Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Jan 02, 2021

Perilaku Sosial dan Sikap Demokrasi Indonesia

Negara Indonesia merupakan negara hukum, yang artinya bahwa panglima tertinggi di negeri ini adalah hukum. Hukum harus mampu diterjemahkan dalam sebuah tindakan kehidupan kenegaraan. Demi menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusional dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur sebagai mana misi para stackholderi bangsa Indonesia.

Bangsa ini merupakan bangsa yang majemuk, terdapat ragam Suku, Agama, Ras, Adat-Istiadat serta Warna kulit ini mengindikasikan bahwa Indonesia dibentuk dari bermacam-macam etnis kemudian dipertemukan dalam satu kehidupan intelegenci etis atas nama ke-bhinekaan. Bhineka Tunggal Ika adalah suatu perwujudan dari nilai kebangsaan yang revolusioner dan agamais.

Falsafah kehidupan kebangsaan kita tentu harus berpedoman pada pancasila sebagai instrumental yang otokritik ada pada rahim negeri ini. Pengetahuan kita terkait pancasila tentu termanifestasi dalam sebuah sikap kehidupan kita sehari-hari, sebab itu merupakan hubungan yang secara sadar coba disinkronisasikan dalam sebuah sikap kenegaraan, yang dilakukan oleh setiap elemen masyarakat, baik itu tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda.

Pancasila adalah ideologi kenegaraan yang harus dijunjung tinggi, tidak bisa kemudian kita coba mempersempit pancasila dalam bentuk pemikiran orang perorangan. Oleh karena itu pancasila harus masuk dalam setiap elemen masyarakat yang ada tadi. Bahkan pancasila harus terinternalisasikan dalam setiap diri anak bangsa, sebagai jatidiri kebangsaan.

Hal ini mendorong setiap orang untuk ikut terlibat dalam menyelesaikan urusan kebangsaan kita, sebab bagi siapapun yang tidak mampu menafsirkan pancasial sebagai wujud kehidupan yang nyata maka disisi lain diapun akan coba melahirkan sikap yang bertolak belakang dengan pancasila itu sendiri.

Gagasan Imam Ali Khamanei tentang perang ideologi sudah dijelaskan secara rinci dalam bukunya yang berjudul Perang Kebudayaan, Khamanei menyatakan bahwa dalam dinamika kenegaraan ada semacam ketidak seimbangan yang ada itu hadir karena disetiap sendi kehidupan bangsa sudah ada pergeseran nilai-nilai abad yang coba merasuki paradigma masyarakat.

Disisi lain kita tidak boleh buta dengan apa yang disampaikan oleh salah satu tokoh dari timur Indonesia (Maluku) Dahlan Ranuwihadjo beliu dalam bukunya Menuju Pejuang Paripurna bahwa “siapapun yang buta terhadap Ideologi maka dia akan dimakan oleh Ideologi” lebih lanjut beliau mengkritik bahwa bangunan susunan berpikir kebangsaan kita sudah tertinggal dari nilai-nilai kehidupan yang bermoral dan beradab.

Sebenarnya ini merupakan petunjuk bahwa kita sedang menghadapi perang asimetris. Dalam perang asimetris siapapun yang tidak memiliki kemampuan yang otokritik dalam perkembangan kehidupan yang terus berdinamis maka dia akan tergeser dalam tatanan sosial yang ada.

Berangkat dari beberapa argumentasi hasil riset para cendekiawan di atas maka kita harus menyatakan dengan jujur bahwa perilaku kebangsaan kita harus benar-benar menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Perilaku sosial orang perorang tidak boleh terjebak pada memet yang berkembang dalam masyarakat tanpa pengetahuan yang memadai.

Memet sosial telah merubah sikap sosial orang dalam kelangsungan hidup sehari-hari, memet itu seolah benar dan fardu’ayin harus diikuti. Inilah yang dinamakan oleh Richard Brodie sebagai virus akal budi, sebuah kecenderungan nalar dalam memahami setiap simbol (code).

Nalar manusia terjebak pada simbolitas yang tidak memiliki makna, sehingga dalam menafsirkan setiap makna kita terjebak pda proses apa yang ditangkap oleh indra. Gerak itu sebenarnya lah yang membentuk sikap dan perilaku sosial kita, pemahaman yang ada dalam pikiran kita demikian coba kita ikut hadirkan dalam kehidupan kita sehari hari.

Perjalanan demokrasi kita cukup mencapai usia yang baik untuk dijadikan momentum memilih, memilah, dan menyeleksi orang-orang baik yang ambil bagian dalam ikut membesarkan bangsa ini. Itu semua harus dimulai pada perilaku sosial yang berangkat dari sikap sebagai anak kandung bangsa ini, setiap orang perorang yang ikut terlibat harus memiliki kerangka pikir yang rasional agar bertanggungjawab terhadap setiap permasalahan yang ada.

Walaupun negara ini menjunjung tinggi setiap hal demokrasi secara konstitusional tapi kita juga harus mengakui bahwa hak itu akan diambil kembali oleh negara bila tidak memenuhi landasan etik dan intelektualitas. Peran setiap elemen yang ada dalam setiap momentum kebangsaan merupakan unsur yang penting yang harus anak bangsa sadari bersama.

Perilaku sosial dalam kehidupan pendemokrasian sangat menunjang agar terciptanya demokrasi yang sehat. Hal demikian harus dimulai dengan pengintegrasian norma-norma kehidupan sosial dalam sebuah sikap kenegaraan sebagai wujud pengaktualisasian identitas kultural.

Soal yang paling mendasar yang harus dijawab oleh diri sendiri adalah apa gerangan sehingga kondisi kebangsaan kita berlarut dalam carut-marut ketidak baik kan seperti yang kita rasakan sekarang? Atau bagaimana penyelesaian terhadap setiap problematik yang kita rasakan disetiap arus perubahan yang terjadi di ruas-ruas publik? Kenapa hal-hal seperti ini bisa ikut tumbuh dalam masyarakat demokrasi!!

Proses perenungan itu harus mampu menjewantahkan sikap egoisme yang ada dalam setiap diri, artinya sikap egois dalam kehidupan bermasyarakat tidak sehat untuk kelangsungan hidup sosial yang baik. Setiap peristiwa kebangsaan yang melintasi bumi sebuah keniscayaan bahwa sebab-akibat itu ada, garis gerak peradaban keIndonesiaan selalu dimulai pada proses gerak kebudayaan atau dikenal dalam istilah Calne “Evolusiont Cultural Sapiens”.

Evolusi yang dimulai dari sebuah nilai sikap kebudayaan yang ada dalam kehidupan manusia. Peristiwa perubahan yang terjadi diatas Bumi merupakan peristiwa yang lumrah terjadi karena bergandengan dengan waktu. Nilai kebudayan yang berdialektika dengan norma-norma sosial bersama dengan sebuah konsep kenegaraanlah yang akan membawa suatu bangsa mengarah pada kehancuran atau perubahan.

Semuanya itu akan kembali pada konsep pemahaman setiap manusia, orang-perorang lah yang akan membentuk pendidikan sosial menuju masyarakat yang madani. Dimana manusia saling menopang dalam menciptakan ruang kehidupan yang sehat dan baik.

Kemampuan berpikir manusia harus melampaui asal-usulnya yang bersahajad, sebab kemampuan nalar akan sangat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan kebangsaan. Walaupun disisi lain Dawam Rahadjoh dalam bukunya Ekonomi Politik Indonesia menjelaskan “dalam menunjang keberlangsungan demokrasi yang berkualitas harus diikuti oleh terpenuhinya kebutuhan masyarakat agar tercipta kelangsungan demokrasi yang baik” tapi saya ingin menambah bahwa hal itu harus diinternalisasikan dalam sebuah sikap proposionalitas setiap individu dalam masyarakat, dan proposionalitas akan dibentuk oleh kemampuan intelektualitas yang mapan.

Bangsa ini kekurangan orang yang punya kemampuan intelegensi yang tinggi, yang punya kepedulian terhadap perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan masyarakat yang dituntun oleh zaman. Maka kita perlu melahirkan generasi yang mampu membaca tanda-tanda zaman itu sendiri~Ali Bin Abu Thalib.

Gerak zaman harus mampu diimbangi dengan kemampuan intelektualitas generasi zamannya sendiri, mari kita jadikan pancasila sebagai sebuah sikap kehidupan termasuk ikut menerjemahkan kondisi zaman asalkan tidak mengubah asaz-asaz dasar sebagai nilai yang terus terpatri dalam diri anank bangsa. Pancasila harus menjadi lokomotus yang membentuk manusia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

 

Penulis: M. Yusuf Malik, founder LSM PPMB-Sulsel.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.