Thu, 25 Dec 2025
Puisi / Ahmad Norhudlari / Dec 25, 2025

Membaca Ejaan Hujan dan Nona

Puisi: Membaca Ejaan Hujan dan Nona

Halaman buku tua

Aku mengeja hu-jan

Dua suku kata yang jatuh perlahan membasahi bumi

Rintik-rintik berbunyi di atap rumah

Angin dingin membawa kabar

 

Lalu halaman berikutnya

Aku temukan no-na

Dua suku kata terasa di kalbu

Bisikan embun dan suara halus

 

Hujan dan nona

Dua kata tak dibaca dengan suara keras

Karena kata itu, gemetar di ingatan

Ada rahasia tak bisa diungkapkan

 

Sejak saat itu

Setiap kali hujan turun

Aku teringat lembaran kisah

Kebersamaan dengan nona di kala bumi terang

 
*
 

Puisi: Sopir Buat Sang Nona

 

Pagi berembun menyusup dingin

Ia datang diam-diam

Pakaian rapi, senyuman tak usang

Sopir pribadi penjaga sang nona


Ia bukan sekedar pengemudi dengan setir

Tapi saksi perjalanan hari-hari nona

Tawa dan tangis yang lirih

Ia memandangi, tapi tak bertanya


Jalanan kadang bising, kadang sepi

Ia tetap tenang, tanpa getar melaju

Menjaga waktu, menjaga perjalanan

Hingga sang nona sampai ke tujuan


Ia tau langkah-langkah nona di pagi hari

Tau kapan bercerita, tau kapan berdiam

Sepasang kaca spion melihat dunia

Hatinya tetap tertambat di tugas mulia


Sang sopir bukan sekedar pengemudi

Tapi pengabdian, kesetiaan dalam bekerja

Sopir pribadi menawarkan perjalanan aman

Menjadi penjaga bayang-bayang sang nona cemerlang


*

Puisi: Dua Sepeda, Satu Jalan

 

Seorang pria mengayuh sepeda

Pelan-pelan di jalan berdebu

Di belakang ada seorang wanita berhijab

Tertawa dan tersenyum kecil dengan irama sepeda


Sawah jadi hamparan permadani

Burung-burung bernyanyi menyambut pasangan pemuda

Angin sepoi berembus ke rambut sang putri

Sang pria menoleh, tersenyum hingga ke hati


Mereka saling pandang, tak bicara lisan

Roda berjalan dengan harapan

Jalan panjang membuat peta-peta

Hati mereka saling terikat


Di persimpangan, mereka berhenti

Pohon-pohon mangga menawarkan teduh

Saling berbagi tegukan air, terucap cerita

Tentang mimpi-mimpi kecil hingga besar


Mereka kembali mengayuh

Menyusuri perjalanan, memandangi ciptaan-Nya

Dua sepeda, ada dua hati terbungkus satu

Di desa sunyi tumbuh cinta menembus angkasa

 
*
 

Puisi: Sang Puteri 

 

Ujung senja matahari mulai bersembunyi

Sunyi di ladang kosong

Sang puteri berjalan perlahan

Membawa lampu-lampu harapan


Gaun bertiup angin di antara rumput-rumput

Seperti doa tak kenal henti

Tangannya berjuang menepis badai

Membawa secercah kelembutan


Ia bukan ratu di istana besar

Tapi puteri di singgasana rumah

Mahkota ia kerudung putih

Wajahnya bersinar menawarkan kerinduan


Malam hari dibuatkan teh cinta

Menyulam benang-benang sabar

Matanya menyimpan telaga air, bintang-bintang langit

Hatinya memendam bunga harum dan mekar


*

Puisi: Pidato Buatmu

 

Langit biru yang mendengarkan

Dan bumi sunyi menanti waktu

Aku naik panggung, menyusun kata

Terucap untukmu, perempuan tak sekedar kenalan


Engkau berhiasan wajah teduh

Musim-musim menumbuhkan kesuburan

Langkahmu berayun dengan jejak anggun

Pohon-pohon melambaikan sapaan


Caramu menatap membuka cakrawala

Menenangkan gejolak badai dalam dada

Sabar yang menyusup di setiap napas

Menebarkan ketenangan terlukis di wajah


Engkau bukan hanya cantik

Tapi teguh dan berilmu, berisi akar kuat

Tak gentar meski gelombang waktu menghadang

Angin, hujan ditepis keberanian


Wahai perempuan

Pidatoku ini bukan sekadar gurauan

Melainkan pengakuan dan pujian

Bahwa engkau perempuan pilihan

 
 
Penulis: Ahmad Norhudlari, lahir di Hulu Sungai Selatan. Alumnus UIN Antasari Banjarmasin. Aktif menulis puisi dan desain grafis di media online. Puisi-puisinya bisa dibaca pada laman norhudlari.blogspot.com maupun di akun Instagram @nor_hudlari.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.