Senja di Ufuk Tenggara

Dirimu yang berada di ufuk timur sana, apa kabar?
Aku selalu menanti dirimu di sini, di rumah singgah sederhana
Rumah dari belahan bumi tenggara
Rumah yang menjadi saksi bisu diamku yang terus berangan

Di kala senja menyapa, kuteringat suatu hal
Di kala sinar jingganya, kumenyadari suatu hal
Bahwa senja yang kunanti bersifat sementara
Bahwa senja yang kupandangi memang indah, namun tak bisa kupegang

Layaknya dirimu yang terbentang jauh di sana
Aku di sini, hanya bisa menatapmu dari dalamnya keindahan pesona yang kau pancarkan
Aku di sini, selalu menanti seperti menunggu batu yang terkikis oleh air
Aku di sini, hanya bisa bersaksi bisu

Layaknya senja, keindahanmu sulit kuutarakan
Layaknya senja, keberadaanmu mampu menyihir relung hatiku
Layaknya senja, kepergianmu meninggalkan bekas takjub dalam memoriku
Dan aku, hanyalah penikmat senja dari ufuk tenggara

Tak apa jika aku terisak dalam renungan malam
Tak apa jika aku harus bertengkar dalam pertikaian hati dan pikiran
Tak apa jika kau tak menyadari bahwa aku ada di belahan bumi ini
Tapi satu hal, aku tak pernah menyesali kehadiranmu dalam hidupku

Karena aku tau, ragamu memiliki pesona yang menghangatkan jiwa
Karena aku tau, cintamu luas, seluas sinar jingga yang membiuskan mata
Meski kita tak bisa bersama layaknya senja dengan langit malam
Namun jangan pernah memintaku untuk berhenti berharap bersamamu

Ini caraku mengagumimu
Ini caraku mencintaimu
Ini caraku mengekspresikan arti kata cinta
Karena aku sadar, cinta tak harus memiliki

Bahwa cinta hadir diam-diam tanpa permisi
Sekali lagi, aku tak pernah menyesal memikirkanmu
Semoga kelak di belahan bumi manapun Tuhan izinkan kita untuk singgah walau sementara

Salam hangatku untukmu, si penikmat senja dari ufuk tenggara.

Penulis: Afi Putri Kusuma, mahasiswa aktif di Lembaga Dakwah Kampus dan Dewan Perwakilan Mahasiswa.