Sun, 08 Sep 2024
Puisi / Kontributor / Jan 04, 2021

Puisi-Puisi Fath

Parasit

Dua milenium resmi membingkai sejarah. Lekat erat dalam album mono.
Pararel yang tak istirahat melintas tepat di planet keempat .
Mengeja kisah dua dasawarsa kemudian, setelah potasium klorat memeras darah batavia.
Mengabur air mata perih yang ramai ramai tak disangka.

Detik detik menampar nasib yang kini terkumpul dalam tangga nada bencana.
Gilang gemilang gedung berselimut debu tiupan benua. Padang datar bergaris. Rindu klakson motornya.
Sudah lama tak menyapa dimensi, sudah lama kasusmu menari.
Merangkum rapuhnya jiwa dalam suasana, berjaga di atas duka nestapa.

Respirasi kau kelamkan bersama paru paru hitam berlapis plastik, yang terpaksa melayang bertebaran. Layaknya sampah jalanan.
Berambai ambai keringat rasio medis bagai plasma darah yang rela membengkak dalam poliester ketat.

Getaran rasa terurai jadi sinyal sinyal ketakutan.
Nyawa surut lebur kau gempar.langkanya alam bebas kau lempar bersembunyi dari kebiasaan.

Masihkah kau pelihara ceriamu? leluasa seperti sendi peluru?
Menumpang diri membekaskan nutrisi merah.
Kau lebih parah dari senja yang muncul di belakang layar.
Berpose liar kepadaku yang tak disentuh defisiensi mental.

Seperti mengukir di atas pasir yang dihapus derai ombak.
Juga menatap pucuk mentimun yang bersih sendiri.
Sama dengan lenyapmu yang didamba dambakan semesta.
Coba tanyakan pada influenza, bukankah upaya lawanmu itu lebih besar melewati batas ruang dan jauh dari yang kau kira kira?

*

Nyata

Ilalang menyertai gaun putih berlumuran darah.
Tangan tangan yang berdosa tak sengaja menyapa.
Apalah daya wajah yang sangat laknat ini, berekspresi di muka bumi yang suci.
Mungkin tinggal menunggu mati lalu bangkit dalam jahannam.

Hidup yang keras dan begitu memeras kesabaran.
Bagaimana pula dengan diri yang tak suka dikekang, diri yang nyaman dengan paras yang tampak di kaca cermin retak.
Bisakah diri itu bertahan di atas puing-puing keganasan kolonial yang berwajah milenial.

Pilih mati karena tak sanggup.
Atau memohon mengutuk diri jadi burung merpati yang tak pernah ingkar janji.
Jalani hidup dengan kebebasan lepas, tanpa ayah tanpa ibu sang bidadari.
Ah apa guna berandai andai yang mustahil.

Mungkin lebih baik, jika besi tajam mengukir nasib di dada dan nadi.
Hingga darah-darah yang akan mengalir habis, gaun putih yang jadi penutup diri yang keras kepala dan padang rumput beserta kumbang-kumbang ramah yang menemani makhluk sialan mengakhiri hayat.

*

Pernah
(ever not forever)

Ini tentang dia yang disihir waktu
Awan awan hitam menyapa pagiku
Sebentar lagi datang titik titik yang berusaha menerobos atap atap
Femurku remuk,membeku,dan terpaku diatas ranjang
Malas rasanya menatap hari yang menamparku setiap detik

Masih kurasakan ragamu yang kejam lari tanpa alasan
Dan jiwamu yang sengaja memanipulasi keadaaan
Masih terbayang pula saat aku menyelam dalam korneamu
Dan beraharp agar sepotong hatimu dapat kubawa pulang

Sayangnya,,,,,kita hanya bermain layaknya rekayasa
kita hanyalah angin yang berlalu dan dimakan waktu
hingga menjadi 2 orang asing yang sebatas hampir
yang berharap banyak hingga lupa akan kepastian

sungguh bodoh diri ini terlalu lancang mengetuk hatimu
hingga lupa bahwa kupu kupu tak akan pernah jadi melati
parahnya tak ingin kuakui bahwa kita sedang bermimpi
lagi lagi aku hanyalah seorang penikmat yang laknat

memilikimu sekali lagi yang nyata telah menyiram hidupku dengan air mata
mengharapkan petualangan baru yang jelas jelas telah usai disulap orang ketiga
aku hancur kau perdaya,aku gila di garisbawahi takdir dengan kata bekas.
Lagi lagi kau bagai flaka
Membuatku kecanduan hingga lupa kenyataan
kau sangat hebat membunuhku
menyimpul urat urat ini lalu pergi bagai rajawali

aaaaarrrrkhhh...................
mengapa kita mesti jadi wadah hingga meluas jadi samudra, mengapa kau begitu kejam menampar perasaanku dan lebih memilih dia
seseorang yang baru telah menyentuh inti jantungmu, lalu secepat itukah kau hapus aku dalam hidupmu.
Haahh, selamanya kau akan terbungkus kemungkinan.

Terima kasih untuk luka yang kau kirim,terima kasih untuk kenangan yang kau resmikan jadi sejarah.

Bosan aku sungguh bosan
Dibiarkanmenangis, kepanasan, terambang, haus, dan kesakitan di atas penderitaan.

Terlalu lama

 

Penulis: Fath Fatimah, pelajar di MAN Insan Cendekia Gowa. Penyuka puisi, buku dan langit mendung.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.