Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Jan 23, 2021

Sipakainge’ dan intoleransi dalam Kebiasaan Panjat Sosial

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali” Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28E ayat 1

Berbicara mengenai pasal 28 pasti akan mengarah kepada Hak Asasi Manusia. Sebagaimana kutipan pasal di atas, salah satu hak yang dimiliki orang adalah kebebasan memeluk agama yang dimana Indonesia memiliki beragam agama. Berkaitan dengan keberagaman, Indonesia menjunjung tinggi rasa toleransi sebagaimana semboyan yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya “Berbeda-beda namun tetap satu jua.”

Namun, Bila kita lihat sekarang. Beragam macam pertikaian yang membawa nama golongan. Terutama masalah agama yang biasa disebut intoleransi. Contoh kasusnya bermacam-macam, mulai dari pembakaran rumah ibadah, penyerangan oleh suatu kelompok, dan masih banyak lagi.

Salah satu penyebabnya adalah hoaks yang memang sudah menjadi hal yang dianggap sepele. Padahal hoaks yang berkaitan dengan agama yang sangat berbahaya bila tersebar di dunia maya. Bahkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) M. Kholid Syeirazi mengatakan bahwa hoaks berkaitan agama sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi keutuhan bangsa (Assifa: 2018).

Apalagi dengan masyarakat Indonesia yang sangat kurang akan literasi. Hoaks akan lebih mudah ditangkap dan dicerna tanpa disaring terlebih dahulu. Sehingga, intoleransi akan meningkat dan pengaruh yang sangat ditakuti akan terjadi.

Seharusnya kita seharusnya bertikai dengan intoleransi, bukan keberagaman yang kita miliki. Salah satu cara untuk melakukan pertikaian dengan intoleransi dengan memanfaatkan perilaku yang dianggap menyimpang dalam bermedia sosial. Perilaku tersebut dengan panjat sosial yang biasa disingkat dengan pansos.

Perilaku tersebut harusnya diiringi dengan budaya yang ada dalam masyarakat. Salah satu budaya yang berkaitan yaitu Sipakainge’ yang merupakan budaya berbentuk nilai dari Bugis. Hal inilah diharapkan untuk menjadi senjata dalam bertikai dengan intoleransi. Bahkan pemicunya yaitu hoaks.

Sipakainge’ Menurut Rahim (2019:43-44) masyarakat Bugis yang merupakan asal budaya tersebut sangat menjunjung tinggi budaya tersebut. Hal ini tertuang dalam salah satu papasena to rioloe (nasihat orang terdahulu) mengenai penyebab kehancuran suatu negeri.

Pesan tersebut menyatakan bahwa maduanna, mabbicara  tenriamparanni  Arung Mangkau’e yang artinya  jika  Raja  yang  bertahta  sudah  tidak  mau  lagi  diingatkan. Tentunya, manusia adalah makhluk yang selalu berbuat kesalahan.

Sisi lainnya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya. Tentunya, Sipakainge’ merupakan salah satu dari pemenuhan manusia sebagai makhluk sosial yaitu membantu agar tidak terjerumus dalam kesalahan yang lebih dalam.

Bagaimana dengan panjat sosial itu sendiri? Seperti yang dilansir kejarmimpi.com pansos merupakan perilaku dimana seseorang ingin mendapatkan pengakuan di lingkungan sosial agar dia dilihat oleh semua orang, terutama di media sosial.

Sebagian besar bahkan seluruh generasi Millenial di Indonesia memiliki perilaku ini. Namun, sisi buruk dari pansos adalah tidak akan merasa puas bila orang lain berada di atasnya.

Hubungan Antara Sipakainge’ dan Panjat Sosial dalam Menyangkal Hoaks Intoleransi

Adapun hubungan antara budaya Sipakainge’ dan panjat sosial adalah jangkauan dari tujuan Sipakainge’ sendiri dapat tersebar luas. Seperti yang kita ketahui, media sosial membuat kita terhubung dengan banyak orang. Dengan adanya perilaku panjat sosial, kita dapat memanfaatkan contoh penerapan perilaku tersebut dengan saling mengingatkan dengan pengguna sosial media.

Salah satunya bisa melalui komentar dengan menggunakan Bahasa positif dan persuasif. Serta dengan tindakan melaporkan. orang tersebut dapat menangkap hikmah dari kejadian tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk dari budaya Sipakainge’, namun bukan pada umumnya.

Masih ada penerapan lain yang berasal dari hubungan antara budaya Sipakainge’ dan perilaku panjat sosial. Penerapan tersebut adalah memposting sesuatu di media sosial. Hal ini merupakan salah satu cara para pelaku panjat sosial agar tujuan dari perilakunya dapat terwujudnya.

Dengan hal inilah, Sipakainge’ dapat tersampaikan. Nantinya, bila postingan sudah sangat dikenal dan bermanfaat, pastinya orang akan tertarik untuk membagikannya agar postingan tersebut dapat tersampaikan secara luas dan hal tersebut akan terus dilakukan. Artinya, secara tidak langsung, kita sudah menerapkan budaya Sipakainge’ secara luas dan mengelola budaya panjat sosial dengan baik.

Dapat disimpulkan bahwa budaya Sipakainge’ dan panjat sosial memiliki peran masing-masing dalam memerangi hoaks intoleransi. Penerapan Sipakainge’ dalam memerangi hal tersebut berkaitan dengan saling mengingatkan sesama agar tidak terperangkap dengan hoaks yang memiliki dampak yang sangat besar, salah satunya intoleransi.

Penerapan panjat sosial berkaitan dengan aktivitas di sosial media dalam hal menyaring postingan serta komentar yang menimbulkan perpecahan. Namun keduanya dapat dikolaborasikan dengan saling mengingatkan dengan aktivitas para pelaku panjat sosial di sosial media. Baik melalui postingan, komentar, bahkan melaporkan postingan.

Saran penulis sendiri yaitu mengharapkan generasi millennial, terutama pelaku panjat sosial untuk menerapkan ide ini. Hal ini merupakan salah satu partisipasi pemuda untuk Indonesia, walaupun hanya melalui sosial media.

Selain mengubah pandangan orang terhadap perilaku panjat sosial. Juga agar hoaks yang sudah mudah tersebar dapat dihentikan, serta intoleransi dapat dicegah. Hal ini merupakan perwujudan dari keberhasilan pertikaian melawan permasalahan tersebut.

Referensi

Assifa, Farid (Ed). 2018. ISNU: Hoaks Bermotif Radikalisme Agama Sangat Berbahaya. Dilihat 5 Januari 2021, <https://amp.kompas.com/regional/read/2018/12/04/15052041/isnu-hoaks-bermotif-radikalisme-agama-sangat-berbahaya>

Kejarmimpi.id, Tanpa Tahun, Ubah Mindset Negatif Panjat Sosial Dengan Cara Ini, Dilihat 31 Agustus 2020, <https://kejarmimpi.id/ubah-mindset-negatif-panjat-sosial-dengan-cara-ini.html>

Rahim, Arhjayati, 2019, Internalisasi Nilai Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge’ dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Vol. 3, No.1, Hlm. 29-52.

 

Penulis: Ahmad Fauzan Khabir, mahasiswa di Universitas Hasanuddin Program studi Perencanaan Wilayah dan Kota dan aktif di UKM Keilmuan dan Penalaran Ilmiah UNHAS.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.