Dua Puisi Karya Wahyu
Kita bukan virus
Kita bukan virusnya.
Dan bumi tidak sedang berestorasi.
Kita adalah kera yang baru numpang saban hari
Berhenti merasa kita yang membuat bumi berlari.
Bumi akan tua, bumi akan mati, bumi pernah lahir.
Dan kita bukanlah akhir, tidak membuat apapun berhenti, jelas bukan sebuah urea.
Kita duduk dikursi kecil, disebuah kubus berlapis batu dan semen
Dipayungi genting, di selimuti penyegar udara, ditemani kotak kecil ajaib penuh hiburan.
Sembari merasa jadi bahan bakar alam semesta.
Jangan berpikir ketiadaanmu membuat bumi bahagia
Atau berpikir keberadaanmu membuat bumi nestapa
Kau hanyalah figuran.
Bersama jutaan hayati yang telah mati. Miliaran tahun yang lalu.
Kau, aku, kita hanyalah anak semesta.
Berhenti berpikir laiknya sang pencipta.
Kita semua adalah epitome keangkuhan
*
Statistik (Milenial)
Kau hidup sebagai angka
Mati sebagai statistik
Tetanggamu menolakmu sebagai kerangka
Pemerintah menanggapmu hanya sebuah rintik
Generasimu adalah seluruh kebingungan
Berdiri dihadapan kedamaian yang lebih sengit dari perang
Orang tua menasehatimu tentang penderitaan yang kau lebih paham pedihnya
Anak-anak kau ceramahi kebahagiaan yang belum kau tahu muaranya.
Semesta hidupmu kekacauan.
Dan kau adalah bintang yang sedang menghitam.
Kau cahaya vertikal di ufuk barat langit. Kerlip hijau bermandikan emas di pantulan laut.
Sedang orang tua melihatmu gundah tak mau tenggelam
Anak-anak gusar menunggumu tak kunjung padam.
Cuci tanganmu. Kau tidak mau terkena virus
Tutup pintumu. Kau tak mau terhubung
Nyalakan telpon genggam mu. Kau ingin berarti
Ceritakan pada Tuhan kau telah membunuhnya seribu kali dalam masa hidupmu
Dan pada anak-anak sesudahmu,
Katakan pada mereka kita sedang menuju jalan menjadi Tuhan:
Kejam dan tidak terhubung
Penulis: M. Wahyu Setiawan, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar, pegiat literasi di STIGMA.