Berteduh di Bawah Mobil Terbang
Seorang yang katanya datang dari masa depan
berkata padaku,
"Waktu aku hidup di abad ke-22, aku pernah
berteduh di bawah mobil terbang yang sedang parkir,"
celetuknya sambil menepuk-nepuk jas ujan plastiknya
yang ia keluarkan dari jok motornya.
Kemudian ia memberikanku selembar foto polaroid.
Di foto tersebut; aku melihat ia dan beberapa orang lainnya
sedang berteduh di bawah mobil terbang yang sedang parkir.
"Bagaimana?" tanyanya sambil memakai jas ujannya.
Kemudian ia naik ke motor PCX 160-nya.
Beruntungnya ketika ia ingin menarik gasnya
aku sempat menyindirnya,
"Alah paling ini editan. Mana ada orang dari abad ke-22.
Memberikan selembar foto polaroid yang sudah lecek begini."
*
Halte Keranda Biru
untuk mayat-mayat dini hari
yang ingin pulang ke rumah yang sejati
Dini hari sejumblah mayat jemu
menunggu keranda biru.
Di halte keranda biru.
jalan alam baka penuh riuh
dengan truk-truk yang berisi
doa-doa permohonan ampun
dari keluarga yang ditinggal pergi.
Lampu lalu-lintas silih berganti
--doa diterima, doa tidak diterima.
Hijau-merah, merah-hijau.
Baru berapa jam kemudian
sejumlah mayat mendapatkan
jatah keranda yang membawanya
pulang ke rumah yang sejati.
”Bagi orang yang sudah mati
menunggu lama keranda
adalah hal paling menjengkelkan,”
celetuk mayat lelaki yang berbadan ceking.
Di dalam keranda
sekumpulan mayat
menyebarkan nyiur amis
dari peluh badannya.
Ada banyak mereka yang tertidur,
ada yang hanya menatap kosong,
ada yang bermain handphone
karena masih penasaran
kabar kerabat dan sahabatnya di dunia.
Penulis: Muhammad Ridwan Tri Wibowo, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta. Instagram: @mridwantw