Tue, 30 Apr 2024
Serba-serbi / Dec 29, 2020

Bilik Langit, Si Bestari Bersemi

Kalam Ilahi dipeluk erat si anak embung itu. Sembari berjalan, sesekali memperbaiki songkok recca' di kepalanya. Rona bahagia tak  lekang di wajahnya. Sepanjang jalan, bibirnya sibuk bersenandung ria, melafazkan kalimat suci milik  Sang Pemilik Semesta dan seisinya. Metode baghdadiyah, menjadi awal juang tuk memeluk mimpi bersama Alquran. Hajar Akbar, anak laki-laki besongkok khas  Bugis Bone itu.

Warna biru muda yang terpancar indah di langit Tamaona Kecamatan Kindang milik sang Khalik muncul di permukaan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Perihal aksara milik-Nya ini menjadi genggaman manis untuk makhluk-Nya. Tak ada ingkar bagi jiwa yang paham juntaian makna yang tersirat di dalamnya. Hal itulah yang menjadi semangat baja anak sulung dari tiga bersaudara itu.

Tante Hano’, sapanya untuk sang mualim. Tempatnya mengadu akan mimpi. Berbeda dengan teman sebayanya, ia lebih memilih tuk bermain dengan Alquran. Tak henti tuk mengasah bakat, berujung pada pinta yang terwujud. Tak heran, berbagai penghargaan berhasil disandang laki-laki kelahiran Bumi Panrita Lopi itu. Mulai dari juara satu dan dua lomba tartil, adzan, terjemah lafdziyah, kaligrafi, salat jenazah, dan salat berjamaah.

Terbiasa larut dalam dunia  Alquran, membuatnya paham akan makna yang tersirat. Putra dari pasangan Faharuddin (55) dan Suriani (48) ini tak hentinya berguru. Usianya yang masih sepuluh tahun, ia telah mengikuti munaqasyah dan wisuda santri yang diselenggarakan oleh BKPRMI Kabupaten Bulukumba di desa Orogading. Cintanya terhadap Alquran terus bersemi, bermekar meski badai acapkali datang.

Hajar menempuh pendidikan formal, tak pernah masuk dalam dunia pondok pesantren. Tahun 2015 ia bergelar sarjana, Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar menjadi pilihannya. Sekolah Alam Insan Kamil menjadi tombak pertama tuk berbagi bait-bait cerita tentang ayat suci. Sebuah bangku pendidikan yang menyusung konsep belajar dan bermain bersama alam.

Amanah itu datang, tahun 2017 ia menjadi guru bidang studi Pendidikan Agama Islam unit SD. Tahun kedua, ia dipercaya sebagai guru tahfidz. Langkah awal tuk menanamkan kalam Ilahi dalam dirinya.

“Saya sebagai guru yang harus terlebih dahulu menghafal. Target siswa dari kelas 1 sampai kelas  6 yaitu juz 29 dan juz 30. Saat itulah, saya benar-benar fokus menghafal,” tuturnya melalui pesan whatsapp (31/03/20).

Mudah, mudah, mudah, begitulah prinsipnya. Untaian harapan tak pernah lepas dipanjatkan.  Seiring berjalannya waktu, ia terus bergelut dalam dunia itu. Menempuh jenjang pendidikan, tak lantas membuatnya berleha-leha begitu saja, hingga lupa tuk terus bersama dengan Alquran. Kini, ia tumbuh menjadi sosok penggerak, motivator Alquran.

Rasulullah SAW. Sang sayyidul anbiyai wal mursalin, pemimpin para nabi dan rasul, menjadi sosok panutannya. Tak hanya itu, laki-laki dua puluh enam tahun ini sangat mengidolakan Imam Syafi’i dan ustadz Adi Hidayat. Niat tulus, tekat kuat, atas izin Sang Khaliq, ia mengikuti karantina tahfidz nasional Darul istiqamah akhir tahun lalu. Sabarnya berbuah manis, ia berhasil menghafal 30 juz dalam kurung waktu 28 hari.

Tak dapat dipungkiri, lelah dan letih sering kali menyerangnya. Membelenggu tuk tetap betah pada rasa kantuk. Ia melawan, nikmat setoran penawarnya.

“Pada saat tantangan itu muncul, maka saya harus bangkit dengan merasakan betapa nikmatnya setoran hafalan. Selain itu, saya selalu tanamkan di hati dan pikiran saya bahwa mata, telinga, lisan, dan semua anggota badan yang saya gunakan dalam menghafal semuanya pasti mulia dihadapan Allah,”

Bukan akhir, ia terus memulai. Selepas dari karantina,  ia kembali mengajar Tahfidz di sekolah Alam Insan Kamil Gowa. Undangan demi undangan ia terima. Menjadi pemateri di pondok Tahfidz Alquran  diberbagai tempat untuk memberikan materi dan motivasi Alquran kepada para pencari cahaya Ilahi. Mengisi waktu libur dengan memberikan materi  makharalijul huruf, ilmu tajwid, dan motivasi Alquran kepada majelis ta’lim, remaja masjid, dan santri TPA di kampung halaman.

Membumikan Alquran menjadi jalan dakwahnya. Menjadi pelayan Allah sebagai bukti patuhnya. Bak ombak yang tak lesuh melembabkan bibir pantai, menegelamkan kepongahan jiwa, melebur bersama semburat orange milik sang surya di langit barat. Menciptakan melodi indah kala diri terombang-ambing oleh ruang dan waktu. Mengukuhkan hafalan, berbagi goresan ilmu pada jiwa yang murni.

”Alquran itu pengingat, penegur, cahaya, penyembuh dari segala penyakit, penolong kita pada hari pembalasan. Marilah dengannya, menjadikan sahabat, mempelajarinya, mentadabburinya, menghafal, lalu mengamalkannya,” ujar sang motivator.

 

Penulis: Nurlaela Yuliasri, mahasiswa jurnalistik yang akrab disapa Ella ini merupakan pegiat literasi di Parepare. Tidak memiliki sesuatu yang gokil

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.