Perang Digital
Perang Digital
puisi: Akir Muhammad
Dalam genggaman,
benda kecil yang lugu menampilkan banyak hal
tanpa harus lama menunggu.
Orang-orang mulai tidak peduli dengan
hangat matahari pagi,
sebab perannya sudah terganti dengan berita-berita hangat terkini.
Dengan jari-jemari yang lincah dan licik,
kebencian begitu mudah ditebar ke sana-sini.
Beberapa dari mereka tetap memilih untuk lebih dulu mengkaji.
Beberapa yang lain sudah tidak tahan lagi
untuk mem-bully dan mencaci.
Siapa pula yang bisa lebih bersabar?
Jika yang selalu dikejar eksistensi dan validasi diri.
HAHAHAHA!!!
Tampar-menampar di kolom komentar.
Saling serang dengan kata-kata utusan neraka
tanpa sadar.
Sebagai antisipasi, mereka akan
menyiapkan kalimat mendayu-dayu
bentuk klarifikasi.
Berjanji tidak akan mengulangi,
baru sehari sudah kembali menghakimi
menu-menu gosip yang belum pasti.
anak-anak belum mengerti apa-apa,
turut diracuni dengan aplikasi-aplikasi
yang katanya penghibur diri.
tapi, kok, dengan cara menghinakan diri?
Generasi tua pun tak mau kalah eksis.
Katanya, yang penting HEPI!
Sssstt... Jangan coba-coba dibantah!
Nanti dikutuk jadi TAI!