. 

Kejadian ini pun semakin diperparah dengan solusi yang diberikan pemerintah sekadar memberikan edukasi seksual. Benar saja, negeri ini darurat kekerasan seksual, disebabkan oleh minusnya nilai spiritual dalam aspek kehidupan karena dipisahkannya agama dalam kehidupan.  

Maka jangan heran jika pelaku kekerasan seksual kian hari terduplikasi. Karena pelecehan seksual merupakan masalah cabang yang tidak bisa diselesaikan dengan solusi teknis seperti rehabilitasi atau memenjarakan pelakunya. Masyarakat Indonesia membutuhkan solusi mendasar.

Masalah kekerasan seksual hadir karena manusia tidak menstandarisasi masalahnya dengan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, yakni sebuah aturan yang sudah disediakan oleh sang Pencipta, aturan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Agar Islam sebagai rahmatan lil alamin  bisa kita rasakan. Wallahu a’lam.

 
 
Penulis: Ika Rini Puspita, asal Kabupaten Gowa dan saat ini aktif sebagai Ketua FLP Cabang Gowa. Dapat dihubungi melalui Instagram @ikarini_puspita.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.