Fri, 19 Apr 2024
Serba-serbi / Jan 01, 2021

'Lalat Tentara Hitam' Inovasi Pengelolaan Sampah

Wati, ibu rumah tangga di kompleks perumahan di wilayah Purwokerto Barat, kesal. Sudah empat hari sampah rumah tangganya tak diangkut petugas.

Biasanya, saban hari, petugas akan mengambil sampah di perumahannya. Cerita serupa dialami Endang. Juga ibu rumah tangga di wilayah lain perumahan di Purwokerto Barat. Ia kesal karena sampah rumah tangganya miliknya, belakangan ini, tak rutin diambil petugas.

Di salah satu kompleks perumahan, Sapphire Regency, wilayah Purwokerto Barat, sampah kini bahkan jadi persoalan sendiri. Kerap tak diambil petugas. Bahkan juga menumpuk di bak penampungan. Tak ada petugas dinas terkait mengambil.

Seorang mantan jurnalis senior di Banyumas, Hindaryoen bahkan pernah mengabadikan menumpuknya sampah di beberapa wilayah di Purwokerto.

Kabarnya, persoalan ini karena sedang bermasalahnya lahan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Gunung Tugel.

Kisah-kisah di atas ini menjadi inspirasi Muhammad Akbar. Kang Akbar, biasa ia disapa, tergerak untuk membantu memberikan solusi sampah kota.

Apa yang dilakukannya? Sejak awal November lalu ia mengembangkan sendiri metode pengolahan sampah dengan memanfaatkan Larvae BSF (Black Soldier Fly) atau lalat tentara hitam.

Di sejumlah kota di Indonesia, pengolahan sampah dengan lalat tentara hitam ini sudah banyak dilakukan. Tapi di Purwokerto atau Banyumas, belum begitu banyak dikembangkan. Kang Akbar mencoba mengawalinya. Sebagai sumbangsih ikut mengatasi masalah sampah.

"Sampah organik yang kebanyakan dari rumah tangga atau pasar-pasar adalah sampah yang bisa kita manfaatkan pengelolaanya. Supaya persoalan sampah ini bisa teratasi," ungkapnya.

Akbar mencontohkan sampah di Pasar Manis, Purwokerto. Tiap hari ada 2 ton sampah dari pasar moderen tersebut. Jika memanfaatkan sampah dari pasar tersebut saja, ia berkeyakinan bisa mengurangi beban pemerintah Banyumas menangani masalah sampah, khususnya organik.

Sejauh ini, karena hanya bermodal uang pribadi, Akbar belum cukup mampu memanfaatkan sampah dalam skala besar. Tetapi, jika fasilitas memadai, ia mengaku bisa mengelola sampah organik berapapun yang ada.

Bisnis lalat tentara hitam mulai dilirik masyarakat
Akbar menjelaskan, dari pemanfaatan lalat tentara hitam sebagai pengurai sampah organik, nantinya memiliki sisi bisnis yang cukup menggiurkan.

Dari lalat yang masih berwujud telur atau larva, biasa disebut maggot, nantinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Nah, pakan ternak dari maggot ini memiliki kandungan protein yang lebih baik dari pakan jenis lainnya.

"Sangat berkualitas. Mengandung protein tinggi," ujar Akbar. Juga harganya lebih ekonomis. Karena bahan baku yang dikeluarkan berasal dari sampah.

Maggot juga bisa diolah untuk dijadikan konsentrat atau pelet. Dengan menggunakan mesin khusus. Sedang, sampahnya nanti sudah bisa dimanfaatkan menjadi kompos.

BSF tak hanya dimanfaatkan maggotnya, tapi juga prepupanya. Prepupa merupakan fase setelah larva BSF, kira-kira berumur 2-3 minggu, warnanya berubah menjadi kehitaman atau cokelat muda. Prepupa biasanya dijual sebagai bibit BSF.

Harganya jualnya lumayan. Dikutip dari kontan, harga maggot BSF saat ini berkisar Rp 6.000–Rp 8.000 per kilogram (kg). Sedangkan untuk prepupa BSF dibanderol Rp 100.000 per kg. Harga jual tersebut bergantung pada kualitas dan ukuran maggot maupun prepupa.

Akbar mengatakan, di workshopnya di Jl. Kamandaka Gg. Semeru No.8, RT.007/RW.4, Bobosan, Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, saat ini dalam proses pengembangan menuju ke sistem bisnis dan pengelolaan yang lebih besar lagi.

Dia berharap, upayanya ini dapat membantu pemerintah Kabupaten Banyumas dalam mengatasi persoalan sampah.


Penulis: Sugeng Wahyudi (taksama.id)

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.