Mengoptimalkan Ramadhan di Tengah Pandemi COVID-19
Marhaban ya ramadan. Akhirnya kita sudah melewati ibadah puasa beberapa hari ini, alhamdulillah. Walau ramadan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Saat ini seluruh dunia tidak berdaya akibat wabah pandemi dampaknya pun beranekaragam salah satunya kelumpuhan ekonomi. Banyak diantara kita yang berduka. Mungkin saja ditinggal mati orang-orang tercinta. Semua karena keganasan virus Corona (COVID-19).
Seperti tahun biasa kita harus bergembira sebab telah diberi kesempatan merasakan bulan ramadan untuk bertaqarrub kepada Allah. Pasalnya, meski di tengah duka akibat wabah Corona, ramadan tetaplah istimewa. Sebabnya, ramadan akan selalu bertabur rahmat, maghfirah, pahala berlipat ganda dan pertolongan Allah Swt.
Karena puasa identik dengan sikap sabar, maka orang-orang yang berpuasa akan diberi pahala tanpa batas sebagaimana orang-orang yang sabar. Allah Swt. berfirman: “Sungguh orang-orang yang sabar itu diberi pahala tanpa batas” (TQS az-Zumar [39]: 10). Apalagi puasa di tengah-tengah wabah seperti saat ini. Tentu pahalanya akan jauh belipat-ganda. Setidaknya kita bisa memiliki dua kesabaran:
1. Sabar dalam ketaatan, yakni menahan makan, minum dan hubungan suami-istri
2. Sabar dalam menghadapi musibah, yakni wabah.
Selain sabar, keutamaan puasa yakni mewujudkan takwa. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS. al-Baqarah [2]: 183).
Dengan demikian, di tengah ragam kesulitan yang dihadapi, khususnya akibat wabah Corona. Kuncinya hanyalah satu: takwa. Dengan takwa, Allah Swt. pasti akan memberi kita jalan keluar. Dengan takwa pula, Allah Swt. pasti akan memberi kita kemudahan dalam segala urusan.
Agar ramadhan optimal ‘di rumah aja’ kita bisa melakukan banyak hal positif seperti:
1. Mendekatakan diri kepada Allah-menghidupkan berbagai macam amalan (mengaji, dzikir dan lain-lain).
2. Saatnya mendekatkan diri (berbakti) kepada keluarga (mungkin biasanya sibuk). Bagi yang sudah berkeluarga semakin berbakti kepada suami dan mendidik anak dengan akidah Islam.
3. Sebagai pemuda-sekiranya memilih aktivitas positif yang bermanfaat bagi banyak orang (bukan hanya asyik dengan diri pribadi).
4. Menghidupkan kajian-kajian ilmu.
5. Rebahan boleh asal jangan bablas sampe lupa baca buku, beres-beres dan lain-lain.
Tak cukup dengan Puasa?
Kenapa, sebab? Di dalam al-Quran sendiri tak hanya ayat tentang kewajiban puasa (agar kalian bertakwa). Banyak ayat lain yang mesti kita jalankan juga. Islam adalah agama yang syamil (meliputi segala sesuatu) dan kamil (sempurna) yang mengatur segala perkara baik akidah, ibadah, muamalah, pakaian, sanksi hukum dan lain-lain. Seperti firman Allah SWT diantaranya: “Bagi kalian, dalam hukum qishash itu ada kehidupan, wahai orang-orang yang memiliki akal, agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 179).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa tak cukup dengan puasa orang bisa meraih takwa. Ibadah (totalitas penghambaan kita kepada Allah SWT), serta keistiqamahan kita di jalan Islam dan dalam melaksanakan seluruh syariah Islam, semua itulah yang bisa mengantarkan diri kita meraih takwa.
Perlu Pemimpin Bertakwa
Jelas, totalitas ketakwaan ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem kehidupan yang juga menerapkan syariah Islam secara total (kaffah). “Hai orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (Kaffah) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan itu musuh nyata bagi kalian (QS. Al-Baqarah:208).
99 tahun berlalu ketiadaan sistem Islam (Khilafah). Yang kita rasakan saat ini “amat sangat mengerikan” kita berselisih perkara-perkara receh sedangkan umat (agama lain bersatu) seperti penentuan awal dan akhir ramadan. Kita diam ataukah mau menunggu peringatan 100 tahun?
Renungan penulis dan mungkin teguran untuk kita semua. Apakah Engkau marah Rabb-ku? Ketika sebelum ini, Masjid-Masjid megah namun sepi, Musholla bertebaran namun berdebu. Shalat tarwi ramai namun hanya di awal ramadan. Lebih sering bermedsos dibanding baca Qur’an. Kajian-kajian ilmu (Islam) pun sepi.
Sebaliknya yang ramai hanya tempat hangout mall, cafe dan sejenisnya. Kemaksiatan semakin tidak kenal batas, tiap detik, menit, jam dan harinya kita selalu disugukan berita menyayat hati. Mungkin kami terlalu sibuk atau sudah melupakanMu?
Saat semuanya serba tidak dibebaskan (di rumah aja) kami baru sadar rindunya bersujud di rumahMu yang suci, sholat tarwih, berdzikir dan memanjatkanMu. Kami sadar pentingnya arti Kehilangan Ukhuwah, Ya Rabb kini kami sadar arti silahturahmi yang dulu kami anggap hanya basa basi.
Betapa terasa saat semua hal yang selama ini kami abaikan itu, telah selanjutnya jadi pelarangan. Ya Allah, pesan cinta apa yang ingin Kau sampaikan?
Ya Rabb jangan kau buat ramadan kami terasa sepi dan hambar seperti ini. Kami rindu sholat tarawih berjamaah, tadarrus ramai ramai, dan membangunkan sahur sambil berkeliling kampung. Maafkan kami. Masihkah ada kesempatan lagi atau maut sudah lebih dulu memanggil?
Ya Rabb hidup dan matinya mahluk Corona adalah semata mata atas KehendakMu. Kami memohon Ya Rabb panggil kembali makhluk Corona ke asalnya. Cukuplah tugas mereka untuk mengingatkan kami semua. Kami sudah amat tertampar dengan Corona ini. Dan semoga ramadan kali ini yang terakhir tanpa Khilafah ya Allah Swt. Kami memohon kepadaMu Aamiin. Wallahu a’lam.
Penulis: Ika Rini Puspita, Koordinator Kaderisasi FLP Ranting UINAM 2018-2019.