Damailah Ase-ku
Damailah Ase-ku
Semilir angin melambai-lambai
Di pematang ladang hijau mulai menguning
Demi sebuah tradisi pernah menjajah
Dari rumah, tanah, hingga jejak-jejak yang membekas
Dicermin sungai beberapa bayang wajah
Wajah lelah, wajah yang menghalau matahari
Menjelajah setapak nan asri berbalut kicauan burung
Digenggamnya pisau melengkung oleh tangan-tangan halus
Segenap yang menawarkan jasanya mengabah
Berduyun-duyun pasipulungi ase
Lalu dihempasnya diujung kayu
Butir-butir yang gemercik
Seolah mengusik jiwanya
Atas apa yang ia lakukan tak sia-sia yang merupakan ilmu kehidupan
Damai alam, damai syukur
Menampakkan indah sungguh molek
Dalam lantunan alat tonra dari alu dan lesung
Ana’ dara suku Bugis
Untaian tari menyejukkan suasana
Dibias cahaya malam menusuk cakrawala seraya berdendang
Sere api mengabarkan angin
Bahwa baranya tiada padam
Seakan memadukan kobarannya
Merindukan sang dewi padi
*
Kontemplasi Alam
Pada saat ingin dipulihkan
Tersingkirkan lagi-lagi
Ketimpangan industrilisasi merebut narasi
Perusahaan-perusaan besar melahirkan emisi
Lingkungan pincang akan rahasia
Kehilangan dasar-dasar ekologis
Malapetaka ekosistem terus bergulir
Kritik karbon penghancuran habitat
Lembah air mata petani
Pembebasan tanah demi proyek
Kelindangan negara akan kolporasi
Berjalan berlawanan
Apakah utopis antara manusia dan alam?
Penulis: Wardah Wahyuni, mahasiswa fakultas kehutanan Universitas Hasanuddin yang aktif di UKM Belantara Kreatif. Dapat ditemui di Instagram @wardahwahyuni.