Fri, 19 Apr 2024
Travel / Jan 01, 2021

Mengenal Budaya Masyarakat Towani Tolotang

Tolotang atau Towani Tolotang merupakan komunitas masyarakat  yang berasal dari kabupaten Sidrap. Tolotang berasal dari kata To/Tau yang berarti orang dan Lotang yang berarti selatan. Sedangkan Towani berasal dari bahasa Bugis yaitu To/Tau yang berarti orang dan Wani berarti sebuah nama desa, dapat diartikan sebagai orang dari desa wani. Penganut Tolotang mengenal adanya Tuhan dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan yang Maha Esa yang bergelar PatotoE yang menentukan takdir).

Ajaran Tolotang sendiri  bertumpu pada 5 keyakinan yaitu percaya adanya Dewata SeuwaE, yakin adanya Tuhan Yang Maha Esa, percaya adanya hari kiamat yang menandai berakhirnya kehidupan di dunia, percaya adanya hari kemudian yakni dunia setelah terjadinya kiamat, percaya adanya penerima wahyu dari Tuhan, percaya kepada lontara sebagai kitab suci penyembah To Lotang kepada Dewata SeuwaE berupa penyembahan kepada batu-batuan, sumur dan kuburan nenek moyang. Sumur dan kuburan nenek moyang dipercaya sebagai bentuk arah dalam konsentrasi peribadatan mereka.

Masyarakat Tolotang kini terbagi menjadi dua kelompok masyarakat yaitu masyarakat Benteng (orang Tolotang yang telah berpindah agama ke Islam) dan masyarakat Towani Tolotang (kelompok yang masih menganut agama Tolotang). Dalam prosesi keagamaan kedua kelompok masyarakat ini memiliki tradisi berbeda dalam prosesi pernikahan dan prosesi kematian.

Pada kelompok Towani Tolotang, melakukan prosesi kematian dengan cara memandikan jenazah dan kemudian membungkus jenazah dengan daun sirih. Dan pada prosesi pernikahan kelompok Towani Tolotang, mereka melangsungkan pernikahan dihadapan Uwatta, atau pemimpin ritual yang merupakan keturunan langsung dari pendiri Towani Tolotang. Berbeda dengan kelompok masyarakat Benteng tata cara prosesi kematian dan prosesi pernikahan dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

Kemudian mengenai upacara adat yang dilakukan masyarakat Tolotang, biasanya dalam pelaksanaannya dilakukan di Bulu‘(Gunung) Lowa, yang berada diantara jalan poros kabupaten Pangkajene dan kabupaten Soppeng, yang terletak di desa Amparita kecamatan Tellu Limpoe, merupakan lokasi upacara adat perryameng. Upacara ini dilakukan hanya sekali dalam setahun, tepatnya pada bulan Januari.

Sebelum pelaksanaan upacara tersebut harus dimusyawarakan terlebih dahulu oleh tokoh-tokoh penting Tolotang yang biasa disebut Uwa. Ritual adat dilaksanakan karena adanya pesan dari pabbere, anak cucu mereka wajib menziarahinya sekali setahun apabila ia telah tiada. Dalam ritual ini ada yang namanya penyiraman minyak wangi yang dilakukan oleh Uwa, dan juga terdapat atraksi adu kaki yang dikenal dengan sebutan (masemppe), yang kini hanya dilakukan oleh anak-anak. Pada perayaan ini laki-laki wajib mengenakan pakaian serba putih, sarung dan penutup kepala putih (kopia), sedangkan untuk perempuan mengenakan pakaian kebaya.

Dalam pelaksanaan awal ritual dimulai dengan duduk bersila diatas tikar tradisional dengan penuh hikmat,konsentrasi dan memusatkan jiwa dan raga pada Sang Pencipta (Dewata SeuwaE). Kemudian dilanjutkan dengan penyembahan oleh uwwata diakhiri dengan penyiraman winyak wangi pada batu leluhur yang disakralkan dan dilanjutkan kegiatan Massempe.

Tolotang dan budayanya adalah pelengkap keberanekaragaman suku, budaya serta saksi betapa kayanya Indonesia, yang hingga kini masih eksis tidak lekang oleh perkembangan zaman. Jadi, tunggu apalagi mari melestarikan budaya dengan mengenali budaya itu sendiri. Ayo ke Sidrap-Sulawesi Selatan, mari mengunjungi suku Tolotang.

 

Penulis: Walndari Idris, mahasiswa Unismuh Makassar, anggota Green Youth Movement.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.