Si Bungsu Pembisu
Tak ada suara, tak ada kata
Bibirnya kaku,
tak pandai melukis luka dengan aksara
Setiap keluh yang menyesak di dada
tak pernah sempat menemukan telinga
Ia mencatat segalanya
tatapan, nada, dan jarak
dalam buku sunyi di lipatan batinnya
Kadang Ia ingin marah,
tapi takut merusak suasana
Ia ingin jujur,
tapi siapa yang sudi mendengar bungsu yang tak pandai berkata?
Akhirnya,
menyulam sunyi menjadi kekuatan
menyulam perih menjadi senyum
yang tak dimengerti siapa pun
*
Antara Ego dan Rasa
Aku mencintaimu
tapi kalimat itu berhenti
di ujung napas yang selalu kutelan sendiri
Setiap tatapmu adalah badai
namun aku bersembunyi di balik tenang wajahku
seolah kau tak berarti apa-apa,
padahal hatiku berdentum
setiap kali namamu disebut angin
Aku belajar menjadi pendusta
yang paling mahir menipu diri
menggenggam logika
untuk menahan tangan hati yang ingin menyentuhmu
Mungkin,
ini bukan tentang tak berani mencinta
melainkan tentang ego yang takut kalah oleh rasa
biarlah ini menjadi rahasia
yang hanya Tuhan dan sunyi tahu
betapa keras aku menolakmu
dan betapa sia-sia
Penulis: Muna Ma’rudatul Aliyah, berdomisiili di Lowokwaru, Malang, Jawa Timur.