Tue, 21 May 2024
Esai / May 21, 2023

Tirani Perundungan Anak dan Sanksi Hukum yang Sesuai

"Anak-anak itu lucu, imut, menyenangkan dan nakal, usil, menjengkelkan. Tapi dengan itu semua anak-anak harus tetap di perlakukan istimewa"

Tulisan ini berusaha untuk kembali menilik dampak yang terjadi pada korban dan pelaku perundungan (bullying) baik secara individu maupun dalam lingkungan sosial dan bagaimana perlindungan dan sanksi anak pelaku perundungan (bullying). Sebenarnya penulis enggan mencantumkan contoh kasus, karena setiap dari kita menyalakan televisi, scroll-scroll sosmed dan keluar rumah sore hari, tindakan-tindakan perundungan terpampang dengan jelas.

Pilu si Korban Yang Malang

Kondisi sosial saat ini kerap kali kita menjumpai berbagai macam tindakan dan perilaku. Salah satunya adalah Perundungan (bullying). Bahkan juga tak jarang di beragam media massa sering kali di memuat permasalahan-permasalahan yang identik dengan perundungan, hal ini sangat memprihatinkan, melihat perilaku seperti ini seakan sudah mengakar dan menjadi tren atau sebagai ajang kuat-kuatan di kalangan pemuda dan khususnya anak.

Menyedihkan bukan, ketika keamanan dan kenyamanan anak tidak tercipta di lingkungan sosial, khususnya tempat bermain, sekolah, bahkan dalam lingkungan yang dianggap teraman dan ternyaman seseorang, dalam hal ini adalah keluarga. Justru sering kali terjadi perundungan, baik itu antara orang tua dan anak atau kakak kepada adiknya. 

Contohnya yang terjadi di Gowa, tepatnya di Kelurahan Mawang,sebut saja ia anissa (nama samaran) seorang anak yang selalu mendapat perlakuan kasar, baik itu verbal dan non verbal dari ibu dan tantenya. Kata-kata kasar serta pemukulan sudah menjadi perlakuan yang rutin ia terima untuk kesalahan yang kecil bahkan untuk kesalahan yang ia tidak lakukan. Berkat perlakuan tersebut ia menjadi anak yang pendiam, enggan bergaul dengan sebayanya dan kadang bermain dan bicara sendiri. 

Hingga saat ini penulis masih khawatir dengan mental anak tersebut.

Padahal telah diamanatkan dalam undang-undang perlindungan anak  No. 23 Th. 2002 tentang perlindungan anak, bab III mengenai hak dan kewajiban anak mendudukkan bahwa setiap anak  berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar  sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perundungan atau biasa dikenal dengan istilah bullying adalah sebuah tindakan berupa intimidasi, menyerang mental korban, pengancaman ataupun ucapan-ucapan sarkastis. yang menginginkan korbannya merasakan sakit hati, yang bilamana ini dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan si korban merasa termarjinalkan dalam lingkungan sekitarnya. Korban bullying biasanya adalah anak yang pendiam, miskin, cacat fisik,susah bergaul dan anak-anak yang fisik dan mentalnya lemah.

Di zaman yang penuh hura-huraan saat ini tindakan-tindakan seperti mencemooh, mengintimidasi, mengancam secara halus, memalak dan berkata jorok kepada korban, seakan terlihat wajar serta menyenangkan karena hal ini telah dilakukan berulang-ulang kali dan juga beregenerasi dari masa ke masa dengan pola bullying yang berbeda-beda pula.

Sehingga lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan atau tradisi di kalangan anak-anak maupun pemuda. Padahal jika kita menyelami lebih dalam lagi perasaan dari si korban, tindakan-tindakan yang berbau perundungan adalah bukan hal yang biasa-biasa saja ataupun wajar untuk dilakukan, karena banyak akibat yang lebih spesifik yang ditimbulkan.

Misalnya, minat belajar berkurang, pola makan tidak teratur, menjadi penakut, tidak percaya diri, insecure terhadap lingkungan sosialnya, depresi hingga bunuh diri. Inilah sekelumit pilu yang dirasakan oleh korban.

Euforia Merusak Diri dan Lingkungan Sekitar

Tindakan bullying di artikan oleh Rigby sebagai hasrat untuk terus menerus menyakiti korban. Seakan telah menjadi kesenangan bagi pelaku untuk melakukan tindakan tersebut, tanpa berpikir bagaimana dampak yang ditimbulkan setelahnya, hal ini diakibatkan oleh ketidaksanggupan anak untuk berpikir secara rasional. Anak dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan bahwa “ Anak adalah seseorang yang belum berusia  18 tahun atau masih dalam kandungan".

Tak bisa di pungkiri bahwa saat ini pelaku perundungan (bullying) kerap kali dilakukan orang-orang yang lebih dari segi fisik, ekonomi, usia, dan terlihat lebih religius dari yang lainnya. Kadang pula pelakunya berasal dari keluarga, misalnya orang tua dengan pola asuh yang otoriter dan mendidik dengan kekerasan terhadap anaknya, berakibat timbul pula mental yang keras pada anak tersebut dan berpotensi untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap sekitarnya pula.

Tak jarang tindakan bullying dilakukan oleh korban bullying juga. Hal ini disebabkan karena pengalaman buruk yang dialaminya sehingga memicu si korban untuk mem-bully dengan alasan untuk mempertahankan diri, dan pembuktian bahwa dirinya juga kuat, sebagai bentuk balas dendam pada lingkungan sekitarnya.

Namun ada pula pelaku bullying atas dasar dan keinginannya sendiri untuk melakukan tindakan tersebut, hal ini biasa disebut dengan Pure-Bully. Biasanya pelaku seperti ini selalu berpikir tidak masuk akal menurut saya. Bayangkan, dengan ia berpikir bahwa ia lebih kuat dan sempurna secara fisik, maka hal yang wajar ketika ia melakukan bully terhadap orang yang dianggap lemah, kekurangan dalam berbagai aspek dan cacat fisiknya.

Perasaan superior yang berlebihan sering kali menimbulkan tindakan-tindakan bully dengan motif agar si pelaku disegani dan ditakuti oleh orang sekitarnya. Lain pula pada lingkungan sekolah atau kampus, di lingkungan seperti ini bullying kerap kali dilakukan oleh senior kepada juniornya dengan motif bahwa senior adalah orang yang harus dilayani oleh si junior. Dan si senior sering kali berdalih bahwa tindakan seperti itu adalah tindakan turun temurun dan dianggap wajar “Sudah kultur”, katanya. 

Hal demikian sering terjadi pada saat pengkaderan mahasiswa baru (Maba) di UIN Alauddin Makassar, khususnya di Prodi Ilmu Hukum. Tak jarang maba mendapat perlakuan kasar dari para senior dengan dalih “Uji mental”, padahal tindakan seperti itu bisa merusak mentalnya sendiri. Merasa berhak atas ketidak-berhakannya untuk memukul adalah tindakan di luar kendali, jika kultur semacam itu terus dibiarkan perguruan tinggi tidak akan melahirkan alumni yang berintelektual, melainkan Preman jago kandang. 

Belum lagi kasus yang baru-baru terjadi di Bone, Sulsel. Mahasiswa tersebut meninggal usai pulang dari Diksar Pencinta Alam. Kira-kira bagaimana mental, perasaan dan tanggung jawab dari para seniornya?  

Dampak yang akan dirasakan oleh pelaku bullying adalah hilangnya kontrol emosi, keinginan untuk selalu berbuat agresif dan kehilangan rasa empati. Apabila tidak cepat dihentikan maka akan menyebabkan pelaku merasa bahwa tindakannya adalah sesuatu yang wajar. Benar kemudian perkataan yang sering kita dengar bahwa “ Sesuatu yang salah jika dilakukan berulang-ulang akan menjadi sebuah kewajaran”.

Dampak lain juga akan dirasakan pelaku ketika berada dalam konteks masyarakat dimana bullying  tidak mendapat toleransi maka pelaku akan dianggap sebagai tindak pidana karena melakukan kekerasan, menghina dan lain sebagainya, dan berujung pada penahanan atau penjara.

Aksi  Perlindungan Pada si Agresi nan Sarkastis

Perundungan (bullying) merupakan tindakan kekerasan dan masuk dalam tindak pidana. Sebelum melakukan penegakan hukum bagi pelaku dalam hal ini dikhususkan bagi anak, ada baiknya penegak hukum mengingat kembali bahwa  anak adalah calon penerus bangsa dan penentu sejarah dimasa depan. Anak berhak mendapatkan peluang untuk tumbuh dan berkembang secara ideal, baik itu dari segi akademis maupun non akademis sehingga diharapkan mampu membawa perubahan di masa yang akan datang.

Terlepas dari semua itu, tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus tetap mendapatkan sanksi, namun hak-hak pada anak harus tetap diberikan. Anak sejatinya bukanlah untuk di hukum, melainkan dibina dan dibimbing dengan etika, moral dan budi pekerti yang baik, sehingga tindakan-tindakan seperti bullying tidak lagi dilakukan oleh si anak.

Ketika memasuki proses hukum dengan tujuan pemberian sanksi kepada anak, maka harus tetap memperhatikan kondisi psikis, fisik, kebutuhan dan hak anak. Penanganan kasus bullying yang salah akan berakibat buruk bagi masa depan anak maupun negara, mengingat anak adalah penerus bangsa dan negara. Maka dari itu diperlukan penanganan yang baik dan tepat bagi pelaku bullying.

Sudah tepat langkah pemerintah dalam merespon perlindungan pidana anak. Melihat (c pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012  tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu “ Anak hanya akan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang”. 

Begitu juga pada  pasal 28 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menegaskan bahwa "anak tetap memiliki kewajiban untuk mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta". Demi perkembangan akademik anak tersebut, maka hal itu dijaminkan oleh Undang-Undang.

Menurut saya alangkah baiknya kalau anak tidak dijatuhi sanksi berupa tindak pidana apapun, karena dengan itu akan menimbulkan trauma dan depresi pada anak. Belum lagi stigmatisasi yang akan dilekatkan oleh masyarakat kepada anak tersebut nantinya.

Saran saya limpahkan hal ini pada yang berwenang, dalam hal ini Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus bisa memberikan tempat Rehabilitasi mental dan Pembinaan budi pekerti sebagai wadah untuk pelaku bullying dalam merekonstruksi mental, budi pekerti dan tata krama, tetapi tetap mengindahkan kebutuhan akademik dari pelaku. Peran keluarga dan masyarakat juga sangat penting dalam hal melakukan pembinaan tingkah laku setelah keluar dari lembaga rehabilitasi tersebut.  

Dengan begitu sanksi atau hukuman yang diberikan pada pelaku bisa bermanfaat, tidak mengambil hak anak dan kebutuhan akademik dan psikisnya tetap terjaga. Dan diharapkan bisa menjadi generasi emas yang manusiawi.


Penulis: Fadillah Dharma Wijaya, mahasiswa, dapat dijumpai di Instragram _ fdhil01_.

Tranding

Puisi / 05 21, 2024
Di Perjamuan Lain
Puisi / 05 21, 2024
Kususuri Kenangan
Puisi / 05 21, 2024
Sepotong Puisi

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.