Mon, 23 Dec 2024
Puisi / Minhad Rahmaniyah / Jun 29, 2022

Setelah Hujan Redah

Jelajah Waktu

Malam yang sepi saat isi kepala berisik

Di sekitar sedang terlelap tapi mata enggan istirahat

Kau tahu makna lelah yang berkecamuk

Sekujur tubuh terasa kaku yang saat itu butuh dekapan tapi bukan pelukan

Lalu apa? Pembenaran

Kenapa? Raganya haus untuk di dengarkan

 

Malam yang sunyi saat isi kepala berbisik

Dari mata yang terpejam samar-samar ada harapan terpendam

Kau harus mengerti atau tidak kau harus diberi paham

Diam tidak selamanya takut melangkah 

Di sekitar selalu saja rumit padahal definisinya sederhana

Berbeda tidak perlu terlihat sama

 

Pagi yang tabah saat matahari menyapa

Seruan waktu berdering keras, menegur lalu berbaur

Terseok-seok langkahnya pendek

Binar tanggung jawab menanti di depan mata 

Jangan berlari katanya, berjalanlah pelan

Agar tetap utuh walaupun jarak tempuh semakin jauh

 

Sore yang tak pernah abadi tapi selalu saja indah

Lalu lalang ramai, siapapun yang menyaksikan pasti sepakat

Hatinya tunai pada semua keluh sepanjang hari

Tiga puluh detik yang hebat

Di penghujung senyuman terpancar janji

Melanjutkan romantika hidup yang terus berulang

*

Untuk Pulang

Air matanya jatuh pada cinta pertama

Seorang anak perempuan

Yang ditinggal pulang

 

Perpisahan itu tak pernah terucap

Tapi tiba di saat semuanya harus siap

 

Kuat yang dikuat-kuatkan oleh pundak

Semakin berat tapi harus tetap berjalan

Dua kaki yang selalu bisa diandalkan

Menjelajahi hari bermodal genggaman harap

 

Seorang anak perempuan

Yang ditinggal pulang

Sungguh, jiwanya terikat rindu yang belum sudah

 

Selalu khawatir dengan segala rumitnya perjalanan

Menjadi dewasa mengapa penuh kejutan

Bukan perpisahan yang menyebalkan, bukan

Tapi setelahnya

 *

Setelah Hujan Reda

Pada setiap kemungkinan yang tak pernah terpikirkan

Izinkan merindu satu diantara banyaknya kisah

Ketika langit memberi isyarat, terdiam

Lalu semesta mengirim pesan tersirat, masih saja diam


Betapa lemahnya insan yang dibaluti keterbatasan

Selalu ingin melampaui jauh hingga tak pernah sadar


Yang tersisa hanya keluh kesah 

Tangisan sendu itu jatuh 

Tepat di bawah mata juga di luar rumah

Yang tak kunjung reda setelahnya


Tirta amarta pun berakhir

Ia kembali, pulang ke pangkuan asal

Menuju nabastala yang tak pernah terjangkau dengan indra

Kini, sambutlah episode baru penuh haru

Dalam kehidupan kisahnya punya tempat teristimewa

 

Penulis: Minhad Rahmaniyah

 

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.