Fri, 13 Dec 2024
Esai / Kontributor / May 13, 2020

Spiderman, Bloodshot Serta Masa Depan Pasca COVID-19

Film Spider Man Far From Home atau Bloodshot memperlihatkan kita scene tentang pemanfaatan teknologi yang sangat mutakhir. Revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 yang niscaya terjadi. Kemampuan dengan memersatukan data secara kolektif dan artificial intelligence dalam suatu platform. Peter Parker dengan kecamata artificial intelligence-nya dan Ray Garrison dengan pemanfaatan dataraya (big data) dan teknologi nanonya.

Corona Virus Diseased (COVID-19) memberikan kita sedikit pemicu untuk melihat masa depan dengan sedikt lebih cepat. Sebelum kita menuju pada era tersebut tentu kita akan menghadapi proses transmisi secara besar-besaran. Paradigma pada berbagai elemen kehidupan akan mengalami pergeseran yang cukup besar.

Yuval Noah Harari dalam tulisannya “the world after coronavirus” mengatakan bahwa akan terjadi sebuah disrupsi. Disrupsi tersebut mencakup pergeseran paradigma terhadap sains dan bahkan terjadinya surveillance state. Surveillance state merupakan suatu metode pengawasan berskala besar yang tentunya memerlukan teknologi yang mempuni. Manusia akan memasuki era digitalisasi dengan sedikit lebih cepat akibat COVDI-19.

Dampak COVID-19

Bidang Industri, perusahaan Goldman Sachs seperti yang dilansir oleh Kompas.com bahwa keuntungan dari Work From Home (WFH) selain daripada menghemat uang karyawan adalah perusahaan tetap dapat menjaga produktifitasnya. Studi yang dilakukan oleh Lisanti yang meneliti mengenai kemungkinan Information Technology and Telecommunications (ICT) yang membuat orang bekerja dari rumah menemukan bahwa manfaat bagi perusahaan adalah mengurangi biaya listrik, biaya karyawan yang mengundur diri bahkan dapat menjaga kerahasiaan data perusahaan.

Bidang ekonomi diperkirakan terkena pukulan telak. Martin Suryajaya dalam tulisannya "Membayangkan ekonomi dunia setelah Corona”. Ia menyebutkan bahwa terdapat empat kecenderungan ekonomi saat ini, yaitu deindustrialisasi, definansialisasi, diskoneksi fisik, dan pelokalan global. Martin melanjutkan bahwa COVID-19 akan meruntuhkan sistem kapitalisme yang selama ini telah menghegemoni pasar.

Lantas Bagaimana Nasib Pendidikan?

Bidang pendidikan yang kemungkinan besar kedepannya akan menganut konsep yang sama seperti sekarang, yaitu study from home (SFH). Electronic learning (e-learning) tentu menjadi alternatif solusi di masa pandemi seperti sekarang ini. IDN Times melansir bahwa terdapat enam manfaat belajar dari rumah, yaitu waktu belajar lebih fleksibel, penggunaan waktu lebih efisien, kesehatan tetap terjaga saat belajar, menghemat biaya operasional, mendorong kreativitas pengajar dalam mengemas bahan ajar, dan peserta didik punya kesempatan mendapat konten materi yang lebih baik.

Keberhasilan sistem e-learning tentu masih menjadi perdebatan. Studi empiris dilakukan oleh Al Fraihat dkk yang meneliti mengenai keberhasilan sistem e-learning. Studi ini melibatkan siswa yang terlibat dengan sistem e-learning di salah satu universitas di Inggris melalui metode kuantitatif sebanyak 563 siswa. Al Fraihat dkk menemukan bahwa yang memengaruhi keberhasilan sistem e-learning adalah persepsi manfaat, kepuasan, dan kegunaan. Keberhasilan ketiga persepsi tersebut mencakup beberapa aspek, yaitu kualitas sistem teknis, kualitas informasi, kualitas sistem pendukung, kualitas pelajar, kualitas instruktur, kualitas layanan, dan manfaat yang dirasakan.

Hasil studi yang dilakukan Al-Fraihat dkk memberikan kita gambaran mengenai kesuksesan sistem e-learning disokong oleh berbagai aspek. Aspek inilah yang harus di penuhi agar sistem e-learning dapat berjalan dengan baik. Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia (APPI) berkata lain. APPI melakukan survei pada 921 mahasiswa yang mengikuti kuliah Dalam Jaringan (Daring) dari 36 perguruan tinggi yang berbeda menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 600 mahasiswa yang mengalami stres diakibatkan oleh banyaknya tugas.

Hasil riset yang dilakukan oleh BEM UNM pada 660 mahasiswa UNM menemukan bahwa terdapat 262 responden yang terkendala jaringan selama mengikuti kuliah Daring. 124 responden lainnya merasa bahwa pembelajaran tidak efektif. Riset lain yang dilakukan oleh LPM Psikogenesis pada 339 mahasiswa Psikologi UNM menemukan bahwa sebanyak 59% mahasiswa menilai pemahaman mereka terhadap materi selama kuliah Daring kurang baik dan memiliki beban tugas yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kuliah tatap muka.

Kondisi tersebut tentu akan mengakibatkan masalah karena ekspektasi yang tidak sesuai dengan harapan. Pemenuhan indikator keberhasilan sistem e-learning juga tidak terpenuhi. Permasalahan ini akan menyebabkan kondisi psikologis berupa stres. Stres tentu akan memengaruhi sistem kekebalan imun sehingga tubuh mudah terserang oleh penyakit, baik bakteri ataupun virus.

Taylor dalam bukunya yang berjudul “health psychology” mengemukakan bahwa stres dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Kondisi tersebut justru dapat menimbulkan eskalasi prevalensi pasien yang terpapar COVID-19. Nurdin Abdullah dilansir dari Tribun Trimur.com mengungkapkan bahwa salah satu penyebab naiknya prevalensi Pasien Dalam Pemantauan (PDP) pada wilayah Sulawesi Selatan adalah stres.

Kemampuan Beradaptasi

Disrupsi berskala besar seperti yang telah dijabarkan diatas tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi manusia, terkhusus bagi pelajar. Manusia di sisi lain ternyata memiliki kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Sternberg dan Sternberg dalam bukunya “cognitive psychology” mengemukakan bahwa salah satu fungsi kecerdasan manusia adalah untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan.

Manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi tinggi tentu akan sedikit membantu dalam kondisi sekarang. Handono dan Bashori yang meneliti tentang hubungan penyesuaian diri dengan stress lingkungan pada 46 responden menunjukkan bahwa terdapat korelasi secara negatif antara penyesuaian diri dengan stres lingkungan. Semakin tinggi penyesuaian diri maka semakin rendah stres lingkungan dan semakin rendah penyesuaian diri maka semakin tinggi stres lingkungan.

Cara Menghindari Stres di Tengah Pandemi

Terdapat berbagai cara dalam menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi sekarang ini untuk pelajar, salah satunya adalah rekomendasi American Psychological Association (APA). APA merekomendasikan tujuh aktifitas untuk mengatasi stres pada kondisi pandemik, yaitu melatih slef care, menemukan cara untuk fokus, mencari dukungan sosial, memberi dukungan terhadap yang lain, mengelola kekecewaan, batasi konsumsi berita, dan fokus terhadap hal yang dapat dikontrol.

Tindakan kecil seperti mengaktifkan fitur video call selama kelas virtual dapat membantu diri sendiri dan orang lain merasa lebih terhubung dan melakukan apa saja yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini merupakan rekomendasi dari APA. Tindakan diatas diperuntukkan untuk pelajar, namun tidak menutup kemungkinan akan efektif bagi elemen masyarakat yang lain.

Canvas sejarah telah mencatat bagaimana manusia selalu berhasil untuk beradaptasi, mulai dari krisis energi. Batu bara yang dulunya merupakan energi utama kemudian tergantikan oleh bahan bakar minyak. Cadangan bahan bakar minyak yang hari ini digunakan juga mulai mengalami penurunan volume yang cukup tajam, sehingga berbagai industri yang bergerak dalam bidang energi mulai mengadaptasi energi terbarukan.

Penulis dengan ini mengajak kawan-kawan sekalian untuk lebih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Menyadari bahwa pandemi ini diluar dari kendali kita merupakan langkah awal untuk menerima dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan.

 

Penulis: Anshary Arsyad, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar, Wakil Presiden BEM Kema F.PSI UNM 2020.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.