Fri, 18 Oct 2024
Puisi / Fadilah Safar / Oct 12, 2024

Habis

HABIS

 

Hanya ini yang bisa kubagi

Cerita bahwa tidak ada cerita lagi

Kisah bahwa tidak ada yang bisa dikisahkan lagi

 

Bahwa saat ini aku sedang mencari diriku yang sedang mencari

Bahwa saat ini kertas berisi cerita tentang cerita yang habis

Bahwa saat ini khayalanku adalah andaikan aku berhenti mengkhayal

Bahwa saat ini pikiranku dipenuhi pikiran harus berpikir apa lagi

 

Suaraku sedang malas bersuara

Karena suara pun seperti tanpa suara

Tatapanku sedang malas bercahaya

Karena cahaya memilih berselimut di kegelapan

 

Senyumlah sampai semua benar-benar habis

Lalu air mata mengalir di cabang senyuman

Hingga semua terasa berhenti

Lalu kau tertidur kembali

 

Habiskah?

Tidak, bukan habis atau berhenti

Kini berlanjut di layar mimpi

Bermimpi seandainya tidak lagi ada mimpi



-NFS-

Makassar, 7/7/2017

 
*
 

Tentang Perjalanan,Rindu, dan Kekasih dari Sang Maha Kasih

 

Tuhan memberikan kita jalan

Yang terkadang basah karena nyanyian hujan

Dan terkadang buram karena hembusan debu

Tak jarang dedaunan bertebaran, berbisik rindu dalam gesekan waktu


Tuhan memberikan kita jalan

Beranak dan bersetapak

Berliku, berhias fatamorgana

Kerikil dan tanah yang licin, adalah kejutan di pendakian


Jalan sedang kita jajaki sendiri

Sambil terus mengacu pada satu pedoman

Sesekali tercurah simpati pada musafir yang pandai bersyair

Namun ternyata jalannya enggan kita lewati


Kita sedang sibuk dengan kedua kaki agar mampu bergerak ke depan

Namun hati yang sibuk mencari, disangka bisu dan terlelap

Hingga akhirnya langkah kita bertemu pada suatu jalan


Lantas kutanyakan kemana akan kau pergi?

“Aku menuju Tuhanku” begitu katamu, 

Kemudian hati bersepakat tentang satu jalan, dan satu rasa telah bertemu


Kini perjalanan telah beda, jemari kita saling berselip erat-erat

Melangkahpun kita enggan saling mendahului

Debu dan air hujan justru menjadi alasan agar terus berjalan

Bahkan kerikil dan jalan yang licin, mampu kita lalui


Tak usah risau bila  kaki kita terluka

Ingatlah bahwa lelah lebih terasa jika kita ingin mendaki

Ingatlah bahwa pedoman kita sama, dan kita adalah penguat satu sama lain


Kita ini sedang berjalan pulang

Jalan kita menuju kampung halaman dan untuk bertemu Tuhan

Kita berjalan dengan rindu yang sesak dalam dada

Wajarlah jika sabar dan percaya menjadi bekal yang selalu dikemas


Perihal cinta yang mengikat kita,

Kau adalah bukti bahwa do’aku dikabulkan Tuhan

Hatimu adalah alasan untuk mengalah dan menerima

Percayalah, aku adalah kekasihmu dari Sang Maha Kasih


Sabtu, 02 Juli 2016

 
*
 

-Mendamba Sebuah Arti-

 

Bermula pada suatu janji hingga nampak sebuah mentari

Lalu kurasakan belaian dari mereka, pemandu cintaku agar kumampu berayun di ranting cakrawala

Hingga perlahan nalarku merangkak kian tinggi, mencari hakikat janjiku dahulu


Waktu jelas tak mau menunggu, tubuhnya kekar melaju kencang membawa ragaku yang semakin merunduk

Namun waktu tentu tunduk kepada-Mu, dengan lapang dia menuangkan air dan menghapus penak agar kumampu mengadu dalam kasih-Mu


Untung saja Kau hadirkan teladan yang risalahnya teramat mulia

Bersamanya Kau sampaikan pedoman agar cahaya menjadi nyata dalam tiap pandangan

Dengan itu kutanamkan satu demi satu tiang-tiang penghalang bara yang mencandu di dalam dada


Terngiang sebuah tanya tentang sejarah setelah nanti aku tiada

Mungkinkah namaku akan abadi terangkai dalam tiap memori?

Ataukah justru terbenam bersama jasad yang perlahan merapuh

Entah apa yang telah kusemai disini, dan entah kapan senja akan menorehkan warna


Rindu seolah tak ingin beranjak dari jiwaku yang selalu ingin bersama-Mu

Dan bila nanti waktu membawaku dihadapan-Mu

Kuharap janji itu masih tersimpan dalam jiwaku


Ahad, 2 Agustus 2015

 
 
Penulis: Fadilah Safar, konselor Sibawaku.id. Anggota Yayasan Asa Timur Indonesia.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.