Tue, 15 Oct 2024
Puisi / Rifqi Septian Dewantara / Sep 21, 2024

Langkah Hidup Menuju Takdir

Menerjang Gabir

Cerahmu menyimpang; Berau melancong, diselip klotok — yang terbias laju ombak

Nelayan payang bersiah ke sisi pantai; berangkat dengan sejambar konservasi, melibat jaring angkat, memilah botol bekas, serta-merta laut rembang

Kerang berkamuflase — menyilik corak dermaga, tangkai kayu mengubah pasir putih seperti sedia kala menyimpan misteri kedalaman lara

Pemandangan; inai-inai gemulai, lewat desir sore, aku menggamat kepiting pantai

Ya, pulauku kudengar kau sedang merinai.. 

 

2023

*

Takdir Buatan

Alam buatan. Vaksin buatan. Dunia buatan. Robot buatan. Kita sedang membuat ketenangan dari tisikan jarum jam melalui media buatan

Tusuk-mematuk, ringis-mengikis, jalan-kebenaran

Tuhanku, aku mengadu. Mengapa saban hari takdirmu menjadi buatan?

 

2023

*

Langkah Hidup Menuju Takdir

Pergi dari rumah ini dan kita akan temukan jawaban hidup lewat kota-ke-desa. Menimang-nimang kenangan masa lalu; dan kita akan mendengar suara-suara dek kapal di sana, berlayar—menangkap sebuah perjalanan masa depan

Pergi dari rumah ini dan kita akan menangis ketika dua-tubuh renta memaki-maki. Masing-masing mempertanyakan hidup, untuk apa sebenarnya mati? jiwa-jiwa diciptakan dari kesendirian yang sedari lahir kita tidak tahu, tidak mengerti bagaimana cara menghindar dari keramaian

Pergi dari rumah ini dan kita akan pergi, pergi berjalan tanpa henti. Kaki-kaki telah kandas oleh langkah tertatih—apakah kita sedang di rumah? apakah kita di luar rumah? 

Pergi dari rumah ini dan kita akan terbangun di mana hidup adalah masa depan. Lalu mengerling, seolah rumah telah tiada di benak kita. Barangkali rumah seperti aula, barangkali rumah berbentuk istana, barangkali rumah ada di hutan, barangkali rumah adalah Tuhan?

Pergi dari rumah ini dan kita akan termenung. Tercenung sendiri dari rentetan perjalanan kepala tentang rumah. Kau bertanya: 

Apa kita sudah pulang? 
Ya, kita telah berpulang kawan.

 

2023

*

Tabiat 

Aku bosan dengan senja alam, yang sering orang lain dambakan disaat ia berpura-pura menjadi bijaksana

Aku enggan berdiskusi bersama kopi, walaupun semua orang senang dengan pahitnya rasa di lidah

Aku mau yang berbeda, yang tidak pernah dibahas lewat pikiran-pikiran manusia

Aku; lebih suka tengah malam — ditemani buku dan air putih. Hanya itu yang aku mau; sunyi, tenang, damai, yang menggambarkan kepribadianku.

 

2023

 

Penulis: Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur.  Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi puisi bersama. Kini bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.