Puisi: Sopir Buat Sang Nona
Pagi berembun menyusup dingin
Ia datang diam-diam
Pakaian rapi, senyuman tak usang
Sopir pribadi penjaga sang nona
Ia bukan sekedar pengemudi dengan setir
Tapi saksi perjalanan hari-hari nona
Tawa dan tangis yang lirih
Ia memandangi, tapi tak bertanya
Jalanan kadang bising, kadang sepi
Ia tetap tenang, tanpa getar melaju
Menjaga waktu, menjaga perjalanan
Hingga sang nona sampai ke tujuan
Ia tau langkah-langkah nona di pagi hari
Tau kapan bercerita, tau kapan berdiam
Sepasang kaca spion melihat dunia
Hatinya tetap tertambat di tugas mulia
Sang sopir bukan sekedar pengemudi
Tapi pengabdian, kesetiaan dalam bekerja
Sopir pribadi menawarkan perjalanan aman
Menjadi penjaga bayang-bayang sang nona cemerlang
*
Puisi: Dua Sepeda, Satu Jalan
Seorang pria mengayuh sepeda
Pelan-pelan di jalan berdebu
Di belakang ada seorang wanita berhijab
Tertawa dan tersenyum kecil dengan irama sepeda
Sawah jadi hamparan permadani
Burung-burung bernyanyi menyambut pasangan pemuda
Angin sepoi berembus ke rambut sang putri
Sang pria menoleh, tersenyum hingga ke hati
Mereka saling pandang, tak bicara lisan
Roda berjalan dengan harapan
Jalan panjang membuat peta-peta
Hati mereka saling terikat
Di persimpangan, mereka berhenti
Pohon-pohon mangga menawarkan teduh
Saling berbagi tegukan air, terucap cerita
Tentang mimpi-mimpi kecil hingga besar
Mereka kembali mengayuh
Menyusuri perjalanan, memandangi ciptaan-Nya
Dua sepeda, ada dua hati terbungkus satu
Di desa sunyi tumbuh cinta menembus angkasa
*
Puisi: Sang Puteri
Ujung senja matahari mulai bersembunyi
Sunyi di ladang kosong
Sang puteri berjalan perlahan
Membawa lampu-lampu harapan
Gaun bertiup angin di antara rumput-rumput
Seperti doa tak kenal henti
Tangannya berjuang menepis badai
Membawa secercah kelembutan
Ia bukan ratu di istana besar
Tapi puteri di singgasana rumah
Mahkota ia kerudung putih
Wajahnya bersinar menawarkan kerinduan
Malam hari dibuatkan teh cinta
Menyulam benang-benang sabar
Matanya menyimpan telaga air, bintang-bintang langit
Hatinya memendam bunga harum dan mekar
*
Puisi: Pidato Buatmu
Langit biru yang mendengarkan
Dan bumi sunyi menanti waktu
Aku naik panggung, menyusun kata
Terucap untukmu, perempuan tak sekedar kenalan
Engkau berhiasan wajah teduh
Musim-musim menumbuhkan kesuburan
Langkahmu berayun dengan jejak anggun
Pohon-pohon melambaikan sapaan
Caramu menatap membuka cakrawala
Menenangkan gejolak badai dalam dada
Sabar yang menyusup di setiap napas
Menebarkan ketenangan terlukis di wajah
Engkau bukan hanya cantik
Tapi teguh dan berilmu, berisi akar kuat
Tak gentar meski gelombang waktu menghadang
Angin, hujan ditepis keberanian
Wahai perempuan
Pidatoku ini bukan sekadar gurauan
Melainkan pengakuan dan pujian
Bahwa engkau perempuan pilihan
Penulis: Ahmad Norhudlari, lahir di Hulu Sungai Selatan. Alumnus UIN Antasari Banjarmasin. Aktif menulis puisi dan desain grafis di media online. Puisi-puisinya bisa dibaca pada laman norhudlari.blogspot.com maupun di akun Instagram @nor_hudlari.