Fri, 18 Apr 2025
Puisi / Tiara Oka / Feb 19, 2025

Fatamorgana

Fatamorgana

 

Dunia yang biasanya riuh, tiba-tiba terdiam,  

Seperti hening yang mencuri setiap desir angin.  

Seseorang datang, dengan mata yang penuh harap,  

"Berikan aku ruang, beri aku kesempatan untuk merangkai harapan yang hilang."  

Katanya, bukan karena iba, tetapi karena peduli.  

Namun, benarkah? Hati ini terus bertanya-tanya.

 

"Aku peduli padamu," ujarnya,  

"Aku takut tanpa dirimu, harapan itu akan menguap seperti embun pagi."  

"Percayalah, kali ini aku sungguh-sungguh."

 

Namun, sampai kini aku masih bertanya,  

Ke mana ia pergi, menyisakan hanya bayang-bayang di antara kesunyian?

 
*
 

Untuk diriku

 

Keberanian bukanlah ketiadaan ketakutan,

tapi kemampuan melangkah meski takut.

Setiap langkah kecil yang kau ambil adalah kekuatan baru dalam dirimu.

Terima kasih sudah berani menghadapi tantangan,

karena setiap kesulitan adalah kesempatan untuk tumbuh.


Perjalananmu masih panjang,

teruslah bermimpi, teruslah melangkah.

Kau lebih kuat dari yang kau kira,

dan aku percaya padamu.

Dengan penuh cinta dan semangat dariku, untuk diriku.

 
*
 

Tidak Selalu Buruk

 

Senja perlahan menghilang,  

digantikan malam yang kelam, tanpa warna.  

Seperti dirimu yang menghilang begitu saja,  

tinggal aku, merinduimu dalam hening yang tak kunjung reda.


Betapa berat rasanya, mengapa malam harus datang?  

Mengapa kau harus pergi?  

Setiap malam, bayangmu kembali,  

dan perasaan ini terus terperangkap dalam kebencian yang sunyi.


Namun, ada satu yang kucoba pahami,  

Malam tak selamanya buruk,  

karena dari gelapnya, bintang-bintang mulai berkilau.  

Begitu pula, kepergianmu mengajarkan aku,  

bahwa dalam setiap kehilangan, ada ruang untuk yang lebih baik.


Seperti malam yang cantik,  

yang baru kucamkan dalam diam,  

ternyata keindahannya ada di balik kesunyian yang dulu kutakuti.

 
*

Seharusnya Sudah Cukup

 

Malam tak selamanya buruk,

malam membawa kedamaian yang hening.

Hening, begitu tenang, seolah memanggilku untuk keluar

dan berdiri di balkon rumah,

menatap langit yang penuh bintang.

Bulan yang bersinar terang, menerangi setiap sudut malam.

Sungguh, indah bukan? Lantas, mengapa malam tak pernah cukup?


Malam, sebenarnya tidaklah salah.

Aku yang masih bersikeras memilih senja,

seakan malam tak mampu menghiburku,

seakan bintang-bintang itu tak cukup

 
*

Aku, Diriku

 

Tak ada yang menjanjikan jawabannya akan datang,  

tak ada yang memberi tahu badai akan segera pergi.


Namun, saat malam datang dengan membawa segala ketakutannya,  

aku akan tetap memeluk diriku sendiri,  

menemukan ketenangan dalam keheningan yang ada.


Jika tak ada jawaban yang datang padaku,  

aku akan belajar berbicara pada diriku,  

menyusun kalimat-kalimat harapan yang hilang.


Jika badai tak kunjung reda,  

aku akan belajar melukis pelangi  

dengan tangan yang pernah goyah,  

dan hati yang kini lebih tegar.


*

Rumpang 

 

Sendirian, berpegang pada reruntuhan rumah yang telah hancur,

tersesat dalam kegelapan yang tak berujung,

kedinginan meresap hingga ke tulang.

Setiap malam, aku merasakannya—

hampa, sepi, dan tanpa arah.


Tak ada yang semakin buruk,

tak ada yang menjadi lebih baik,

semuanya terjebak dalam kekosongan yang sama,

pada akhirnya, aku hanya bisa terdiam—

tak berdaya, seperti angin yang hilang dalam malam


*

Ramai

 

Tak ada apa-apa,

tapi aku ingin lari sekuat hati,

tak ada suara,

namun sekelilingku begitu gaduh.


Aku tenggelam dalam perasaan ini,

menyembunyikan diri dengan menutup telinga,

meringkuk dalam sunyi yang tak kunjung datang.

Sudah cukup… gundah ini begitu dalam,

seperti terjebak dalam keramaian yang kosong.

 

 
Penulis: Tiara Okaseorang yang suka menulis serta mengeksplorasi emosi dan perjalanan batin dalam puisinya. Dapat ditemui melalui instagram @tiaraaoka.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.