Tue, 30 Apr 2024
Puisi / Apr 17, 2024

Sesat yang Terusik

SESAT YANG TERUSIK

Apa yang kau cari ?

Gelagak miring berpaling dari kawan karibmu

Persepsi butamu dengan lantang

Membungkam musuh fikirmu 

Raut bising hatimu menjadi lilin api sunyimu

Melalap habis perspektif lembut arifmu

Persetan dengan caramu kawan

Aku lebih suka duduk bercengkrama

Dengan para pencari surga di pinggir jalan

Bercerita tentang suka duka , lelah rintih 

Dalam lingkup kejenuhan , dengan cita tinggi

Membangun peradaban untuk buah hati mungilnya

Aku lelah dengan segala abjad-abjad pendidikan

Dengan haluan ideologi kikir kepandaian

Dengan segala refrensi judul-judul bacaan

Karibmu pikir kau lebih jauh bijaksana

Bak kereta lintas kota dengan kecepatannya

Karibmu pikir intelektualitasmu menjadi pembeda

Ternyata tak lebih dari anggapan-anggapan 

Yang tak terwujudkan

... 

Wa, apa yang kau dapat? 

Cerita – cerita yang sudah

Kepayahanku memandu menjadi kesepian yang megah

Naluri berkata aku sabdamu

Firmanmu tergusur diatas ribuan kuburan yang dangkal

Aku lebih dulu tau, 

Sebelum jelmaku terjamah oleh pejammu

Disitulah kau menemukan senirupaku

Kau seluruh bagian ketakutuhanku

Aku selalu tersesat, 

Setelah berlabuh pada tetes baru

Berharap kebinasaan melunasi luka luka

Atau, 

Reinkarnasi 99 api egoku

Terbingkai adalah perang gejolak batinku

Syahdan, 

Bagaimana aku tanpa agungmu?

*

 

MALAM DI MATAMU

Membasuhkan diri dan tertidur lelap

Diatus kapuk terlintas benak

Kau sekilas serupa dengan kasur

Tujuan terkahirku kondisi apapun

Kau pun sama begitu

Peluk aku saat meringkuk

Sesenggukan

Temaniku saat kesepian

Saksi doaku kala kebingungan

Penuhi nyawaku 

Kau seperti kasur tidur

Pejamkan raga yang hancur

Pagi pagi sulit bangkit

Menghadapi realita begitu pahit

Diatas kapuk, ku ingin terlelap kembali

Dan siapa yang akan lebih dulu mengecup kening mu, aku? 

Atau cahaya pagi itu? 

 

KAU, PEMENANG NYA

Malam selalu menghambur di kelopak matamu

Sempurna, bak nyala kejora lintang

Bulan sepotong hanyut akan bertanya gamang

Kala itu, 

Sebagaimana merindukan purnama

Dalam rapal puja semoga

Mengharap melunasi luka – luka 

Layak kopi yang kau tuang dicangkirku

Menafsir aroma dosa tak terakhir

Mengecap duka bagi lidah penikmatnya

Serupa rasa yang kau jadikan pertanda

Lantas menyimpan sebuah nama

Acapkali terseduh di gelas yang sama

*

 

HARAPAN BAPAK

Khawatirku di tempurung sendu

Menyisakan sisa rintik kalau kelabu

Purnama langit dimakan hilang

Bak memori yang terkenang

Aku nyala langit dimatamu

Layu,

Akan harap puja-pujamu dulu

Hirup bersama lafadz yang ku dapatkan selalu

Semoga, paksa ku sedemikian rupa

Aaminku yang kupinta dengan penuh iman

 
 
Penulis: Nurika Alifah Lathiif berasal dari Cilacap Jawa Tengah, saat ini menjadi mahasiswa semester 2 program studi bahasa dan sastra Arab UIN sayyid ali rahmatullah dan menjadu anggota aktif di LPM AKSARA UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Dapat ditemui melalui instagram @lathifarasyed.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.